• October 5, 2024
Agenda bos IMF Christine Lagarde di Indonesia

Agenda bos IMF Christine Lagarde di Indonesia

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Christine Lagarde, direktur pelaksana IMF, akan berbicara dengan mahasiswa Universitas Indonesia sore ini

Sore ini, Selasa 1 September, Managing Director Dana Moneter Indonesia (IMF) Christine Lagarde akan berbicara di hadapan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

Dalam kunjungannya ke Indonesia, Lagarde akan bertemu dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Ia juga akan menghadiri seminar bertajuk The Future of Asian Finance di Bank Indonesia besok, Rabu, 2 September.

“Seminar ini sudah direncanakan sejak lama, tidak ada hubungannya dengan situasi yang sedang dialami Indonesia saat ini,” kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Mari Elka Pangestu.

Mari, mantan Menteri Perdagangan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), akan menjadi moderator dalam dialog antara Christine Lagarde dan mahasiswa UI. “Dialog ini memberikan kesempatan kepada Managing Director IMF Christine (Lagarde) untuk menyampaikan pandangannya mengenai situasi perekonomian global,” kata Mari kepada Rappler Indonesia, Selasa.

Rappler akan melaporkan secara langsung di Twitter, di akun @RapplerID.

Lagarde mengunjungi Indonesia sebelum berangkat ke Turki untuk menghadiri KTT kelompok G-20. “Forum bersama mahasiswa juga menjadi kesempatan bagi Christine untuk mendapatkan masukan dari mahasiswa mengenai situasi perekonomian dan peran IMF,” kata Mari.

Spekulasi mengenai tujuan kunjungan bos IMF itu muncul dalam beberapa hari terakhir, seiring nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang anjlok di atas Rp14.100 per dolar AS.

Masyarakat Indonesia masih trauma dengan peran IMF ketika krisis ekonomi dan moneter terjadi pada tahun 1998, ketika Direktur Pelaksana IMF Michael Camdessus memaksa Indonesia untuk menandatangani. Surat niat (LoI), yang berisi persyaratan ketat untuk kebijakan ekonomi yang harus diterapkan di Indonesia.

Tidak lama setelah penandatanganan LoI, Presiden Soeharto terpaksa mundur.

Presiden Jokowi berkali-kali meyakinkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia pada krisis 1998 dan 2008 sangat berbeda dengan kondisi saat ini. Kemarin, Senin, 31 Agustus, saat bertemu dengan redaksi ekonomi di Istana Negara, hal serupa kembali diutarakan Jokowi. —Rappler.com