• November 27, 2024

Kalbe Farma dan Siloam diduga bersalah salah mengonsumsi obat

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Hasil pemeriksaan DPR dan YPPKI menunjukkan baik RS Siloam maupun Kalbe Farma terindikasi sama-sama bersalah dalam kasus obat campur yang berujung kematian pasien tersebut.

JAKARTA, Indonesia – Berdasarkan hasil pemeriksaan pendahuluan, produsen obat Kalbe Farma dan RS Siloam diduga sama-sama bersalah terkait kasus penyalahgunaan obat yang berujung pada meninggalnya dua pasien.

Investigasi dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI).

Dua pasien meninggal pada bulan Februari setelah menderita kejang tak lama setelah disuntik dengan obat yang diyakini sebagai Buvanest. Salah satunya adalah pasien yang melahirkan melalui operasi caesar.

Sejak awal diduga obat tersebut tertukar. Obat yang diduga Buvanest itu diduga mengandung Kalnex atau asam traneksamat, obat untuk menghentikan pendarahan.

(BACA: Ancaman Narkoba Kalbe Diduga Bunuh Dua Pasien di Siloam)

Marius Widjajarta, Ketua YPKKI, mengatakan sebagian besar obat yang diproduksi Kalbe Farma dalam bentuk ampul tidak mengikuti pedoman cara pembuatan obat yang baik (CPOB) karena di bagian belakang kemasan obat tidak dicantumkan merek, tanggal kadaluwarsa, dan nama. tidak termasuk produsen obatnya. .

“Produknya beda-beda tapi hasil akhirnya sama semua,” kata Marius, Sabtu, 21 Maret 2015.

Hal ini berbahaya karena jika label ampul tercampur, tidak ada cara untuk membedakan obat yang satu dengan obat yang lain.

“Kalau (labelnya) salah tempel nanti tidak tahu lagi kalau tercampur, bahaya sekali,” kata Marius.

Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparringga juga mengatakan hal serupa.

“Kami mengunjungi konsultan produksi Kalbe Farma dan melihat penerapan CPOB. Kami melihat potensi untuk terjadi tercampur. “Penerapan CPOB tidak sesuai harapan,” kata Roy media.

Siloam juga diduga bersalah

Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago mengatakan, hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan kelalaian pihak rumah sakit.

“Di Komisi IX ada teman-teman yang juga dokter. Jadi kami melihat ruang operasi dan ampulnya untuk sampai pada kesimpulan itu, kata Irma.

Kelalaian diduga terjadi pada tahap awal, yaitu pada 3 tahap yang harus dilakukan oleh ahli anestesi.

“Dia mendaftar, waktu habis Dan keluar. kecerobohan ini terjadi dimendaftar, Dimana dokter anestesi memeriksa prosedur anestesi dan pemilihan obat anestesi, kata Irma.

Irma mengatakan, ada dugaan obat bius yang dimasukkan ke dalam jarum suntik itu dilakukan oleh perawat, bukan oleh dokter.

Saat didatangi anggota DPR, Siloam menolak mempertemukan dokter anestesi penyuntik tersebut dengan anggota DPR.

Seharusnya Siloam menawarkan dokter ini sejak awal, karena dialah subjeknya, kata Irma.

(BACA: Kalbe dan Siloam bisa digugat jika salah pengobatan)

Buvanest masih beredar

Meski izin edar Buvanest dicabut BPOM mulai 2 Maret lalu, Buvanest masih beredar di pasaran.

Hasil survei terbaru kami menunjukkan Buvanest masih bisa dibeli di Jakarta, kata Marius.

Kalbe Farma, melakukan penarikan sukarela pada 12 Februari. Selama proses investigasi berlangsung, BPOM membekukan izin edar Buvanest dan kemudian mencabut izin edarnya.

“Iya, izinnya sudah dicabut permanen. Artinya, kami sekarang sedang memusnahkan produk yang telah kami tarik. Bukan kemarin, kan? “Masih disimpan, yang ditarik produknya,” kata Deputi I Bidang Terapi dan Obat BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid, seperti dikutip. Kedua7 Maret 2015. – Rappler.com

Data Pengeluaran Sidney Hari Ini