• October 9, 2024

Ada apa dengan Revolusi Mental?

JAKARTA, Indonesia —Tidak ada orang yang lebih baik dari sosiolog dan Ketua Kelompok Kerja Tim Transisi Revolusi Mental, Paulus Wirotomo, untuk menjawab pertanyaan tentang Revolusi Mental.

Kursi yang Anda duduki itu ditempati oleh Jokowi ketika dia datang ke sini dan meminta saya bergabung dalam Tim Transisi, kata Paulus Wirotomo.

Konsep Revolusi Spiritual yang diusung pada masa kampanye Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada tahun 2014 menjanjikan transformasi nasional melalui peningkatan mentalitas masyarakat untuk Indonesia yang lebih baik.

Sayangnya, apa yang direncanakan Jokowi tidak berjalan sesuai harapan Paulus. Masalahnya hanya satu, program yang tadinya dipimpin langsung oleh Jokowi diserahkan kepada Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang dipimpin Puan Maharani.

“Saya kira dia tidak membaca laporannya (pedoman Revolusi Mental). Bagaimana dia (Puan) bisa menjadi pemimpin (Revolusi Mental)? Revolusi harus dipimpin oleh presiden, bukan menteri yang bisa memimpin. Saya juga bilang itu non-departemen, dan harus di bawah presiden agar bisa bertanggung jawab.”

Dengan Puan memimpin program Revolusi Rohani ini, Paulus ragu apakah kementerian koordinator lain akan menyusul.

Alhasil, salah satu Menko dan semua menterinya seenaknya saja. Berantakan kan, padahal semuanya terikat. “Nah, itulah inti permasalahannya,” kata Paulus.

Namun tahukah Anda apa itu Revolusi Mental versi Jokowi?

Secara sederhana, menurut Paul, Revolusi Rohani sebenarnya membawa kembali nilai-nilai kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan untuk meningkatkan karakter bangsa.

“Manusia memiliki dua jenis nilai: Ideal dan nyata. “Nilai-nilai ideal adalah nilai-nilai yang kita junjung secara normatif, sedangkan nilai-nilai riil adalah nilai-nilai yang pada akhirnya menjadi penggerak perilaku kita,” kata Paulus. “Revolusi Spiritual ini bertujuan untuk mewujudkan cita-cita. “Soal hasil, itu urusan nanti, yang terpenting ada tekad untuk mewujudkannya (mewujudkan).”

Ada 6 nilai yang dipilih untuk menjalankan Revolusi Spiritual Jokowi: Kewarganegaraan berdasarkan kesadaran hak dan kewajiban, kejujuran, kemandirian, kreativitas, gotong royong, saling menghargai. Nilai-nilai tersebut diharapkan menjadikan Indonesia berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan khas dalam kebudayaan.

Keenam nilai ini tidak dipilih secara acak. Tim yang dipimpin Paulus ini menggelar focus group Discussion (FGD) di 3 kota yang melibatkan ratusan pakar, lembaga swadaya masyarakat, pegiat seni, generasi muda, dan perwakilan kelompok masyarakat.

Hasil? 76 halaman menjelaskan 6 nilai tersebut dan strategi implementasinya untuk 5 tahun ke depan.

Revolusi spiritual vs agama?

Ketika istilah ini digunakan oleh Jokowi, beberapa kelompok menuding Jokowi mengadopsi istilah tersebut dari kelompok sosialis komunis yang anti agama. Namun Paulus membantahnya.

“Masyarakat Indonesia menyukai nilai-nilai sakral, namun di sini kami tidak mengedepankan nilai-nilai sakral, melainkan nilai-nilai strategis dan instrumental. Kalau suci, menurut yang ini benar, yang lain benar, ada yang bertengkar, kata Paulus.

“(Enam nilai itu dipilih) bukan karena sakral, tapi karena strategis. “Kami menggunakannya sebagai alat untuk memajukan diri kami, sehingga jika kami berhasil, kami dapat terhubung dengan orang lain,” katanya.

Sasarannya adalah perubahan moralitas masyarakat, bukan hanya moralitas individu.

“Akan jauh kalau kita harus mengekstraknya dari individu. Misalnya untuk masalah pesanan. Mari kita mulai dengan Anda bisa mengantri, ya? “Kamu bukan orang saleh,” kata Paul.

