• October 6, 2024
Hukum syariah di Aceh kini berlaku bagi non-Muslim dan LGBT

Hukum syariah di Aceh kini berlaku bagi non-Muslim dan LGBT

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Aceh mengeluarkan peraturan daerah yang menghukum Muslim dan non-Muslim, dan mereka yang melakukan hubungan seksual sesama jenis


BANDA ACEH, Indonesia – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Sabtu dini hari (27/9) menyetujui Qanun Hukum Jinayat yang berlaku bagi umat Islam dan non-Muslim jika terbukti melanggar syariat Islam dengan ancaman hukuman maksimal 200 pukulan. sebelum umum atau 200 bulan penjara.

Pengesahan qanun jinayat diputuskan secara aklamasi dalam rapat paripurna DPRA yang dihadiri 22 dari 69 anggota DPR Aceh.

Qanun jinayat merupakan peraturan daerah di Aceh tentang hukum pidana yang menerapkan hukum Islam. Qanun jinayat merupakan penyempurnaan aturan penerapan syariat Islam di Aceh, karena 4 qanun yang diterapkan saat ini dinilai masih banyak kekurangannya. Keempat qanun yang berlaku sejak 13 tahun lalu hanya mengatur tentang penyebaran agama Islam, khamar (minuman beralkohol), maisir (perjudian) dan khalwat (bila pasangan non muhrim atau belum menikah berada di tempat yang tertutup atau sepi).

Qanun jinayat yang baru disahkan ini menambahkan beberapa tindak pidana lain yang belum diatur sebelumnya, seperti perzinahan, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan hubungan seksual sesama jenis.

Ancaman hukuman dalam qanun jinayat bagi pelanggar syariat Islam berkisar antara 10 hingga 200 cambukan. Ada pula denda mulai dari 200 hingga 2.000 gram emas murni atau 20 bulan hingga 200 bulan penjara. Hukuman yang paling ringan bagi orang yang mesum, sedangkan ancaman hukuman yang paling berat bagi pelaku pemerkosaan anak. (BACA: Infografis: Menelaah qanun jinayat)

Disetujui oleh semua faksi

Seluruh fraksi menyatakan, menyetujui dan menerima Rancangan Qanun UU Jinayat yang disusun oleh Komisi G DPRA – yang membidangi masalah agama, budaya, dan pariwisata – serta tim pemerintah Aceh, untuk disahkan menjadi qanun.

Juru Bicara Fraksi Partai Aceh, Tgk. Muhammad Harun yang membacakan posisi akhir fraksinya menyatakan, partai lokal yang didirikan eks gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sepakat dan sepakat untuk mengesahkan RUU Qanun UU Jinayat sebagai qanun.

“Hukum Jinayat merupakan bagian dari penerapan hukum Islam di Aceh. Qanun ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Aceh yang menginginkan penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) di tanah mulia Serambi Mekkah ini, ujarnya.

Ia mengatakan, fraksinya melakukan pengkajian, pengkajian dan pembahasan secara mendalam terhadap materi konsep Qanun Jinayat. “Rancangan qanunnya hampir sempurna dan memadai. “Kami dapat menerima bahwa perjanjian itu telah diratifikasi,” katanya.

Sementara itu, Mahyaruddin Yusuf, Juru Bicara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan, RUU Qanun merupakan terobosan baru yang diselesaikan pemerintah Aceh dan DPRA.

“Qanun Jinayat merupakan elemen penting bagi penerapan syariat Islam di Aceh. Besar harapan kami, jika qanun ini disahkan, maka akan menjadi undang-undang positif yang mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta ancaman hukuman bagi orang yang melanggar aturan hukum jinayat, ujarnya.

Fraksi PPP dan PKS juga mengusulkan adanya pasal sanksi terhadap pejabat publik dan aparat penegak hukum bila melakukan pelanggaran syariat Islam sebagai bentuk keseriusan penegakan syariat Islam di Aceh.

“Pejabat publik dan petugas yang melanggar syariah harus dihukum lebih berat. “Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau pejabat publik dapat dikenakan denda tambahan sebesar 1/3 dari pidana sebagaimana diatur dalam qanun,” ujarnya.

“Penambahan klausul bobot ini merupakan tanda bahwa Pemerintah Aceh serius dalam menegakkannya dan semakin percaya diri masyarakat terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh pemimpinnya.” —Rappler.com

uni togel