• November 24, 2024
3 alasan mengapa pemerintah tetap optimis terhadap situasi perekonomian

3 alasan mengapa pemerintah tetap optimis terhadap situasi perekonomian

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Mulai dari paradigma baru pemerintahan Jokowi-JK hingga berbagai kebijakan untuk mendorong konsumsi.

JAKARTA, Indonesia — Saat peluncuran laporan “Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia” edisi Juli 2015 di Jakarta, Rabu, 8 Juli, Bank Dunia kembali menegaskan proyeksi awal bulan lalu bahwa perekonomian Indonesia pada tahun ini hanya tumbuh sebesar 4,7%. akan tumbuh.

Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi Bank Dunia sebelumnya dan target yang ditetapkan pemerintah saat ini, yaitu 5,2%.

(BACA: Bank Dunia pangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia)

Menanggapi laporan Bank Dunia, Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan yang turut hadir dalam acara yang sama mengungkapkan, pemerintah masih optimistis dalam memandang situasi perekonomian saat ini.

Suahazil setidaknya punya 3 alasan.

1. ‘Revolusi spiritual’ pemerintah

Suahazil menegaskan, pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah mengembangkan pola pikir baru dalam perumusan kebijakan ekonomi yang menurutnya lebih sejalan dengan upaya percepatan proses pembangunan.

Hal ini salah satunya tercermin dari keberanian pemerintah memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan menyalurkannya untuk pembangunan infrastruktur.

“Ini adalah pemerintahan baru dengan sikap baru. “Setelah bertahun-tahun, anggaran infrastruktur kini lebih besar dibandingkan anggaran subsidi BBM,” kata Suahazil.

2. Kebijakan baru untuk meningkatkan konsumsi

Lebih lanjut, menurut Suahazil, sejumlah kebijakan baru yang diharapkan dapat mendorong konsumsi masyarakat juga akan segera diterapkan.

Kebijakan yang dimaksud Suahazil antara lain revisi openingkatan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan peningkatan batas atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

(BACA: Tanpa kepercayaan konsumen, peningkatan PTKP tidak akan mendorong konsumsi)

Bank Dunia menduga melemahnya konsumsi masyarakat menjadi salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

3. Iklim investasi yang menguntungkan

Suahazil juga tentang kebangkitan proyeksi dari lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) yang mengubah peringkat iklim investasi Indonesia dari ‘stabil’ menjadi ‘positif’

Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi di dalam negeri masih cukup kondusif untuk menarik arus investasi.

Tak hanya di level proyeksi, Suahazil berharap S&P juga bisa menaikkan peringkat Indonesia. “Ini memang baru prospek tapi kami berharap nanti peringkatjuga akan menyusul,” ujarnya.

Sebelumnya, Bank Dunia menilai pemerintahan baru belum mampu merespons tingginya ekspektasi masyarakat terhadap sektor perekonomian. Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akhirnya melambat.

“Untuk pertama kalinya sejak tahun 2003, anggaran pembangunan infrastruktur lebih tinggi dibandingkan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan pada awalnya pemerintah juga mengumumkan rencana pembangunan infrastruktur yang sangat ambisius.

“Namun seperti kita ketahui bersama, kinerja yang ada belum sesuai dengan ekspektasi,” kata Kepala Ekonom Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop.

Secara internal, menurut Ndiop, hal tersebut ditunjukkan dengan melemahnya konsumsi masyarakat.

Keadaan ini diperparah dengan munculnya tekanan perekonomian dunia akibat melambatnya proses pertumbuhan yang menimpa negara-negara berkembang.

Padahal, pasca krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan Eropa, negara-negara berkembang menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi global.

Rappler.com


link demo slot