“Jadi orang shaleh itu penting, tapi apakah harus shaleh dulu baru bisa antri? “Saya tidak yakin butuh waktu berapa tahun untuk bisa menjadi shaleh, tapi kalau antri saya yakin bisa lebih cepat,” ujarnya.

Paulus mengatakan, meski Revolusi Rohani tidak memasukkan unsur keagamaan, namun bukan berarti konsep tersebut bertentangan dengan agama.

“Dibedakan bukan berarti ditolak. Agama, kurikulum, keluarga, dibiarkan mengatur (agenda mereka) dan kita akan mengaturnya tambahan agar cepat menyusul,” ujarnya.

Implementasinya bersama pemerintah dan masyarakat

Paul mengatakan, untuk melaksanakan Revolusi Rohani ini, nilai-nilai tersebut harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat harus partisipatif, pemerintah harus membangun infrastruktur yang diperlukan untuk mengelolanya.

“Regulasi yang menghambat atau merusak nilai-nilai bangsa Indonesia harus diubah, sebut saja reformasi birokrasi,” kata Paulus. “Tetapi kita juga perlu meminta partisipasi masyarakat untuk mengembangkan sikap tersebut.”

Untuk meningkatkan partisipasi, nilai-nilai tersebut harus senantiasa diingatkan kepada masyarakat. Nilai-nilai itu juga harus demikian mudah digunakan sehingga dapat menarik seluruh lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Yang jelas tidak boleh seperti pelatihan P4 ala Orde Baru yang membuat peserta mengantuk.

Bagaimana Revolusi Spiritual berlangsung?

Paulus mengatakan, ia tidak bisa membiarkan Revolusi Rohani mati begitu saja karena kesalahan birokrasi. Menurut dia, gerakan sosial ini bisa terus berjalan tanpa bimbingan presiden.

Dalam benak dosen yang gemar bermain musik ini, ada dua hal yang perlu dilakukan:

1. Evaluasi

“Dalam pedomannya, Revolusi Mental harus bisa dievaluasi secara terukur. Jika tidak ada tanggung jawab dan pemantauanitu, tidak ada indikasi keberhasilan, akan Apa yang sedang kamu lakukan Kami? Ujung-ujungnya kita hanya akan menggunakan retorika saja, kata Paulus.

Ia mengaku sedang mempersiapkan indikator-indikator tersebut untuk penilaian tahun pertama.

“Ya, pemerintah TIDAK akan, ya, masyarakat akan melakukannya. Kami berhasil, bersama para ahli yang menginginkannya. Kami juga meminta pihak swasta dan siapapun yang menginginkannya. “Ayo kita umumkan, hasil Revolusi Semangat seperti ini,” ujarnya.

Meski demikian, Paulus menilai pemerintah harus siap melakukan evaluasi dan mengalokasikan dana untuk mengukur pelaksanaannya pada tahun pertama.

2. Portal Revolusi Spiritual

Paul mulai membangun portal Revolusi Mental. Portal ini akan dimiliki sipil masyarakat dan kemandirian. Lembaga pemerintah dan non-pemerintah akan diminta berkontribusi, mulai dari melaporkan apa yang telah dilakukan hingga memberikan informasi mengenai inti dan strategi Revolusi Mental.

“Portal itu pusat interaksi masyarakat karena kita tidak punya rumah, dan saya tidak peduli kalau gerakan Revolusi Mental tidak harus punya kantor, tidak apa-apa, tapi kita punya portal yang aktif dan aktif. diikuti banyak orang, itu sudah cukup,” ujarnya. “Jika Anda atau institusi Anda ingin berpartisipasi, Anda dapat menghubungi saya.”

Apakah Paulus optimis terhadap masa depan Revolusi Rohani?

“Insya’Allah. Saya hanya bisa mengatakan bahwa saya berharap presiden mengingatnya lagi. Tapi saya tanya kawan-kawan, apakah kita yakin Revolusi Mental itu penting bagi bangsa ya? ayo kita lakukan saja” kata Paulus.

“Saya TIDAK Apa pun yang terjadi, saya harus pergi karena tekad kami adalah demi bangsa. Saat kami kalah dari Vietnam. Apa yang gila? Mereka masih berperang beberapa tahun yang lalu. Haruskah kita melanjutkannya (seperti sekarang)? TIDAK saudara laki-laki. Itu sebabnya kita memerlukan Revolusi Spiritual.” —Rappler.com

slot gacor hari ini