• November 22, 2024

Apa yang terjadi dengan ASEAN setelah Soeharto dan Lee Kuan Yew?

Pada bulan Oktober 1978, Australia berencana mengubah peraturan penerbangan sipilnya, yang menetapkan bahwa hanya Qantas dan British Airways yang dapat mengangkut penumpang dari satu titik keberangkatan ke tujuan antara Australia dan Inggris, dan dengan harga tiket yang sangat murah.

Maskapai lain dari negara yang dijadikan lokasi transit, seperti Singapura dan ibu kota negara lain di kawasan ASEAN, tidak termasuk. Peraturan Australia mengatur bahwa penumpang yang ingin menikmati harga tiket murah tidak boleh transit atau berangkat dari bandara di ibu kota ASEAN.

Saat itu, negara-negara ASEAN dengan suara bulat menolak aturan baru yang diterapkan oleh Otoritas Penerbangan Sipil Australia. Yang terkena dampak langsung dari aturan Australia jika diterapkan adalah Singapura dan Thailand, karena Singapore Airlines dan Thai Airways terancam tidak lagi mengangkut penumpang dari Singapura dan Bangkok ke Australia.

Indonesia menunjukkan solidaritasnya dengan mengancam agar maskapai penerbangan Australia tidak diperbolehkan melewati wilayah udara Indonesia. Wakil Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhamad juga mengungkapkan kemarahannya atas rencana Australia. Sikap garis keras Malaysia juga dipicu oleh protes yang terjadi saat Mahathir dan Perdana Menteri Tun Razak mengunjungi Australia.

Perang diplomatik sengit yang diwarnai kata-kata tajam terjadi antara pejabat ASEAN dan Australia, sehingga memaksa Menteri Luar Negeri Australia saat itu Andrew Peacock turun tangan untuk merayu para pemimpin ASEAN.

Singkatnya, Australia telah membatalkan rencana untuk mengubah peraturan penerbangan sipil yang membatasi peluang maskapai penerbangan di negara-negara ASEAN untuk mengangkut penumpang ke dan dari Australia. “Ini adalah salah satu pelajaran dari solidaritas ASEAN,” kata Lee Kuan Yew.

Perdana menteri pertama Singapura, yang juga merupakan bapak pendiri Singapura modern, menceritakan hal ini dalam memoarnya Dari Dunia Ketiga ke Dunia Pertama, Kisah Singapura 1965-2000di halaman 372-373.

Lee Kuan Yew, yang memimpin Singapura selama 31 tahun sejak 1959, meninggal dunia pada 23 Maret 2015 di usia 91 tahun. Ia menulis tentang ASEAN, Perhimpunan Bangsa-Bangsa di kawasan Asia Tenggara, dalam bab berjudul ASEAN, awal yang tidak menjanjikan, masa depan yang menjanjikan.

ASEAN didirikan pada bulan Agustus 1967. Tahun ini memasuki tahun ke-48. Awalnya terdiri dari lima negara, kini berkembang menjadi 10 negara, dan akan ditambah satu negara baru yaitu Timor Leste. Pada akhir tahun ini, ASEAN akan menandai babak baru sebagai komunitas yang terintegrasi dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC).

ASEAN sejak awal didirikan atas tiga pilar, yaitu pilar ekonomi, sosial, dan budaya.

Dalam perkembangannya, solidaritas ASEAN ditunjukkan dalam proses-proses yang bernuansa politik, seperti dorongan demokrasi di Myanmar, sengketa perbatasan, serta berbagai negosiasi tarif dan non-tarif terkait perdagangan antar negara anggota.

Para pejabat tinggi ASEAN menggunakan acara olahraga di lapangan golf sebagai sarana lobi yang efektif, dan bahkan sebagai forum santai untuk bernyanyi bersama. Pegawai negeri sipil ASEAN menghadapi kesulitan dalam mencapai konsensus. Jika itu tidak berhasil, setidaknya berjanjilah untuk mencari solusi lain.

Peran Indonesia di ASEAN

Lee Kuan Yew mengenang, Soeharto yang memimpin negara terbesar di ASEAN menunjukkan itikad baik dengan tidak bertindak suka memerintah, yaitu memaksakan kehendak seseorang. Hal ini membuat Indonesia mudah diterima sebagai pemimpin di ASEAN.

