• November 28, 2024
Ade Armando yang dituduh menghina agama lewat FB telah ditangkap polisi

Ade Armando yang dituduh menghina agama lewat FB telah ditangkap polisi

Ade Armando membantah tudingan penodaan agama dan menyatakan tidak akan mencabut pernyataannya

JAKARTA, Indonesia — Kriminalisasi melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali terjadi. Kali ini yang menjadi korban adalah dosen komunikasi FISIP UI Ade Armando yang dikenal sebagai aktivis keberagaman.

Reporter Johan Kahn (32) menilai status Facebook Ade menghina Islam.

//

Allah bukan orang Arab. Tentu Allah ridha bila ayat-Nya dibacakan dengan gaya Minang, Ambon, China, Hip Hop, Blues……

Diposting oleh Selamat tinggal Armando pada Selasa, 19 Mei 2015

Beberapa hari setelah status tersebut diunggah, Johan yang menyebut dirinya di profil LinkedIn-nya sebagai prinsipal hukum TV berbayar Transvision milik TransCorp, Ade melapor ke Polda Metro Jaya pada Sabtu 23 Mei 2015.

Bukannya mencabut pernyataannya, Ade yang merupakan mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) itu kembali menyampaikan pendapatnya lewat Twitter.

Awal mula bahasa Al-Quran

Hal ini bermula dari ide Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang mengusulkan untuk membaca Al-Quran, Surat An-Najm 1-15, dengan gaya Jawa pada peringatan Isra Miraj di Istana Negara.

Membaca Al-Quran dengan gaya Jawa telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. Beberapa pihak menyalahkan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, karena mengira itu adalah ide presiden.

Kritik tersebut salah satunya datang dari Ahmad Annuri, pakar hafalan Al-Quran dari Dewan Dakwah Islam Indonesia. Ia menyatakan, pemerintah berupaya meliberalisasi Islam. Menurutnya, kejadian tersebut tidak boleh terulang kembali karena membaca Alquran ala Jawa tidak lazim dan ada kesalahan niat.

Artinya, kami merasa perlu menonjolkan gambaran lagu Indonesia atau Indonesia saat membaca Al-Qur’an, kata Ahmad. media.

Tokoh nasional Syafii Maarif berpendapat berbeda. Menurut diaMembaca Al-Quran ala Jawa memang tidak menjadi masalah.

“Mengapa ini menjadi pertanyaan? sudah bisa hanya budaya. Lagu di Afrika juga beda, kenapa ribut?” ujar Syafii. “Jadi jangan reaksioner, berpikirlah positif, kalau tidak baik coba jelaskan alasannya.”

Ade memasuki kontroversi tersebut dengan mengatakan bahwa membaca Al-Quran bisa dilakukan dengan gaya dari berbagai daerah.

Menyangkal tuduhan penodaan agama

Ade membantah tudingan penodaan agama.

“Kalau isunya hanya apa yang saya tulis di Facebook, tuduhan penodaan agama sangat mudah ditepis,” kata Ade kepada Rappler.

Menurutnya, pemberitaan tersebut sebenarnya merupakan serangan terhadap sesuatu yang lebih luas.

“Dalam status itu, saya akan mempertahankan gagasan Menteri Agama dan memajukan pemerintahan Jokowi. Juga gagasan dari mereka yang mendukung penghormatan terhadap keberagaman. Bisa jadi ini yang diserang, jelas Ade.

Ade pun memberikan penjelasan langsung kepada Johan Kahn tentang arti status Facebook yang menjadi permasalahan.

Namun, kecil kemungkinan Johan akan mencabut laporannya. Ia malah mempersilakan Ade memberikan kejelasan langsung kepada penyidik.

Pengamat: Hati-hati menggunakan UU ITE

Menanggapi kasus yang menimpa Ade Armando dan kasus serupa lainnya, Peneliti Asosiasi Pengawas Peradilan Indonesia Dio Ashar mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menggunakan UU ITE. Pasalnya, undang-undang ini bermasalah karena mengandung “pasal karet”.

“Ini sangat subjektif dan memiliki banyak interpretasi dalam praktiknya, tergantung siapa yang menafsirkannya,” kata Dio kepada Rappler.

“Apalagi jika menyangkut media sosial. UU ITE lahir pada tahun-tahun sebelum adanya media sosial berdarahsehingga sangat mungkin ada poin-poin yang tidak relevan dengan penyebaran informasi melalui media sosial.”

Lalu apakah ini berarti UU ITE perlu direvisi? Dio menyarankan solusi yang paling efektif dan efisien adalah memasukkan solusi perbaikan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang sedang disiapkan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) — Rappler.com


pragmatic play