Agar rupiah tidak mencapai Rp 14.000
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Salah satu cara untuk menghentikan pelemahan rupiah adalah dengan menaikkan suku bunga.
JAKARTA, Indonesia – Rupiah berpotensi terus melemah. “Jika terjadi kenaikan suku bunga The Fed, rupiah bisa anjlok hingga lebih dari Rp 14.000 per US$,” ujarnya. Fithra Faisal, Ekonom Universitas Indonesia untuk Rappler.
Jika Bank Sentral Amerika Serikat atau yang diberi makan memenuhi rencana mereka untuk pergi Tidak ada kebijakan suku bungapelemahan rupiah yang terjadi akhir-akhir ini kemungkinan akan terus berlanjut.
(BACA: Bank Dunia pangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia)
Sebagai langkah pencegahan, Fithra menyarankan agar Bank Indonesia menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin atau 1%. Jika hal itu bisa dilakukan dengan baik secara bertahap, menurutnya rupiah masih bisa bertahan di kisaran Rp 13.200 hingga Rp 13.800 di akhir tahun 2015.
Ekonom Pusat Informasi dan Kajian Pembangunan Umar Juoro tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat Fithra. Menurut dia, kenaikan suku bunga acuan BI akan berdampak negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi.
“Ini ada hubungannya dengan pertumbuhan,” kata Umar. Dia menilai menjaga nilai tukar rupiah tidak semudah menaikkan dan menurunkan suku bunga. Menurutnya, yang lebih penting adalah membentuk ekspektasi pasar yang positif.
“Dalam asumsi makro APBN 2015-2016, pemerintah masih menyebut Rp. 13.200, sedangkan banyak analis Rp. 13.800 hingga di atas Rp. 14.000 diperkirakan. “Ini soal ekspektasi yang berbeda,” kata Umar. Menurutnya, kebijakan pemerintah harus memberikan kepastian agar tidak ada lagi perbedaan harapan.
Pendapat Umar ini sejalan dengan pandangan tersebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha menilai suku bunga acuan di dalam negeri terlalu tinggi. Suku bunga yang tinggi menekan daya saing industri lokal dan pada gilirannya menekan laju pertumbuhan ekonomi.
“Salah satu permasalahan yang akan terus kita bahas ke depan adalah bagaimana penurunan suku bunga perbankan yang dirasa cukup menyulitkan dunia usaha,” kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf baru-baru ini seperti dikutip dari media.
Apakah BI akan menaikkan suku bunga acuan sesuai saran Fithra atau tetap pada level saat ini? Kami masih harus menunggu. Hingga saat ini, belum ada komentar dari Bank Indonesia mengenai permasalahan tersebut.
Dipicu oleh manuver PBOC
Pada Jumat pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) melemah hingga ke level terendah sejak krisis ekonomi tahun 1998. Rupanya, rupiah tidak sendirian.
Data dari Grup Data Pasar WSJ menunjukkan sejumlah mata uang lain di kawasan Asia-Pasifik juga mengalami nasib serupa. Salah satu penyebab utamanya adalah sinyal bank sentral Tiongkok, People’s Bank of China, untuk melonggarkan batas deviasi nilai tukar Yuan.
“Pelemahan massal berbagai mata uang lebih merupakan aspek penyesuaian tanggapan psikologis dibandingkan teknis,” kata Fithra.
Sebelumnya, fluktuasi nilai tukar Yuan akibat apresiasi dan depresiasi dibatasi hanya 2% oleh PBOC. Melalui jumlah tersebut, PBOC akan melakukan intervensi di pasar.
Potensi krisis
Meski demikian, masyarakat tidak perlu khawatir dengan potensi krisis ekonomi seperti yang pernah melanda Indonesia pada tahun 1998. Ada perbedaan mendasar antara keadaan dulu dan sekarang.
“Saat itu rupiah tiba-tiba melemah cukup dalam. Saya melihat pelemahan masih bisa diperkirakan oleh Bank Indonesia kali ini. Itu gigih, tapi cukup mulus karena intervensi BI,” kata Fithra.
Pemerintah sendiri masih tergolong optimistis dalam memandang situasi perekonomian saat ini. Paradigma pemerintah dalam proses pembangunan, potensi peningkatan konsumsi, dan iklim investasi yang baik menjadi landasan optimisme tersebut.— Rappler.com
Baca juga:
3 alasan mengapa pemerintah tetap optimis terhadap situasi perekonomian