5 hal yang perlu Anda ketahui tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
- keren989
- 0
Subiakto Priosoedarsono setiap hari menulis, melalui akun media sosialnya, baik Twitter maupun Facebook, hitung mundur pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015. “Hari ini 268 hari menuju persaingan bebas #MEA2015 yang terhitung mulai 1 Januari 2016 di berlaku. Sebaik-baiknya alasan tidak mengubah keadaan. Buang segala alasan, tidak punya modal, tunggu uluran tangan pemerintah, carilah mitra lah. Sudah waktunya tindakan!” Demikian status Facebook Subiakto, hari ini, Rabu, 8 April.
Subiakto dikenal sebagai sosok periklanan kawakan. Dia adalah pendiri dan CEO biro iklan Hotline. Dalam konteks periklanan politik, ia juga dikenal sebagai pionir. Dia menangani merek untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla pada tahun 2004. Dalam bio profil Twitternya, ia menulis bahwa ia memiliki pengalaman 45 tahun membangun merek, countdown MEA 2015, dan merupakan pendiri RumahUKM.
Saya membuka laman RumahUKM.com dan menemukan sejumlah artikel terkait persiapan menjelang MEA 2015. Belakangan ini Subiakto aktif berkeliling kota-kota di Indonesia untuk berbagi ilmu merek untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Dua minggu lalu kami bertemu di Pasar Santa, Jakarta Selatan, menikmati kuliner sambil berdiskusi, lagi-lagi dari sudut pandang UKM dan kesiapan menghadapi MEA 2015.
Hari ini adalah 268 hari menuju kompetisi bebas #MEA2015 yang berlaku mulai 1 Jan 2016. Alasan terbaik tidak mengubah keadaan. Tindakan!
— ☕Subiakto (@Subiakto) 8 April 2015
Saya membuka beberapa jenis kamus dunia maya. MerekBerdasarkan www.wirausaha.com, merupakan kegiatan pemasaran yang melibatkan pembuatan nama yang kreatif, mendesain logo, menciptakan kesan yang kuat di benak pelanggan, dan membedakan satu produk dengan produk lainnya. Menurut Subiakto, proses ini penting dilakukan oleh UKM di Indonesia jika ingin bersaing, khususnya di pasar ASEAN.
Saya semakin menyadari pentingnya mempersiapkan daya saing perusahaan di Indonesia setelah sesi tiga hari bengkel Laporkan ASEAN minggu lalu di Bangkok. Saya mendengarkan sejumlah presentasi dari para ahli, pejabat ASEAN, dan jurnalis yang menjadi peserta dan berkesempatan bersama Laporkan ASEAN.
Di negara-negara seperti Vietnam, Thailand, Singapura, terdapat kegembiraan yang nyata dengan bergabungnya MEA 2015. Tentu saja ada kritik pedas terhadap banyaknya iklan media yang dikeluarkan pemerintah Thailand untuk memasarkan AEC 2015, dibandingkan dengan kesadaran masyarakat akan dampak apa yang akan ditimbulkannya bagi mereka? Untuk pengusaha? Untuk UKM? Untuk konsumen?
Saya yakin ratusan seminar dan diskusi digelar di Indonesia dengan tema kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015. Namun harus diakui, di media sosial yang semakin menjadi rujukan informasi, tidak ada yang secemas Subiakto.
Apa yang perlu kita ketahui tentang MEA 2015?
1. Menurut Roadmap Komunitas ASEAN 2009-2015, “Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), akan menjadikan ASEAN sebagai pasar terpadu, dan menjadi basis produksi di kawasan ini. MEA akan menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif, dengan mekanisme baru dan parameter terukur untuk memperkuat implementasi inisiatif ekonomi yang ada, mempercepat integrasi di sejumlah sektor prioritas, memfasilitasi pergerakan pelaku usaha, melatih pekerja dan memperkuat mekanisme kelembagaan di ASEAN. .” MEA merupakan pasar bagi 630 juta penduduk di kawasan ini, atau pasar terbesar ke-4 di dunia.
2. Mutual Recognition Arrangement (MRA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN yaitu Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Vietnam, Myanmar untuk membuka pergerakan tenaga kerja terlatihnya. Delapan sektor yang saat ini disepakati yaitu jasa teknik (rekayasa), pelayanan keperawatan (perawatan), arsitektur, surveyor, praktik kedokteran gigi, akuntansi, layanan pariwisata dan praktik medis termasuk dokter.
3. Menurut penelitian ASEAN, MEA akan menciptakan 14 juta lapangan kerja baru dan mengurangi biaya produksi sebesar 10-20%. Ini untuk mereka yang bisa memanfaatkan peluang. Siapa yang akan memenangkan persaingan, dan siapa yang akan kalah?