Begitu pula dengan perjalanan ASEAN yang juga penuh duri dan duri, khususnya dalam hubungan antar negara anggota. Malaysia dan Indonesia selalu dilanda kontroversi terkait perlakuan perusahaan dan pejabat Malaysia terhadap pekerja migran asal Indonesia, serta asap kebakaran hutan di wilayah Indonesia.

(BACA: Lee Kuan Yew, Soeharto dan Krisis 1997 – 1998)

Hubungan Indonesia dan Singapura terkadang tegang karena isu perjanjian ekstradisi yang tidak pernah disepakati, dan persepsi bahwa negara tetangga ini telah menjadi surga bagi orang-orang kaya Indonesia yang terlibat dalam bisnis kriminal untuk mempertahankan kekayaan mereka. Ketika suhu politik memanas, hubungan dalam kerangka ASEAN menjadi peredam hubungan tersebut.

Kerja sama di masa sulit juga merupakan ujian. Ketika terjadi bencana alam di kawasan ini, termasuk di Indonesia, tawaran bantuan terlebih dahulu datang dari negara tetangga. Ketika Indonesia dan Thailand dilanda krisis moneter pada tahun 1997-1998, Singapura yang merupakan pusat keuangan di kawasan ini melakukan intervensi.

Masih banyak cerita lainnya, dan semua itu mungkin terjadi berkat interaksi antar pemimpin ASEAN.

Pasca Soeharto dan LKY

Soeharto dan Lee Kuan Yew telah tiada. Tokoh senior awal terbentuknya ASEAN yang menonjol dan masih hidup adalah Mahathir Mohamad yang sudah tidak lagi mempunyai pengaruh kuat di pusat kekuasaan di Malaysia, meskipun ia tetap dihormati sebagai tokoh senior di UMNO, partai politik yang berkuasa di Malaysia. Malaysia.

Beberapa kepala negara di ASEAN kini juga menduduki posisi yang tidak terlalu populer dan sibuk dengan permasalahan domestik di negaranya. Kondisi tersebut pernah dialami oleh Presiden Filipina Benigno Aquino, serta pemerintahan Thailand yang kini dikuasai militer. Perdana Menteri Malaysia Nadjib Razak juga menghadapi situasi sulit, popularitasnya menurun. Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang baru berkuasa lima bulan juga dirundung berbagai permasalahan.

Persoalan lainnya adalah persaingan dari Trans Pacific Partnership yang diprakarsai oleh AS dan mendapat minat dari beberapa negara anggota, seperti Vietnam. Indonesia di era Susilo Bambang Yudhoyono sangat bangga dengan statusnya sebagai negara anggota kelompok G-20.

Bagaimana masa depan ASEAN dan implementasi MEA 2015? Inilah pertanyaan yang muncul. Sesi diskusi pada acara ASEAN Media Forum Reporting yang diselenggarakan selama tiga hari (31 Maret – 2 April) di Bangkok memaparkan perkembangan terkini mengenai ASEAN dengan penekanan pada MEA 2015.

(BACA: Apakah Isu Perbudakan Penangkapan Ikan Menggegerkan Pejabat ASEAN dan Masyarakat?)

“Permasalahan politik dalam negeri dikhawatirkan akan mengganggu fokus dan komitmen para pemimpin negara untuk mengejar target 100% implementasi cetak biru MEA. Menurut saya, 80% yang sudah dicapai saat ini sudah bagus. Sisanya adalah bagian tersulit. Dan mungkin hal tersebut baru akan tercapai dalam beberapa tahun ke depan,” kata Jayant Menon, ekonom di kantor regional Asian Development Bank untuk integrasi ekonomi.

Misalnya, negosiasi yang paling sulit adalah mengenai peraturan tarif.

Sentimen mengenai siapa yang akan menjadi pemenang dan siapa yang akan kalah dari manfaat integrasi ekonomi menghantui masyarakat dan pemerintah di negara-negara anggota. Ma Alcestis Mangahas, wakil direktur ILO, organisasi buruh internasional untuk kawasan Asia-Pasifik, mengatakan jika MEA berlaku, hanya 1% angkatan kerja yang akan terkena dampaknya, dari total angkatan kerja yang ada.

