• November 25, 2024

Menjaga stabilitas Laut Cina Selatan

Menteri Luar Negeri Filipina Albert Del Rosario mengunjungi Kementerian Luar Negeri Indonesia di Jakarta untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa.

JAKARTA, Indonesia – Menteri Luar Negeri Filipina Albert Del Rosario mengatakan Laut Cina Selatan memiliki peran strategis, termasuk sebagai jalur perdagangan internasional. Oleh karena itu, ia meminta negara-negara di kawasan untuk bekerja sama menjaga stabilitas di kawasan.

“Saya kira semua negara harus terlibat dan terkait dengan perdamaian dan stabilitas di kawasan,” kata Del Rosario saat memberikan keterangan pers usai menggelar pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, pada Selasa. Selasa (15/15/2018). 7).

Saat ini, sejumlah negara mempunyai klaim yang tumpang tindih di Laut Cina Selatan. Negara-negara tersebut antara lain Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Terkait adanya tumpang tindih klaim antara Filipina dan Tiongkok di Laut Cina Selatan, pemerintah Filipina akhirnya memilih untuk membawa permasalahan tersebut ke Mahkamah Internasional PBB.

Pada awal tahun 2014, Filipina meminta Pengadilan Arbitrase Permanen PBB untuk mempertimbangkan kasus tersebut. Diperkirakan pengadilan tidak akan mencapai kesepakatan sebelum akhir tahun 2015.

Saat ditanya mengenai penolakan Tiongkok untuk hadir di pengadilan, Del Rosario mengatakan hal itu tidak akan mempengaruhi jalannya persidangan.

“Pengadilan tetap akan memutuskan sengketa wilayah apakah ada kehadiran Tiongkok atau tidak. “Ini adalah keputusan akhir,” kata Rosario.

Pada kesempatan yang sama, Marty mengatakan, dalam pertemuan bilateral yang berlangsung selama satu jam tersebut, Indonesia menyampaikan pentingnya memperjelas posisi bersama ASEAN mengenai isu sengketa di Laut Cina Selatan sebelum pertemuan Forum Regional Asia (ASEAN Regional Forum) dan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN. KTT Asia Timur (KTT Asia Timur). ). Marty menyampaikan pentingnya konsolidasi bersama. (Baca: PH mempertimbangkan usulan pertemuan ASEAN mengenai Laut Cina Selatan)

“Kita sudah mempunyai semacam mantra umum, Deklarasi Kode Etik (DOC) dan enam poin prinsip ASEAN terkait sengketa Laut Cina Selatan. Namun perlu dikonkretkan apa maksudnya, misalnya pengendalian diri. “Apakah itu semacam moratorium atau semacamnya,” ujarnya.

Kemajuan Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif

Marty mengatakan, selain persoalan regional, kedua menlu juga membahas hubungan bilateral Indonesia dan Filipina. Salah satunya adalah kemajuan mengenai penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang dicapai setelah 20 tahun perundingan.

“Dengan selesainya ZEE, selanjutnya kita akan mempersiapkan diri untuk membahas landas kontinen,” kata Marty.

Sebelum mengunjungi Manila pada Mei 2014, Presiden mengatakan bahwa perjanjian demarkasi batas maritim antara Indonesia dan Filipina merupakan tonggak sejarah bagi kedua negara. Melalui perjanjian ini, Presiden ingin menunjukkan kepada dunia bahwa sengketa wilayah dapat diselesaikan melalui diplomasi.

Indonesia dan Filipina memiliki perbatasan maritim di perairan sekitar Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Kedua negara memiliki wilayah maritim yang saling berhadapan dan berbatasan. Akibatnya garis batas ZEE tidak bisa mencapai 200 mil. (Baca: Filipina dan Indonesia Tandatangani Perjanjian Maritim Bersejarah)

Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Batas Landas Kontinen Indonesia (BLKI) dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), BLKI ditarik sama lebarnya dengan batas ZEE yaitu 200 mil laut atau paling banyak 350 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. .

Jika kedua negara kepulauan ini sama-sama menarik garis ZEE sepanjang 200 mil di sekitar pulau masing-masing, maka akan terjadi tumpang tindih wilayah di Mindanao bagian selatan dan perlintasan perbatasan di perairan Sulawesi.

Wakil Ketua Forum Demokrasi Bali

Dalam kesempatan itu, Marty mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundang Presiden Benigno Aquino III untuk menghadiri Bali Democracy Forum pada 10 Oktober 2014. Pada forum ini, Filipina akan menjadi co-chair atau ketua bersama dengan Indonesia.

Selain itu, Kepala Negara juga mengundang Presiden Aquino untuk menghadiri acara United Nations Alliance of Civilizations (UNAOC) pada 29-30 Agustus 2014. Acara yang juga digelar di Pulau Bali ini rencananya akan dibuka oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. – Rappler.com

uni togel