• September 19, 2024

Akankah Jokowi mendorong inovasi teknologi jika berkunjung ke Gorontalo?

Kunjungan pertama Presiden Joko “Jokowi” Widodo ke Gorontalo, Kamis dan Jumat pekan lalu, merupakan agenda yang cukup padat. Ia tak hanya membuka Majelis Nasional Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia. Seperti biasa, Jokowi mengunjungi beberapa lokasi strategis yang dikenal dengan istilah blusukan. Ia pun melirik Jalan Lingkar Luar Gorontalo yang biasa disingkat GORR, singkatan dari Jalan Lingkar Luar Gorontalo.

Membangun GORR merupakan rencana jangka panjang. Jalan lingkar sepanjang 45 kilometer merupakan salah satu kegiatan prioritas pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun karena keterbatasan dana, pembangunannya tidak berjalan lancar.

Gubernur Gorontalo Rusli Habibie saat ditemui Jokowi mengatakan dibutuhkan dana Rp 500 miliar untuk menyelesaikan pembangunan GORR. Jokowi dengan santai menjawab jumlah yang diminta sedikit. “Kami akan minta paling banyak Rp 200 miliar setahun. Dengan mengalihkan subsidi BBM, kita bisa menghemat triliunan rupiah. “Kita bisa mengalihkan subsidi yang tadinya untuk sektor konsumen ke sektor produktif,” ujarnya.

Gorontalo hanyalah sebagian kecil dari rencana raksasa pemerintah untuk menambah panjang jalan. Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimulyono, Indonesia harus memiliki jaringan jalan tol sepanjang 6.115 kilometer pada tahun 2025. Investasi tersebut membutuhkan Rp 713 triliun.

Sebagian besar jalan tol tersebut berada di Pulau Sumatera yang panjangnya 2.865 kilometer. Sedangkan untuk Pulau Jawa, panjang tol yang akan dibangun sepanjang 2.815 kilometer. Jalan tol di Pulau Jawa ini membentang dari Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi, atau membentang dari Merak di sisi barat hingga Banyuwangi di sisi timur.

Infrastruktur, infrastruktur, infrastruktur

//

Masifnya aktivitas pemerintah dalam pembangunan infrastruktur ini mengingatkan saya pada periode pertama kepemimpinan SBY-Jusuf Kalla pada tahun 2004-2009. Dalam pertemuan dengan Pemimpin Redaksi media massa, Kalla mengatakan pemerintahannya akan banyak membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan pembangkit listrik.

Putusan JK saat itu kira-kira seperti ini, “Pembangunan jalan memerlukan semen, baja, batu, pasir, dan sebagainya. Sektor keuangan sendiri juga akan bangkit. Karena perusahaan membutuhkan uang dari bank. Dengan dibangunnya jalan, banyak sektor juga akan bergerak.” Untuk itu bank harus memberikan bunga yang rendah.

JK juga mempunyai pengaruh besar terhadap keputusan pemerintah yang mencanangkan program pengembangan listrik 10.000 MW. Tahun ini, lebih dari lima tahun setelah program tersebut dicanangkan, pembangunan 10.000 MW masih belum rampung. Namun JK menyiapkan program baru: Pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW.

Prinsipnya: Infrastruktur. Infrastruktur. Infrastruktur. Atau istilahnya Jokowi: Kerja, kerja, kerja.

Pembangunan jalan dan berbagai infrastruktur lain sebagai penggerak perekonomian sebenarnya bukan hal baru. Hal ini sebenarnya seperti formula lama para pengikut Keynesian.

Belajar dari Amerika

Jika Anda membaca literatur klasik mengenai pemerintahan di Amerika Serikat pada era Franklin D. Roosevelt, Anda akan menemukan bahwa pemulihan Amerika dari Depresi Besar juga disebabkan oleh pengeluaran pemerintah.

Di Miller Center, sebuah lembaga penelitian kepresidenan Amerika yang dijalankan oleh Universitas Virginia, Anda dapat menemukan referensi menarik tentang bagaimana gerakan Roosevelt membawa Amerika keluar dari depresi. Roosevelt dilantik sebagai presiden pada tahun 1933 ketika perekonomian Amerika sedang dalam krisis.

Dalam program 100 harinya, FDR mengadakan beberapa program. Bagi masyarakat miskin, FDR memberikan bantuan langsung tunai serta kesempatan kerja. Di bidang industri, ia melakukan reformasi di bidang keuangan dan perbankan.

Di akhir masa jabatan keduanya sebagai presiden, FDR menekankan perlunya peningkatan belanja pemerintah untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.

Lesunya perekonomian Amerika dapat dilihat dari angka-angka berikut: Pengangguran meningkat dari 14,3% pada tahun 1937 menjadi 19,0% pada tahun 1938; produksi industri turun 37% sejak tahun 1937; pendapatan keluarga rata-rata turun 15%.

Pada bulan Februari 1938, Kongres AS membentuk AAA (Undang-Undang Penyesuaian Pertanian). Ini adalah undang-undang yang bertujuan membantu petani yang kesulitan. Hakikat undang-undang tersebut adalah memberikan jaminan jika produk pertanian mengalami bencana alam, agar petani tidak bangkrut; serta memberikan subsidi kepada petani yang produksinya turun.

FDR mendapat persetujuan kongres untuk membelanjakan US$3,75 miliar, dibagi menjadi dua program: Administrasi Pekerjaan Umum dan Administrasi Program Pekerjaan.

