• October 6, 2024
Ironi Kesepakatan Dewan Sawit Jokowi dan Najib

Ironi Kesepakatan Dewan Sawit Jokowi dan Najib

Kesepakatan itu terjadi saat perusahaan sawit tersebut menjadi sorotan karena diduga terlibat dalam kebakaran hutan. Malaysia pernah mengecewakan Indonesia terkait kebijakan kelapa sawit

Presiden Joko “Jokowi” Widodo bertukar senyum dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak di Istana Bogor, Minggu, 11 Oktober. Kedua pemimpin negara tetangga sepakat membentuk dewan negara produsen kelapa sawit.

“Perlu kita ketahui bahwa 85 persen produksinya minyak kelapa sawit Ada di Indonesia dan Malaysia, kata Jokowi.

Hadir dalam pertemuan di Istana Bogor antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menteri Perindustrian Saleh Husin.

Pernyataan tim komunikasi Kantor Presiden menyebutkan, selain membentuk dewan negara produsen minyak sawit, kedua kepala negara juga sepakat untuk membuat standar global baru untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.

Standar global baru tersebut merupakan hasil harmonisasi antara standar Malaysia dan standar Indonesia yang nantinya akan menjadi standar internasional baru dalam industri kelapa sawit dunia.

Tujuan pembuatan standar baru adalah menjadikan standar tersebut ramah lingkungan dan mampu meningkatkan kesejahteraan 4 juta petani di Indonesia dan 500 ribu petani kelapa sawit di Malaysia. Kedua negara juga sepakat membangun zona ekonomi hijau.

“Ini merupakan inisiatif yang sangat bersejarah bagi industri kelapa sawit yang kami harap dapat memberikan manfaat bagi sebagian besar petani kecil kelapa sawit, baik di Indonesia maupun Malaysia,” kata Jokowi.

Rencana pembentukan dewan kerja sama ini saya dengar dari Rizal Ramli saat berbincang dengan Forum Pemimpin Redaksi di Jakarta, 25 Agustus.

“Idenya adalah untuk memperkuat posisi tawar kami sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Agar kita tidak mudah tertekan dunia,” kata Rizal saat itu.

Indonesia merupakan penghasil 40 juta ton minyak sawit, sedangkan Malaysia memproduksi 30 ton.

“Kami ingin bekerja sama dengan Malaysia agar bisa memberikan nilai tambah yang lebih besar dari minyak kelapa sawitkata Rizal.

Menurut Rizal, pemerintah Indonesia berencana membangun pusat pengolahan turunan minyak sawit di Kalimantan Timur. Hal ini dilakukan agar Indonesia dan Malaysia tidak hanya menjual minyak sawit dalam bentuk minyak sawit mentah (crude palm oil), namun juga olahan turunannya berupa minyak sawit mentah. oleokimia.

Oleokimia “Bisa diolah menjadi sabun, margarin, dan yang terpenting bahan bakar jet,” kata Rizal.

Pada 3 Oktober, Rizal menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri kedua negara membahas gagasan kerja sama kelapa sawit.

Kontroversi kelapa sawit Indonesia banyak disuarakan oleh media asing, termasuk New York Times yang menyebut perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab terkikisnya seperlima hutan Indonesia sejak tahun 1990-2010.

Tentu saja ada perselisihan persaingan usaha yang terjadi antara pihak yang menentang sawit dan pihak yang pro. Banyak sekali materi argumentatif yang bertebaran di internet.

Salah satu keunggulan minyak sawit adalah relatif tidak bersaing dengan kebutuhan pangan seperti halnya minyak kedelai yang didukung oleh negara-negara Barat dan media. Minyak sawit juga relatif tidak menghasilkan residu (nol limbah), jika diproses.

Namun, argumen mengenai perkebunan kelapa sawit yang merusak hutan ada benarnya. Bahkan, kami menemukan bukti ketika kebakaran hutan melanda 6 provinsi di Indonesia, dan di antara perusahaan yang dijadikan tergugat adalah perusahaan yang dikenal sebagai raja kelapa sawit, seperti Sinar Mas dan Wilmar.

Alami kedua belah pihak keberatan tuduhan ini.

Ironisnya lagi, pada hari ini, Senin, 12 Oktober, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengumumkan indikasi keterlibatan warga negara Malaysia (serta warga Tiongkok dan Singapura) sebagai pelaku kebakaran hutan.

Ironi lain dari “kebersamaan” kedua negara seperti yang ditunjukkan di Istana Bogor pada pekan lalu Malaysia baru saja mengumumkan akan berhenti mengimpor minyak sawit Dari Indonesia.

Rencana tersebut diumumkan dalam surat edaran Dewan Minyak Sawit Malaysia pada akhir bulan lalu. Dalam surat edaran tersebut disebutkan, alasan penghentian impor adalah kelebihan pasokan di Malaysia.

Gusmardi Bustami, ketua forum kebijakan perdagangan dan mantan pejabat senior Kementerian Perdagangan, mengatakan tindakan Malaysia tidak sejalan dengan semangat Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) dan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Malaysia diduga ingin melindungi produk olahan minyak sawit impor Indonesia agar tidak masuk ke negara tujuan ekspor, karena ada spekulasi produsen minyak sawit diduga terkait dengan kebakaran hutan, kata Gusmardi, seperti dikutip dari The Jakarta Halaman posting. .

Perjanjian antara Indonesia dan Malaysia ini mengingatkan saya pada kejadian di awal tahun 2013, ketika Malaysia membatasi minyak sawit Indonesia dengan memotong pajak ekspor. minyak sawit mentah (CPO) ke pasar internasional.

Ini tentu saja merupakan kebijakannya Ekspor CPO Malaysia diuntungkanyang menganggap Indonesia sebagai pesaing terkuat. Ekspor meningkat.

Kebijakan pemotongan pajak ekspor merugikan Indonesia yang saat itu berencana mengatur pasokan CPO ke pasar dunia agar harga tetap terjaga. Begitu bea ekspor dipotong, CPO Malaysia membanjiri pasar. Keputusan Malaysia itu diambil di tengah perundingan Kementerian Pertanian kedua negara.

Sebenarnya pembentukan dewan negara seperti yang dilakukan Jokowi dan Najib bukanlah sesuatu yang istimewa.

Sebelumnya ada papan kakao, papan karet, dan papan teh dan bumbu. Dewan berbasis komoditas ini tidak hanya diakui oleh negara, namun juga diakui oleh organisasi multilateral.

Misinya di kementerian adalah untuk mempromosikan produksi, penelitian dan ekspansi. Di Kementerian Perdagangan juga terdapat direktorat yang membidangi kerja sama berbasis komoditas.

Kita lihat kali ini seberapa efektif dewan yang diprakarsai Rizal Ramli dan diresmikan oleh Jokowi-Najib tersebut. Akankah Malaysia menjunjung komitmennya? —Rappler.com

BACA JUGA:

Live Casino