Apa pendapat kritikus KPK tentang visi kepemimpinannya?
- keren989
- 0
Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempertimbangkan rekam jejak calon pemimpin yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
JAKARTA, Indonesia – Kedua kandidat ini disebut-sebut mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun nama mereka masuk dalam daftar calon pimpinan lembaga antirasuah itu.
Siapa saja mereka, bagaimana rekam jejaknya, dan apa saja yang ditawarkan untuk memperkuat KPK?
Rappler mewawancarai politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Yani dan Yotje Mende, Irjen Kapolda Papua (Kapolda). di sela-sela ujian objektif dan makalah tertulis di Gedung Sekretariat Negara, Cipete, Rabu, 8 Juli.
Ahmad Yani dan Gagasan UU Penyadapan
Dalam catatan media, Ahmad Yani pernah protes ke KPK karena telepon genggamnya disadap. Menurutnya, penyadapan tersebut merampas haknya untuk menyampaikan pendapat.
“Apa salahku hingga ponselku disadap?” katanya seperti dikutip pada tahun 2013 Cakupan 6.
Ahmad Yani merupakan anggota Komisi III DPR RI bidang hukum yang rajin melakukan perubahan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan harmonisasi badan legislatif (Baleg) DPR dalam rangka September 2012.
Dalam rancangan Komisi III tersebut, DPR secara tegas ingin menghilangkan fungsi kewenangan penuntutan KPK, penyadapan harus diperbolehkan oleh pengadilan, dan pembentukan dewan pengawas KPK.
Misi ini rupanya dilanjutkan oleh Ahmad Yani. Dalam wawancara dengan Rappler hari ini, ia kembali menyatakan bahwa penyadapan harus diatur secara khusus.
“Saya dari dulu ingin penyadapan diatur dalam undang-undang tersendiri karena yang melakukan penyadapan bukan hanya KPK tapi juga kepolisian, Badan Narkotika Nasional,” ujarnya.
Ia meyakini, selama ini masih terjadi penyadapan tanpa memperhatikan tanda-tanda tertentu. “SOP diperlukan (Prosedur Operasi Standar) yang diatur secara jelas dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga hal tersebut tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan,” dia berkata.
Yotje Mende ingin pimpinan KPK tidak emosi
Yotje Mende, Irjen Pol Papua (Kapolda), merupakan salah satu tokoh senior di Mabes Polri. Beliau merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1981.
Ia dikenal sebagai seorang polisi yang fokus pada karirnya sebagai detektif. Setelah lulus akademi, Yotje langsung menjadi Sersan Polda 96 Yogyakarta, Polda Jawa Tengah.
Ia menjabat sebagai Kasubdit Narkoba Bareskrim Polri dan Kepala Unit I Ditresnarkoba Bareskrim Polri, hingga kemudian dilantik menjadi orang nomor satu di Polda Papua.
Dalam wawancaranya dengan Rappler hari ini, ia mengungkapkan bahwa secara pribadi seorang pimpinan KPK harus berpegang teguh pada etika dan moral, serta tidak emosional.
Ia mengkritik Pimpinan KPK nonaktif Abraham Samad yang menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan (saat ini Wakil Kapolri) sebagai tersangka kasus dugaan RUU Gemuk.
“Ketika saya melihat ke sini, saya menjadi emosional, karena ‘saya’ berkuasa.” “Padahal kasusnya sudah diproses, kenapa tidak ada pengawasan, kenapa tidak ada koordinasi, tiba-tiba jadi tersangka, tapi bukti awal saja tidak cukup,” kata Yotje.
Katanya, faktor emosional tidak seharusnya ada.
“Yang perlu dilaksanakan adalah tunjukkan dengan paksa institusi, dan bagaimana kita tidak menghina institusi itu sendiri,” ujarnya.
Panitia KPK: Rekor kinerja akan diperhatikan
Menyikapi perbedaan visi calon pimpinan KPK, Ketua Panitia Seleksi Destry Damayanti menegaskan, rekam jejak para kontestan akan diperhitungkan, termasuk yang diyakini masyarakat memiliki rekam jejak yang dapat melemahkan KPK.
“Ini menjadi pertimbangan karena kami juga meminta tanggapan masyarakat. “Jangan sampai kita memilih orang yang tidak baik dan mudah dijatuhkan,” ujarnya.
Ke depan, Pansel ingin pimpinan KPK mampu memberantas korupsi dan mengembalikan wibawa lembaga antirasuah tersebut. —Rappler.com