Berbagai kegiatan yang dilakukan FDR disebut-sebut sebagai “program paling ambisius dan terluas di Amerika”. Jutaan pengangguran terlibat, pembangunan jalan, gedung-gedung publik dan gedung-gedung dilakukan.

Faktanya, pemerintah menciptakan Proyek Federal Nomor Satu: Seniman diminta berakting dalam drama, penulis skenario diminta membuat cerita, pakar sastra diminta membuat buku, sutradara diminta membuat film. Semua didanai oleh pemerintah AS.

Dari sisi infrastruktur, peran pemerintah seperti FDR di Amerika yang tampaknya digencarkan oleh Jokowi-JK, melalui pembangunan pelabuhan, jalan, bandara, dan pembangkit listrik.

Namun permasalahan pembangunan infrastruktur bukan hanya persoalan pendanaan, birokrasi, dan perencanaan. Ada masalah lain yang bisa mempercepatnya, yaitu penerapan teknologi. Teknologi lama, untuk membuat jalan beraspal, diperlukan lapisan makadam di bagian bawah, disusul batu-batu kecil di atasnya, lalu pasir, lalu aspal.

Penggunaan semen untuk konstruksi jalan terbukti menghasilkan jalan yang lebih kuat. Di salah satu ruas Jalan Casablanca, Jakarta, terdapat ruas jalan yang panjangnya sekitar 500 meter. Sebagian jalan ini merupakan terowongan di bawah Jalan DI Panjaitan yang menghubungkan Cawang hingga Tanjung Priok.

Selama bertahun-tahun, ruas ini menjadi pusat kemacetan karena selalu rusak saat musim hujan tiba. Apalagi jika Jakarta dilanda banjir, pasti ruas ini hancur. Aspalnya terkelupas karena terkena air.

Ini, terima kasih Tuhan, jalanan cukup awet setelah aspal diganti dengan semen, menggunakan teknologi dari pabrik semen Holcim. Teknologi ini disebut sebagai jeritan kecepatan. Hanya dalam waktu delapan jam setelah dibangun, jalan tersebut sudah bisa dilalui.

Jika jalan di pantai utara Jawa yang selalu berlubang sepanjang tahun diganti dari aspal menjadi beton, biaya pemeliharaan pasti akan jauh berkurang. Jalan dengan teknologi beton hampir tidak ada perawatannya. Awalnya mahal, tetapi tahan lama dan lebih mudah perawatannya.

Inovasi harus didorong

Inovasi atau penemuan teknologi baru di bidang konstruksi sipil sangat minim. Inovasi baru dapat mempersingkat waktu konstruksi, mengurangi biaya pemeliharaan atau memperpanjang umur produk konstruksi.

Penemuan teknologi yang terkenal dalam bidang teknik konstruksi sipil di Indonesia sudah cukup tua yaitu teknologi pondasi cakar ayam yang dikembangkan oleh Prof. Ir. Sedijatmo pada tahun 1961 atau 53 tahun yang lalu. Teknologi ini memiliki keunggulan karena dapat digunakan pada area lunak. Ratusan menara PLN kini berdiri kokoh menggunakan teknologi tersebut.

Teknologi baru lainnya ditemukan oleh insinyur ITB yang menjabat Direktur BUMN PT Hutama Karya, Ir. Tjokorda Raka Sukawati. Ia merupakan keturunan raja dari Puri Ubud, Bali. Sebulan lalu, tepatnya pada 11 November 2014, Tjokorda meninggal dunia di istananya.

Teknologi Sosrobahu pada dasarnya digunakan untuk memutar lengan penyangga jalan, biasanya secara tumpang tindih. Saat membangun, lengan diletakkan sejajar dengan jalan. Setelah selesai, lengan baru diputar. Cara ini sangat bermanfaat, agar lalu lintas tidak harus ditutup saat flyover dibangun. Ratusan bahu penyangga pesawat Cawang-Tanjung Priok berhasil didirikan hingga saat ini.

Dr. Ir. Wiryanto Dewobroto, pakar konstruksi sipil yang juga dosen Universitas Pelita Harapan Jakarta, mengatakan salah satu kelebihan Tjokorda Raka Sukawati adalah keberaniannya bereksperimen.

”Inovasi seperti itu di luar negeri bisa dengan mudah dilakukan, karena simulasi bisa dilakukan terlebih dahulu di laboratorium. Di Indonesia belum ada laboratorium berkapasitas besar. Lalu bagaimana bisa inovasi itu berhasil jika tidak ada laboratorium?” tanya alumnus Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada ini. DR Wiryanto kebetulan teman suami saya.

Pak Tjokorda sukses, meski hanya mengandalkan ide-ide yang diciptakannya, ujarnya.

Wiryanto mengatakan, siapa pun yang menguasai fisika bisa berpikir seperti yang dilakukan Tjokorda.

“Dengan teori gesekan sederhana hal ini dapat diwujudkan dalam kasus nyata. “Pemahaman ilmunya ditambah keyakinan yang kuat bahwa hal itu akan menjadi kenyataan menunjukkan keberaniannya menerapkannya di lapangan,” ujarnya.

Tjokorda Raka Sukawati mendapat gelar doktor di bidang teknik sipil pada tahun 1996 dari Universitas Gadjah Mada yang juga merupakan almamater Presiden Jokowi.

Jika pertumbuhan Indonesia ingin tinggi maka pembangunan infrastruktur harus digenjot. Kalau mau pembangunan infrastruktur lancar, jangan lupa, dunia riset juga harus diasah. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


judi bola terpercaya