• November 24, 2024

Siapa yang mendukung dan menolak pembentukan kader bela negara?

Pemuda Muhammadiyah tidak setuju, tokoh pemuda NU menolak, namun ada yang melihat manfaat dari program bela negara

JAKARTA, Indonesia – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pemerintah Indonesia akan segera membentuk kader bela negara.

Menurutnya, pembentukan kader bela negara sepuluh tahun ke depan adalah untuk mewujudkan Indonesia tangguh.

“Kekuatan suatu negara bukan hanya alat utama (alutsista) yang dimilikinya, tetapi juga masyarakatnya (rasa nasionalisme) terhadap negaranya,” kata Ryamizard saat konferensi pers Program Diklat Bela Negara di kantor Kementerian Pertahanan. Jakarta, Senin 12 Oktober.

Menurutnya, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban selama tinggal di Indonesia. Selama ini ia melihat banyak masyarakat yang hanya menuntut haknya, sedangkan kewajibannya tidak pernah dipenuhi.

Rencana pemerintah tersebut langsung direspon masyarakat. Apa pendapat pemuda Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan mantan Resimen Mahasiswa mengenai rencana ini?

‘Jangan bermain individu, bermain komunitas saja’

Ketua Umum Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, sebelum ide tersebut disampaikan Ryamizard, organisasinya telah memiliki Korps Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda yang dibentuk pada tahun 1960-an.

Salah satu agendanya adalahmenangkal memahami komunisme.

Organisasi paramiliter ini sudah memiliki 10.000 anggota yang sebagian besar berada di Pulau Jawa. “Mereka dilatih, dalam bahasa kita, ‘Hisbul Wathon’ atau cinta tanah air, dan diajarkan untuk mencintai tanah air,” kata Dahnil kepada Rappler, Selasa, 13 Oktober.

Cikal bakal Hisbul Wathon awalnya digagas pada tahun 1918 oleh Jenderal Sudirman yang kemudian menjadi cikal bakal Pemuda Muhammadiyah. “Organisasi ini sudah tua dan mempunyai akar yang dalam, serta memiliki mekanisme pertahanan negara yang lengkap,” ujarnya.

Menurut Dahnil, pemerintah sebaiknya bekerja sama dengan komunitas yang sudah ada, seperti Korps Muhammadiyah. “Kementerian Pertahanan bisa berdiskusi dengan masyarakat sipil yang sudah mempunyai konsep di sana. “Jangan memonopoli keseragaman pemahaman pertahanan negara,” tegasnya.

“Jangan bermain secara individu, bermainlah secara komunitas.”

‘Bela negara adalah program yang boros anggaran’

Pemimpin Redaksi Online NU (Nahdlatul Ulama) Savic Ali menilai program bela negara tidak penting dan tidak menjadi prioritas saat ini.

“Saya tidak melihat urgensi program seperti semi-wajib militer dalam kondisi saat ini. “Karena menurut saya dengan strategi politik regional saat ini, Indonesia tidak membutuhkannya,” ujarnya kepada Rappler.

Menurutnya, pertahanan negara diperlukan jika ada ancaman dari luar. Faktanya, Savic tidak melihat adanya ancaman serius dari luar. Ia malah curiga negara punya kecenderungan menafsirkan konsep bela negara.

Savic menambahkan, meski tanpa bela negara, masih banyak warga yang ingin angkat senjata.

Tokoh pemuda NU saat ini juga menambahkan, program bela negara berimplikasi pada anggaran.

“APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) ketat, bahkan ada yang dibiayai utang. “Sementara ini, kami masih banyak membangun infrastruktur,” kata Savic.

“Lalu kita ingin mengalokasikan anggaran yang tidak sedikit untuk program yang dalam konteks geopolitik saat ini tidak mendesak?”

Pemerintah, kata Savic, harus memikirkan prioritas. “Jangan mengada-ada. Bela negara adalah program yang membuang-buang anggaran, ujarnya.

‘Pertahanan nasional harus dipikirkan ulang’

RESIMEN SISWA.  Alumni Resimen Mahasiswa 1986 yang juga merupakan jurnalis senior di Uni Lubis.  Foto diambil dari Facebook.

Alumni Resimen Mahasiswa 1986 yang juga jurnalis senior Uni Lubis ini berpendapat, konteks bela negara harus diubah dan diarahkan ke arah yang lebih baik. berbasis intelektual daripada fisik.

“Perang yang kita hadapi lebih merupakan perang berbasis teknologi tinggi, bukan? Perang dunia maya. Perang teknologi,” kata Uni yang juga menjabat Managing Director Rappler Indonesia.

Lebih lanjut Uni menjelaskan, pemerintah saat ini melihat adanya tren generasi muda yang kurang peduli terhadap negara kesatuan Republik Indonesia, dan mudah terbawa paham radikalisme.

Oleh karena itu, bela negara ini meningkatkan rasa cinta tanah air, membela pengorbanan, waspada terhadap segala bentuk ancaman perang proxy, ujarnya.

Kalau soal latihan fisik, cukup yang ringan saja, sebagai bagian dari latihan di kamp.

Bagaimana dengan Anda, pro atau kontra?—Rappler.com

BACA JUGA:

taruhan bola