4. Akan ada perebutan investasi asing langsung atau investasi asing langsung (FDI) ke wilayah ini. Penelitian menunjukkan bahwa semakin terintegrasi perekonomian suatu negara dengan perekonomian global, maka semakin besar pula manfaat FDI, dan tidak memerlukan kehadiran sumber daya alam. Singapura memenangkan persaingan FDI di kawasan ASEAN. Jumlahnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
5. Di bidang dunia usaha, MEA akan membuka peluang sekaligus ancaman bagi sektor usaha kecil dan menengah di kawasan ini. Peluang datang dari pasar yang berkembang dan peluang kolaborasi dalam proses rantai pasokan, yang melibatkan lebih dari satu negara sebagai basis produksi untuk mendapatkan efisiensi tenaga kerja dan logistik. Ancaman akan datang jika UKM tidak siap dan pemerintah tidak mendukung mereka melalui regulasi.
Direktur Pusat Penelitian UKM Universitas Trisakti, Tulus H. Tambunan, menulis bahwa UKM merupakan penyedia utama peluang kerja di seluruh negara ASEAN. Di Indonesia kontribusinya sebesar 97,2%, di Vietnam 51,7%, dan di Filipina 61%.
Kontribusi UKM terhadap produk domestik bruto di Indonesia mencapai 58%. Terendah berada di Brunei Darussalam sebesar 23%, Malaysia 36%, Filipina 37%, Thailand 40%, dan Singapura 45%.
Angka yang kurang menggembirakan ada pada sisi ekspor. Bagi Indonesia, kontribusi UKM terhadap total ekspor (tidak termasuk migas) sekitar 16,4%, Malaysia 19,4%, Filipina 10%, Thailand 29,9%, dan Vietnam 20%.
Apa yang harus disiapkan Indonesia
Di semua lini, baik sektor jasa dan barang, usaha besar dan UKM, kesiapan tenaga kerja dan kualitas produk menjadi kunci untuk memenangkan persaingan. Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan kepada sektor tersebut menengah ke bawahyang terkena dampak MEA 2015 adalah sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Saya menghubungi Hanif melalui WhatsApp minggu lalu ketika dia berada di New York, AS, menghadiri sesi Ecosoc, badan sektor ekonomi dan sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Komitmen ini harus kita penuhi karena Indonesia adalah sponsor perjanjian tersebut,” kata Hanif.
Menurut Hanif, Indonesia bersiap menghadapi MEA dengan menerapkan tiga hal.
Pertama, mempercepat peningkatan kompetensi dan daya saing. Kedua, percepatan sertifikasi profesi bagi pekerja. Ketiga, pengendalian terhadap tenaga kerja asing.
Soal sertifikasi dan standardisasi digarisbawahi oleh mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu. “Di sektor pariwisata sebenarnya cukup bagus. Sektor lain, kalau tidak standar, bagaimana bisa di negara lain?” kata Mari Elka saat berbincang di kantor Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Senin 6 April.
Mari Elka melihat peluang ekonomi kreatif Indonesia ketika MEA melakukan kerja sama basis produksi. “Misalnya di industri kreatif berbasis digital. Desain. Hal ini dapat dilakukan dari mana saja. Karena berbasis internet. Pekerja kreatif Indonesia dapat berkolaborasi dalam sistem rantai pasok dengan programmer dari negara tetangga,” kata Mari Elka.
Kemahiran berbahasa merupakan salah satu kompetensi yang menjadi permasalahan. Mirip dengan rencana di Indonesia, di Thailand juga ada rencana untuk menerapkan persyaratan penguasaan bahasa lokal bagi pekerja asing. Peraturan ini ditunda, karena dikhawatirkan akan menimbulkan peraturan bersama.
Thailand kekurangan pekerja perawat, sehingga mungkin akan membuka pasarnya bagi pekerja terlatih dari Filipina yang terbukti di pasar internasional. Thailand mempunyai kelebihan arsitek namun kekurangan akuntan. Indonesia juga menunda penerapan persyaratan penguasaan bahasa daerah.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga berjanji pemerintah akan mendukung kesiapan pelaku UMKM dengan memfasilitasi proses perizinan berusaha yang dinilai penting untuk membuka akses pembiayaan dari perbankan. Bank Dunia juga mengingatkan pentingnya pemerintah Indonesia mempersiapkan UKM dengan kapasitas sumber daya manusia, kualitas produk, dan penguatan permodalan.
Tantangan MEA 2015 bagi UKM adalah akses terhadap pembiayaan, akses terhadap pasar dalam negeri dan negara anggota lainnya, akses terhadap penguasaan teknologi dan kemampuan inovasi, pembangunan infrastruktur yang baik untuk meningkatkan konektivitas, keamanan dalam berusaha dan berinvestasi, investasi pada sumber daya manusia, dan kerangka hukum dan peraturan yang memadai.
Dukungan pemerintah merupakan hal yang penting. Namun tidak semua wilayah dikuasai pemerintah. Misalnya, pertanyaan merek lebih awal. Bahkan Indonesia sebagai negara membutuhkannya merek yang kuat.
Menurut saya, di sinilah peran praktisi ahli seperti Subiakto dan lain-lain. Apa yang dilakukan Subiakto perlu ditiru karena tidak semua UKM melek digital bukan? —Rappler.com
Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.