Angka tersebut cukup menenteramkan, karena sebelumnya ada kekhawatiran negara-negara yang kurang siap akan kebanjiran tenaga kerja asing, karena pintu masuknya arus tenaga kerja terbuka.

MEA 2015 akan menjadikan wilayah berpenduduk 630 juta jiwa ini sebagai basis produksi terbesar kedua setelah Tiongkok. Integrasi ekonomi diperkirakan dapat menurunkan biaya produksi sebesar 10-20%. Siapa yang mendapat manfaat lebih besar terlihat dari keseriusan pemerintah dalam menyiapkan sektor-sektor yang berdaya saing, baik barang dan jasa, serta sumber daya manusia.

Moe Thuzar, kepala penelitian di Pusat Studi ASEAN di Singapura, menjelaskan data bahwa semakin terbuka perekonomian negara-negara anggota ASEAN selama ini, semakin besar pula manfaat yang mereka peroleh, termasuk dari investasi asing langsung (foreign direct investment).investasi asing langsung).

Kemajuan indeks pembangunan manusia di wilayah ini juga mengalami peningkatan, seperti terlihat pada tabel di bawah ini (paparan Moe Thuzar):

Peningkatan HDI, pertumbuhan ekonomi yang pesat, industrialisasi dan perubahan agraria merupakan indikator transformasi ASEAN. Ada catatan. Menurut Carl Middleton, dosen Chulalongkorn University, Bangkok, pencapaian negara-negara ASEAN dibayangi oleh ketimpangan yang terjadi di dalam masing-masing negara, maupun antar negara. Kita tahu bahwa situasi politik, ekonomi, dan sosial di 10 negara ASEAN juga berbeda-beda.

Tantangan MEA 2015

Forum Media Pelaporan ASEAN 2015 di Bangkok, Thailand.  Foto oleh Uni Lubis

Memasuki usia 48 tahun dan mulai berlakunya MEA 2015, tantangan bagi ASEAN adalah: Pertumbuhan ekonomi diharapkan semakin inklusif dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

Tantangan lainnya adalah kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk di kawasan ASEAN dan perlindungan hak asasi manusia. Seringkali ekspansi ekonomi dan bisnis korporasi lintas batas di kawasan ini mengorbankan penderitaan masyarakat biasa. Carl Middleton mencontohkan pembukaan industri gula yang melibatkan dua negara anggota.

Tantangan lainnya adalah pembangunan lingkungan berkelanjutan. Juga transformasi dari industri yang berbasis eksploitasi sumber daya alam dan mengandalkan upah buruh yang murah, menjadi industri yang berbasis inovasi dan pengetahuan.

Terdapat sejumlah tantangan lain, termasuk beragamnya tingkat akses terhadap keadilan antar negara anggota. Tantangan terbesarnya tentu saja bagi para pemimpin di negara-negara ASEAN, yaitu meyakinkan para pemangku kepentingan di negaranya masing-masing mengenai manfaat integrasi ASEAN. Para pebisnis yang mempunyai kepentingan terhadap kelangsungan usahanya menyikapinya dengan lebih serius.

Sektor informal? Ini menyisakan banyak pekerjaan rumah. Menurut Bram Press, direktur MAP Foundation yang meneliti kondisi pekerja migran di ASEAN, terdapat 8 juta pekerja migran yang tidak memiliki keterampilan khusus. Mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sebanyak 43% adalah perempuan. Mereka berada dalam kondisi rentan, tanpa perlindungan akibat perbedaan peraturan antar negara anggota.

Banyak prestasi yang diraih, serta sejumlah rekor gemilang. ASEAN yang dimulai dengan enggan, awal yang tidak menjanjikantelah berkembang menjadi kekuatan gabungan yang dianggap serius oleh kekuatan lain.

Masa depan yang menjanjikan, masa depan yang menjanjikan, tergantung bagaimana pemangku kepentingan memanfaatkan peluang yang ada. Jangan bergantung pada pemerintah, itu juga kuncinya. —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


Pengeluaran SDY