Situasi aman, WNI tetap berada di Yaman
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Kondisi di Yaman tidak sepenuhnya buruk. Di Kota Tarim, banyak WNI yang merasa aman sehingga menolak mudik.
BANDUNG, Indonesia — Meski perang berkecamuk di Sanaa, ibu kota Yaman, banyak warga negara Indonesia yang memilih tetap tinggal di Yaman. Mereka tinggal di Yaman Timur, dimana perang belum terasa.
Di Tarim, kota yang terletak sekitar 640 km dari Sana’a atau sekitar 10-12 jam dengan bus, misalnya, sejumlah warga Indonesia masih memilih mengabaikan imbauan evakuasi pemerintah Indonesia dan tidak meninggalkan kota. Berdasarkan website Kementerian Luar Negeri RI, terdapat kurang lebih 1.500 WNI yang tinggal di sana.
“Sehubungan dengan program evakuasi, sebelum perang terjadi, KBRI menawarkan evakuasi gratis kepada seluruh WNI di Tarim. “Tapi tidak ada yang tertarik,” kata Sari Ika Agustina, warga negara Indonesia yang pindah ke Tarim pada tahun 2012 bersama suami dan dua anaknya.
Terkait kabar dievakuasinya 52 WNI oleh Tim Percepatan Evakuasi WNI, Tina mengatakan, mereka umumnya adalah pelajar dan keluarga yang sudah berencana pulang ke Indonesia.
“Dari 1.500 hanya 52 orang. “Rata-rata pelajar atau keluarga berencana mudik,” ujarnya, Senin, 6 April 2015.
Situasi di Tarim normal
Tina mengatakan, kondisi di Tarim normal dan baik. Penyediaan kebutuhan pokok tidak terhambat.
“Memasok makanannya juga normal. Kami ingin membeli banyak dari toko untuk mengisi stok, kata asisten toko TIDAK jangan khawatir Insya Allah TIDAK akan menjadi krisis. Memasok “Banyak pembicaraan orang ke Tarim,” kata Tina.
Mereka yang tetap tinggal merasa bahwa pemukiman mereka aman, dan akan terhindar dari kesulitan untuk kembali ke Yaman jika mereka kembali ke Indonesia.
“Karena sangat sulit mendapatkan visa di sini. Saya juga masih belum yakin program evakuasi kedua ini akan berhasil. Wallahua’lam,” kata perempuan berusia 50 tahun itu.
Menurut Tina, ada ratusan pelajar Indonesia yang bersekolah di Tarim dan Tina beserta keluarganya merupakan satu dari sekitar 40 kepala keluarga yang bukan pelajar.
Sesampainya di Tarim, Tina dikontrak sebagai arsitek dan suaminya, Adam Teguh Santosa (54) sebagai insinyur selama dua tahun. Putri Tina dan Teguh, Diffa (21) dan Dilla (19) bersekolah di pesantren bernama Daaruzzahra. Hingga saat ini, mereka belum memiliki rencana untuk kembali ke Indonesia, meski pihak keluarga di tanah air sudah menyampaikan kekhawatirannya.
“Tapi alhamdulillah mereka bisa menerima penjelasan bahwa di sini aman,” ujarnya.
Terkait kemungkinan meluasnya perang di wilayah Tarim, ia mengatakan WNI di Tarim tetap tenang menyikapi situasi yang berkembang. Hingga saat ini WNI belum melakukan langkah antisipatif kecuali berdoa dan beribadah sesuai teladan warga Tarim, Hb. Umar bin Muhammad bin Hafidz, Pimpinan Pondok Pesantren Daar Al Mustofa.
“Alhamdulillah sejauh ini kami tenang. “Sebagai jamaah, kita semua memperbanyak shalat, amal dan istighfar, sesuai nasehat para teladan kita,” ujarnya. —Rappler.com