• September 19, 2024

5 hal tentang tragedi 1965 yang tidak ingin Anda tanyakan

JAKARTA, Indonesia – Hari ini, 30 September, saatnya para aktivis angkat bicara soal tragedi 1965.

Anda sebenarnya tertarik dengan subjek tersebut tetapi tidak tahu banyak tentangnya. Namun karena takut disebut “iseng-iseng kelas menengah”, Anda menahan rasa penasaran dan memilih bungkam di tengah perbincangan soal kejadian tersebut.

Mungkin Anda tidak sendirian. Hingga saat ini, peristiwa kudeta gagal yang dikenal dengan Gerakan 30 September yang menggerakkan kebangkitan Presiden Soeharto dan rezim Orde Baru masih diselimuti misteri, akibat penulisan ulang sejarah, kesalahan, dan mitos.

Namun jika Anda membutuhkan fakta dasar tentang salah satu periode paling kelam dalam sejarah Indonesia, berikut beberapa hal yang bisa membuka jalan menuju pengetahuan. Setidaknya kamu tidak akan terlihat lagi lucu di meja makan.

1. Apa yang sebenarnya terjadi pada tahun 1965?

Di sekolah kita diajari bahwa para jenderal Angkatan Darat diculik dan dibunuh secara brutal oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Titik. Apa yang tidak diceritakan dalam buku sejarah di sekolah kita adalah pembantaian ribuan atau bahkan jutaan orang yang dicurigai sebagai simpatisan komunis di seluruh negeri.

Seperti yang kemudian diungkap melalui buku-buku penelitian mendalam dan dokumen-dokumen yang sebelumnya dirahasiakan, apa yang terjadi pada tahun 1965 merupakan jaringan perebutan kekuasaan yang kompleks, baik di Indonesia maupun di kancah global.

Singkat: Amerika ingin mengekang komunisme, Mayjen Soeharto ingin mengambil alih kekuasaan dari Sukarno yang saat itu berhubungan baik dengan PKI yang sangat populer. Kedua kepentingan tersebut sejalan.

Diduga didukung oleh CIA, militer Indonesia yang dipimpin oleh Soeharto mulai memenjarakan, menyiksa dan membunuh anggota PKI, keluarganya dan siapapun yang dianggap sejalan dengan komunisme.

Tragedi ini berlanjut lama setelah tahun 1965. Banyak warga negara yang menderita karena dicap sebagai PKI dan “tapol” (tahanan politik).

2. Benarkah orang PKI itu atheis?

Seorang teman bertanya kepada teman lain dari Vietnam hal yang sama. “Wah! Kamu komunis? Jadi kamu atheis ya?”

Bukan itu intinya. PKI adalah partai politik seperti partai-partai yang ada saat ini. Masyarakat dari berbagai agama dan kepercayaan menjadi anggota aktif atau simpatisan gagasan PKI dan komunis.

Apa dasar konsep komunisme? Kepemilikan publik adalah inti dari ideologi komunis. Jika diterapkan dengan benar, ada manfaat komunisme bagi masyarakat yang semakin fokus pada kepemilikan individu/swasta. Namun tentu saja tidak ada ideologi yang sempurna.

Selain itu, lalu bagaimana jika seseorang adalah seorang ateis? Tidak mengakui keberadaan Tuhan bukan berarti menyangkal bahwa kemanusiaan, kebaikan dan kasih sayang – semua hal yang Tuhan kasihi – harus diutamakan.

3. Siapa sebenarnya Gerwani itu?

Jika Anda lahir di tahun 1980-an seperti saya, Anda mungkin pernah menghadapi lelucon: “Kamu gadis nakal, seperti Gerwani!”

Pelantikan Gerwani pada tanggal 25 Januari 1954. Foto dari Wikimedia Commons

Rezim Orde Baru berhasil menciptakan propaganda hitam terhadap Gerwani, menciptakan citra penyihir asusila dan gila yang membunuh pahlawan nasional. Serius, bukankah tentara punya senjata untuk melindungi diri mereka dari perempuan muda yang tidak bersenjata?

Gerakan Perempuan Indonesia (Gerwani) merupakan gerakan perempuan yang berafiliasi dengan paham sosialis dan komunis. Saat itu banyak ide yang berkembang di Indonesia dan akan terlihat keren jika kita menjadi bagian dari kelompok yang sadar politik dan membantu orang lain.

Gerwani banyak melakukan kegiatan yang berorientasi pada kesejahteraan sosial, antara lain pembangunan taman kanak-kanak, pemberantasan buta huruf di kalangan perempuan miskin, dan pencanangan hari anak internasional di Indonesia.

Tragisnya, sejak peristiwa tahun 1965, perempuan Gerwani seumur hidup menghadapi penyiksaan, pemerkosaan dan penghinaan.

4. Apakah ‘The Act of Killing’ merupakan film pertama yang membahas peristiwa tahun 1965?

DIREKTUR DAN BINTANG.  Sutradara Joshua Oppenheimer dan tokoh dokumenter Adi Rukun menghadiri pemutaran film dokumenter 'The Look of Silence', sekuel dari 'The Act of Killing'.  Foto oleh Gabriel Bouys/AFP

Tindakan Pembunuhan (Jagal) Arahan sutradara Joshua Oppenheimer membuat isu ini semakin meluas, namun ini bukanlah film pertama yang mengangkat isu tersebut.

Film 40 tahun diam karya Robert Lemelson dan film dokumenter karya Putu Oka Sukanta, misalnya, memberikan sentuhan kemanusiaan pada tragedi tersebut melalui penggambaran kehidupan warga biasa.

Wayang kulit dari Chris Hilton juga mengungkap kekuatan dunia yang terlibat dalam tragedi 1965.

5. Di mana saya dapat mempelajari lebih lanjut mengenai masalah ini?

Sampul buku 'Pulang' karya Laila Chudori yang berkisah tentang keluarga korban tahun 1965.

Membacanya! Berikut sejumlah novel, komik, dan buku nonfiksi untuk dieksplorasi lebih lanjut:

Hancurnya Gerakan Perempuan oleh Saskia Wieringa

Dari kamp ke kamp oleh Mia Bustam

Kekerasan Budaya Pasca 1965 oleh Wijaya Herlambang

Dalih untuk pembunuhan massal oleh John Roosa

Surga Pertama, Surga Kedua oleh Martin Aleida

Jinnah 1965 oleh Evans Poton

pulang ke rumah oleh Leila Chudori

Amba oleh Laksmi Pamunjak

Memoar Pulau Buru oleh Hersri Setiawan

Candik ala 1965 oleh Tinuk Yampolsky

—Rappler.com

BACA JUGA:

Artikel ini sebelumnya telah dimuat di situs magdalene.co. Artikel asli ditulis dalam bahasa Inggris dan dapat dibaca Di Sini.

Intan Febriani lahir dan besar di Jakarta. Dia bersemangat tetapi tidak bisa mengemudi. Dia percaya dalam menjalani kehidupan yang baik dengan berjuang untuk tujuan yang baik.

sbobet terpercaya