• November 12, 2024
Kuasa hukum meminta Komisi Pemberantasan Korupsi membuka rekaman intimidasi di sidang Mahkamah Konstitusi

Kuasa hukum meminta Komisi Pemberantasan Korupsi membuka rekaman intimidasi di sidang Mahkamah Konstitusi

JAKARTA, Indonesia —Pengacara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto meminta pimpinan lembaga antirasuah itu mengungkap catatan dugaan intimidasi terhadap pegawai KPK.

Kuasa hukum Bambang berharap rekaman itu diputar saat persidangan Peninjauan kembali pasal 32 ayat 2 UU No. 30 Tahun 2002 di Mahkamah Konstitusi (MC), Rabu depan, 10 Juni.

Permintaan itu disampaikan melalui surat yang dikirimkan ke MK. “Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk menarik KPK sebagai pihak terkait dan kemudian mengajukan bukti-bukti tersebut kepada KPK karena barang tersebut adalah miliknya,” kata salah seorang pengacara, Asfinawati, kepada Rappler, Selasa, 9 Juni .

Permintaan ini disampaikan setelah Ketua Tim Tugas Penyidikan KPK Novel Baswedan memberikan bukti pada pekan lalu, Senin, 25 Mei.

Dalam kesaksiannya, Novel mengungkapkan polisi mengancamnya dengan kriminalisasi. “Nanti dikriminalisasi, masalah waletnya akan dimintai keterangan,” kata Novel selaku saksi.

Novel kemudian mengatakan, setelah mendapat ancaman, pada 5 Oktober 2012, penyidik ​​polisi melakukan penggerebekan untuk menangkapnya.

Saat itu, Novel sedang mengusut kasus korupsi Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) dengan tersangka Irjen Polisi Djoko Susilo.

Kriminalisasi sejak era Bibit-Chandra

Ketua KPK nonaktif Abraham Samad yang menjadi saksi pekan lalu juga menyebut benih kriminalisasi sudah ada sejak era kepemimpinan Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.

Kemudian upaya kriminalisasi dilanjutkan pada Samad dan Bambang Widjojanto. “Tidak lepas dari perkara pidana murni, karena perkara itu terjadi setelah penetapan tersangka (Komisaris Jenderal) Budi Gunawan,” ujarnya dalam sidang Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, kata Samad, kasus yang menjeratnya merupakan dugaan pemalsuan kartu keluarga pada tahun 2007.

Kasus yang dijeratnya dinilai aneh. “Karena saat kami mendaftar jadi pimpinan KPK sudah selesai lambung kapal sementara. Kami tampak tidak ada tindak pidana,” kata Samad.

Samad yakin, jika kasus Budi Gunawan tidak ditanganinya, ia tidak akan menjadi tersangka.

(BACA: Pimpinan KPK dalam Pusaran Kasus Pidana)

Bambang Widjojanto: Pimpinan KPK rawan kriminalisasi

Kasus yang melibatkan pimpinan KPK saat itu membuat Bambang mengajukan perkara tersebut Peninjauan kembali pasal 32 ayat 2 UU No. 30 tahun 2002 kepada MK.

(BACA: Berkas Bambang Widjojanto Masuk Kejaksaan)

Pasal ini menyebutkan, apabila seorang pimpinan KPK menjadi tersangka tindak pidana, maka ia harus diberhentikan sementara dari jabatannya. Kata sementara kerap dijadikan senjata oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh KPK.

Karena itu, kuasa hukum Bambang menyarankan agar ada kondisi konstitusional dalam artikel ini. “Tindak pidana harus dilakukan pada saat dia menjabat, bukan sebelum dia menjabat,” kata Bambang.

Kedua, harus ada mekanismenya, jangan asal dipecat presiden. Sebab, UU KPK tidak mengatur mekanisme tersebut.

Ketiga, yang dimaksud dengan tindak pidana harus diperjelas. Paling tidak, kuasa hukum meminta agar frasa dugaan tindak pidana dimaknai penerapannya hanya sebatas pada kasus tindak pidana korupsi, terorisme, makar, atau tindak pidana terhadap keamanan negara, perdagangan manusia, dan tindak pidana. tindakan yang berkaitan dengan wewenang.

Ketiga unsur ini penting, kata Bambang, “agar pimpinan KPK selanjutnya tidak dikriminalisasi (lagi)”.

KPK siap memenuhi panggilan MK

Terkait permintaan tersebut, Pj Wakil Ketua Johan Budi SP mengatakan, harus diperjelas dulu, rekaman apa yang dimaksud Bambang? Setelahnya, pimpinan harus mengecek apakah rekaman itu benar-benar ada di Direktorat Pengawasan Intern Komisi Pemberantasan Korupsi seperti yang dimaksud kuasa hukum Bambang.

“Rekaman yang dimaksud belum tentu penyadapan internal. “Jadi kita harus memastikan dulu rekaman mana yang dimaksudkan,” katanya kepada Rappler, Selasa.

Namun, sepengetahuan Johan, jika rekaman yang dimaksud Bambang adalah penyadapan yang dilakukan direktorat internal pegawai KPK dan pimpinan KPK, maka pastikan barang tersebut tidak ada.

Lebih lanjut Johan mengaku siap jika lembaga antirasuah dipanggil menjadi saksi di Mahkamah Konstitusi. Tergantung hakimnya, ujarnya.

Rekamannya harus ada

Jadi apakah rekaman itu benar-benar ada?

“Benar, kami tidak akan menulis surat jika barangnya tidak ada. Pasti ada. Ini SOPnya (Prosedur Operasi Standar) mereka. “Itu adalah hal yang lumrah,” kata Asfinawati.

Asfinawati mencontohkan ketatnya pengamanan di KPK yang menunjukkan lembaga tersebut memantau setiap gerak-gerik pegawainya, termasuk orang-orang yang bersentuhan dengan mereka.

“Kalau Mahkamah Konstitusi mengiyakan, rekamannya pasti didengarkan,” ujarnya.

Akankah Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pengacara Bambang? —Rappler.com

judi bola terpercaya