• September 7, 2024
Anak-anak saya terpaksa menghirup asap di Riau

Anak-anak saya terpaksa menghirup asap di Riau

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Kepada Pak Jokowi, dari lubuk hati yang paling dalam, selama tiga bulan di sini hidup kami lumpuh pak. Kita berharap kehadiran Pak Jokowi tidak sekadar berharap asap, kita berharap pemerintah pusat benar-benar memberikan perhatian kepada daerah, seperti Riau.

Saya ayah dari dua anak berusia 4 dan 1,5 tahun yang tinggal di Pekanbaru. Saat menulis artikel ini, saya didiagnosis mengidap penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) oleh dokter di pos kesehatan korban bencana asap di kawasan Purna MTQ Pekanbaru.

Pos tersebut didirikan oleh PT April Group, salah satu perusahaan perkebunan swasta besar di Riau.

Saya diberi vitamin dan obat demam oleh dokter.

Saya curiga saya terkena asap ketika saya harus memasang spanduk untuk bisnis pengajaran bahasa Inggris saya ketika asapnya sangat tebal. Saya terpaksa melepas masker karena ketat saat harus mendaki. Ya, aku harus melakukannya, karena tenggat waktu bekerja.

Saat itu, 7 Oktober, jarak pandang sekitar 100 meter. Pada hari yang sama, Pemerintah Provinsi Riau menyatakan bahwa selama sepekan di Riau sudah tidak ada titik api (zero hotspot). Saat Riau diberitakan nihil titik api, warga Pekanbaru tak lagi memakai masker. Namun yang terjadi justru asapnya semakin tebal. Warnanya kuning selama 3 hari.

Asap di Riau dikirim dari Sumsel dan Jambi.

Dua balita juga dilaporkan meninggal karena gagal napas dalam dua bulan terakhir sejak bencana asap.

saya mulai jalan melihat anak bungsu, Aluna, pilek dan mata berair. Aluna terkena flu 4 hari yang lalu. Aluna juga tidak bersin. Saya bawa ke dokter, dan Aluna diberi vitamin. Menurut dokter, kondisi Aluna masih baik.

Saya khawatir dengan Aluna karena dua minggu lalu asap masuk ke kamar tidur. Aktivitas saat bangun pagi antara lain mengendus asap saat membuka pintu kamar, mendeteksi bau, dan memeriksa jendela secara visual untuk mengecek kondisi asap di luar rumah.

Setelah itu tunggu SMS dari pihak sekolah, apakah masih libur atau sudah boleh bersekolah. Termasuk anak saya Adim yang bersekolah di TK, Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru sudah dua bulan tutup.

Aku tidak mengkhawatirkan kondisi kesehatan Adim seperti aku mengkhawatirkan Aluna, namun aku mulai mengkhawatirkan kondisi psikologis Adim karena dia mulai menelepon dan menyebut nama teman-teman sekelasnya. Mungkin Adim rindu bermain di halaman sekolah, berlarian bersama teman-temannya.

Saya akhirnya harus mengajak Adim keluar bersama saya ke tempat kerja untuk menghilangkan kebosanannya dan karena tidak ada orang yang menjaganya di rumah. Padahal yang saya tahu, Adim berisiko tertular ISPA karena harus menghirup asap. Tapi aku tidak punya pilihan.

Selain Adim dan Aluna, saya juga sering teringat istri saya yang tidak mau memakai masker. Padahal beliau mempunyai riwayat penyakit asma. Dia biasanya menggunakan hijabnya sebagai topeng.

Wanita itu hampir tidak memikirkan dirinya sendiri kecuali anak kami. Sebaliknya istri saya mengeluh, kenapa tidak ada masker untuk anak-anak? Hampir semua masker ukuran dewasa.

Saat ini, kami pastikan, pasokan oksigen atau bantuan oksigen dari pemerintah di Riau belum mencukupi. Kami tidak tahu bagaimana melewati beberapa hari ke depan tanpa oksigen yang cukup.

Saya pribadi berharap pemerintah mengantisipasi kebakaran ini dalam jangka panjang. Kepada Pak Jokowi, dari lubuk hati yang paling dalam, selama tiga bulan di sini hidup kami lumpuh pak. Kita berharap kehadiran Pak Jokowi tidak sekadar berharap asap, kita berharap pemerintah pusat benar-benar memberikan perhatian kepada daerah, seperti Riau.

Kami warga Riau juga berharap, semoga ada lagi bantuan masker dan tabung oksigen, sehingga besok bisa bernapas. —Rappler.com

BACA JUGA:

slot demo pragmatic