• October 5, 2024

Apa yang harus dilakukan jika Anda menjadi korban pemerkosaan dalam rumah tangga

Ini adalah ringkasan buatan AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteks, selalu merujuk ke artikel lengkap.

Kekerasan seksual dalam pernikahan bukanlah sesuatu yang dibuat-buat. Inilah yang harus dilakukan jika Anda adalah korbannya.

Beberapa hari terakhir ini Indonesia digemparkan dengan kabar seorang wanita yang diperkosa oleh suaminya di Denpasar, Bali. Pengadilan Negeri Denpasar akhirnya memenjarakan pria tersebut, Tohari, selama 5 bulan karena memaksa istrinya berhubungan badan.

Kasus ini bukanlah yang pertama. Kasus perkosaan dalam pernikahan, atau dalam bentuk jamak disebut perkosaan dalam pernikahan, Hal ini banyak terjadi, namun jarang dilaporkan ke pihak berwajib.

Bentuk kekerasannya bermacam-macam, ada yang berupa pemaksaan, aktivitas seksual yang menyimpang, dan lain-lain.

(BACA: Kekerasan dalam pacaran adalah fenomena bisu di Indonesia)

Bahkan, pemaksaan seksual termasuk dalam tindakan kekerasan dalam rumah tangga (DVD). Pemaksaan tersebut diatur dalam Pasal 8 (a) dan Pasal 66 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Bagian 8(a) berbunyi: Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c termasuk pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang hidup dalam lingkup rumah tangga tersebut..

Sedangkan pasal 46 berbunyi: “Barangsiapa melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36 juta.”

Mengapa ini terjadi? Berikut penjelasan dari Komisioner Komnas Perempuan Ninik Rahayu di dalam Situs web Komnas Perempuan:

“Dalam hubungan rumah tangga, pemahaman yang berkembang adalah bahwa hubungan seksual hanyalah kewajiban perempuan. Oleh karena itu, dalam keadaan apa pun mereka tidak boleh menolak ketika suaminya meminta layanan seksual.

Wanita juga diharapkan dapat melayani suaminya dengan baik. Tuntutan ini memuncak dalam ketaatan pada semua kehendak manusia. Pemahaman umum ini juga didukung oleh interpretasi budaya dan agama yang menempatkan perempuan hanya pada fungsi reproduksinya. Sedangkan fungsi seksual perempuan terabaikan.

Dalam kondisi ini dan seringkali atas nama ‘ibadah’, perempuan dipaksa untuk menyetujui semua perintah suaminya, termasuk ketika mereka berhubungan seks.”

Jika Anda menjadi korban kekerasan jenis ini, apa yang harus Anda lakukan?

1. Jangan menyalahkan diri sendiri

Menurut Ninik, Hal pertama yang harus dilakukan korban ketika mengalami perkosaan adalah tidak menyalahkan dirinya sendiri. Pemerkosaan bukan salah korbannya, tapi pelakunya.

2. Siapkan bukti-bukti yang diperlukan

Jika Anda mulai merasa menjadi korban kekerasan, mulailah mengumpulkan bukti yang Anda butuhkan.

Menurut pasal 184 KUHAP, alat bukti meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk dan keterangan terdakwa. Namun, ada pengecualian dalam kasus kekerasan seksual dalam rumah tangga dengan suami pelaku, dimana pengakuan terdakwa tidak diperlukan.

3. Carilah mediasi

Jika masih ada kesempatan untuk berdiskusi secara internal, Anda bisa mencoba melakukan mediasi dengan pelaku.

“Bagus diselesaikan di ranah privat, tapi kalau mediasi mentok atau ya lebih baik dibawa ke ranah hukum,” kata Komisioner Komnas Perempuan Masruchah. Detik.com.

Namun, jika perlakuan kasar pasangan Anda tidak kunjung berubah atau malah semakin parah, jangan ragu untuk menempuh jalur hukum. Ingat, Anda harus melindungi diri sendiri.

4. Laporkan ke pihak berwajib

Jika Anda tidak tahu harus mulai dari mana, Anda bisa meminta bantuan lembaga hukum atau lembaga lain yang menangani kekerasan terhadap perempuan, seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) atau Komnas Perempuan.

Ingat, Anda harus berani untuk diri sendiri dan orang-orang terdekat Anda. Jangan takut, kamu tidak sendiri, banyak yang bisa dan mau membantumu.

—Rappler.com


daftar sbobet