• November 25, 2024

Apa jadinya mobil listrik di era Jokowi?

Dua pekan terakhir sebenarnya ada kabar positif dari Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Ini tentang pengembangan mobil nasional. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan Indonesia tidak akan memproduksi mobil seperti raksasa otomotif dunia.

Presiden Jokowi meminta agar pengembangan mobil nasional diarahkan pada mobil perkebunan atau angkutan pedesaan. Untuk itu pengembangan mobil Esemka akan dijadikan model. Alasan Jokowi, tak mungkin bisa bersaing dengan perusahaan mobil asal Amerika, Jepang, atau Eropa.

“Kita terlambat bersaing,” kata Sofyan, usai pertemuan di Istana Kepresidenan, 25 Februari lalu.

Hal ini merupakan perkembangan positif dari kemeriahan yang muncul saat Presiden berkunjung ke Malaysia dan menyaksikan penandatanganan kerjasama studi kelayakan pengembangan mobil nasional antara PT Adiperkasa Citra Lestari dan Proton.

Nuansa yang muncul mengingatkan masyarakat akan kolaborasi dengan pabrikan mobil asal Korea Selatan, KIA, di era Presiden Soeharto. Pemerintah harusnya memberikan banyak insentif termasuk keringanan bea masuk.

Proton merupakan produsen mobil yang dikembangkan pada era Perdana Menteri Malaysia Datuk Mohamad Mahathir. Proyek mobil nasional Malaysia ini kontroversial karena didukung oleh insentif yang luar biasa, termasuk pajak. Bahkan, Proton dianggap gagal.

Lalu mengapa Indonesia mengembangkan mobil nasional dengan pabrikan yang sedang kesulitan? Kebingungan mengenai kolaborasi ini bisa dibaca di sini.

Mengembangkan mobil listrik?

Sikap Presiden Jokowi diapresiasi Prof. Saturnus. Mantan Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menilai pengembangan Esemka untuk transportasi pedesaan merupakan kebijakan yang tepat.

“Transportasi pedesaan tidak memerlukan bentuk atau kemasan yang mewah, seperti di mobil kota atau mobil kota. Yang penting mesin berfungsi dengan baik, harga terjangkau, kata Zuhal.

Pekan ini saya bertemu Zuhal di kantornya, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kami berbicara tentang perkembangan mobil nasional.

“Yang perlu dikembangkan Indonesia sebenarnya adalah mobil listrik. Kendalanya adalah penyiapan infrastruktur stasiun pengisian baterai sebagai sumber energi, kata Zuhal.

Rencana pengembangan mobil listrik sebenarnya sudah ada pada era pemerintahan SBY. Zuhal mengatakan, saat menjabat Ketua KIN, dirinya dipanggil Presiden SBY untuk menanyakan strategi pengembangan mobil nasional.

Mobil listrik dipilih karena tidak terlalu tertinggal jauh dibandingkan negara lain yang sudah mengembangkannya, yakni Amerika Serikat dan Jepang. Indonesia mempunyai keunggulan komparatif karena pasarnya yang besar.

Amerika dan Jepang sudah mulai mengembangkannya, namun belum memiliki waktu yang tepat untuk memasarkannya secara besar-besaran. “Berpura-puraMasalahnya, baterai lithium yang ada hanya cukup untuk menempuh jarak 150 km setelah diisi seharian, kata Zuhal. Artinya jarak perjalanan Jakarta-Bandung saja tidak cukup.

“Yang perlu dikembangkan Indonesia sebenarnya adalah mobil listrik. Kendalanya adalah penyiapan infrastruktur stasiun pengisian baterai sebagai sumber energi.

Untuk Indonesia, jika baterai diisi dengan sumber listrik di rumah yang menggunakan arus listrik dari PLN, timbul masalah. “Tujuan pengembangan mobil listrik adalah untuk mengurangi konsumsi energi fosil yang merupakan sumber pembangkit listrik kita. Jika kamu-mengenakan biaya “Kalau listrik PLN percuma,” kata Zuhal.

Di Jepang telah dikembangkan baterai lithium yang menggunakan energi matahari. Pengembangan mobil listrik merupakan bagian dari strategi pembangunan masyarakat rendah karbon.

Menurut Zuhal, SBY mendukung upaya pengembangan mobil listrik, dan diminta menyiapkan infrastruktur. “Mobil listrik bertujuan untuk menggantikan angkutan umum seperti bus dan taksi. “Karena lebih mudah,” kata Zuhal.

Mengingat tujuannya untuk angkutan umum, maka pajak impor bisa dengan mudah dikurangi, termasuk pembebasan pajak baterai yang menjadi “nyawa” mobil listrik, karena bermanfaat bagi banyak orang.

Percakapan dengan Zuhal mengingatkan saya pada kunjungan ke Kasai Energy Green Park di Osaka, Jepang, Oktober 2012. Kunjungan itu saya tulis untuk viva.co.id, ini tautannya.

Mengapa mobil listrik sepertinya sedang sekarat?  Foto oleh zuhal.id

KIN, kata Zuhal, merekomendasikan agar pemerintah mengalokasikan sejumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan teknologi untuk mengembangkan berbasis baterai teknologi nano. Dengan cara ini, dapat dihasilkan baterai yang mampu menempuh jarak 500 kilometer. Mirip dengan kemampuan mobil yang tangki bensinnya penuh.

Ada 5 universitas yang bertugas mengembangkan kendaraan listrik untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap bahan bakar minyak (BBM): Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Sebelas Maret, Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Indonesia (UI). Rp 76 miliar dicuri dari masing-masingnya untuk penelitian ini.

Pada pertengahan tahun 2012, Dasep Ahmadi, seorang insinyur asal Depok, mengembangkan mobil listrik. Secara teknis, mobil listrik ini memiliki sejumlah keunggulan. Jarak 150 km dapat ditempuh dalam satu periode memuat (4-5 jam pengisian penuh atau 30 menit dengan sistem cepat). Ditenagai 36 baterai lithium-ion berkapasitas 21 kWh, mobil ini sangat fleksibel untuk diisi dayanya di rumah dengan tegangan 220 V.

Ahmadi 5.0, sebutan mobil listrik ini, diuji langsung oleh Menteri Negara BUMN saat itu, Dahlan Iskan, dan ditargetkan menjadi mobil nasional dengan produksi 5.000 hingga 10.000 unit pada tahap awal untuk dapat digunakan. .

Mobil Dasep Ahmadi dinilai lebih irit. Meskipun harganya di jalan Rp 200 juta, namun biaya operasional diperkirakan hanya Rp 50-60 ribu per bulan karena tidak membutuhkan bahan bakar. Sangat murah.

Namun, hal tersebut bukanlah obat mujarab yang membuat mobil ini bisa menggeser dominasi mobil BBM. Dari segi produksi, mobil listrik Ahmadi 5.0 masih harus mengandalkan 50 persen komponen impor. Padahal pajak pertambahan nilai untuk komponen tersebut mencapai 10 persen.

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa harga mobil listrik cukup mahal. Pertanyaannya: Siapkah pemerintah memberikan subsidi atau insentif pajak? Zuhal menceritakan hal ini secara tertulis Situs pribadinya ada di sini.

Tesla Motors juga mengalami masalah baterai. Padahal, mobil tersebut sangat laris di pasaran.

Elon Musk, CEO Tesla Motors, yang ambisinya dinilai mirip dengan karakter Tony Stark di film tersebut Manusia Besi yang gemar menciptakan produk-produk berteknologi tinggi dengan visi masa depan, memilih mendirikan pabrik baterai sendiri agar bisa terlibat langsung dalam penelitian. Musk memiliki gelar di bidang ekonomi dan fisika. Tahun lalu, harga mobil listrik produksi Tesla dibanderol sekitar Rp 770 juta per unit, terbilang mahal untuk angkutan kota meski kemasannya mewah.

Tesla Motor berencana menjual mobilnya di Indonesia tahun ini dengan harga sekitar Rp 900 jutaan. Durasi? Tentu saja.

Pada tahap pertama, mobil listrik sepertinya akan dinikmati oleh mereka yang punya banyak uang dan ingin mengoleksi mobil yang “beda”. Kesadaran akan gaya hidup yang ingin berkontribusi terhadap lingkungan juga semakin meningkat di kalangan kelas menengah Indonesia. Hal ini juga menjadi peluang bagi Tesla di Indonesia.

Bagi masyarakat luas, harga bahan bakar yang semakin murah dalam beberapa bulan terakhir menjadi disinsentif bagi mobil listrik.

“Ya, itu tergantung pada kita. “Apakah pemerintah dan masyarakat mempunyai visi yang sama untuk mengurangi emisi karbon?” ujar Zuhal.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia menunjukkan antusiasme produksi mobil berbahan bakar fosil masih tinggi. Angka tersebut akan mencapai 1,25 juta pada tahun 2014.

Apakah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika akan menurunkan produksi dan penjualan mobil di tahun 2015? —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


Pengeluaran Sidney