• September 20, 2024
AS Roma vs Barcelona: The Wolves menunggu keajaiban

AS Roma vs Barcelona: The Wolves menunggu keajaiban

JAKARTA, Indonesia – Setiap kali Barcelona bermain, pertanyaan besarnya adalah sejauh mana lawan mampu menekannya. Sebab kemenangan Barca adalah hal biasa. Dominasi mereka membuat kemenangan terasa seperti sebuah pelepasan bawaan tim Catalonia.

Di Liga Champions mereka punya tradisi yang kuat. Sudah 5 kali Si Kuping Besar—julukan trofi Liga Champions—dibawa ke loker Camp Nou.

Musim terakhir mendapatkan tiket Barca semakin sempurna dengan kedatangan Luis Suarez dari Liverpool. Pemain asal Uruguay itu menambahkan dimensi permainan yang belum pernah ada sebelumnya. Ia mampu mengakomodasi umpan-umpan langsung, umpan-umpan panjang, hingga menambah kekuatan lini depan untuk berduel dengan pemain bertahan yang tangguh.

Singkatnya, versi terbaru mendapatkan tiket adalah kehadiran Suarez. Mereka tidak lagi fokus pada penguasaan bola absolut dan umpan-umpan pendek, namun lebih langsung, tajam, kuatdan efisien.

Ditunjukkan, mendapatkan tiket baru di era ini pelatih (Pelatih) Luis Enrique berhasil mencapai hal tersebut pemenang tiga kali lipat atau tiga trofi dalam satu musim.

Jadi siapa yang bisa menghentikan mereka musim ini?

Roma mungkin akan melakukannya. Atau setidaknya menghambat. Barca akan berkunjung ke rumah Dan Lupi alias para serigala—julukan Roma—Kamis, 17 September dini hari, pada laga pertamanya di grup E Liga Champions.

Tim asuhan Rudi Garcia harus mampu menahan serangan Barca jika ingin menjaga asa lolos ke babak selanjutnya. Jika terpeleset, bukan tidak mungkin kunci penerus Bayern Leverkusen, tim kuda hitam Grup E, bisa meraih kemenangan.

Inspirasi dari Atletico Madrid

Musim ini, Luis Enrique tak banyak mengubah formasi Barca. Mereka masih bermain dengan formasi 4-3-3. Namun komposisi dan fungsi sejumlah pemainnya mengalami sedikit perubahan.

Trio sentral terdiri dari Ivan Rakitic di kanan, Sergio Busquets di tengah, dan Andres Iniesta di kiri.

Posisi Busquets ditempatkan lebih ke belakang. Ia membentuk pola segitiga pertahanan dengan dua bek tengah di belakangnya. Sementara Iniesta dan Rakitic lebih banyak membantu serangan.

Posisi Messi juga lebih cair. Ia tak selalu dipasang di sayap kanan. Terkadang ia ditempatkan lebih ke belakang untuk mengisi posisi Rakitic. Tujuannya adalah menjauhkannya dari tekanan bek lawan agar bisa lebih banyak membawa bola.

Hal itu terlihat pada laga terakhir mereka di Divisi Primera melawan Atletico Madrid, 12 September. Pemain berpaspor Argentina itu tidak tampil sejak menit pertama. Ia baru masuk pada menit ke-60 menggantikan Rakitic. 17 menit kemudian dia mencetak gol kemenangan setelah menerima membantu dari Luis Suarez.

Meski menggantikan Rakitic di sisi kanan, Messi lebih banyak beroperasi di sisi kiri pada pertandingan ini. Pergerakannya membuat bek Atletico bingung. Haruskah mereka mendorongnya atau menunggunya dengan memasang garis pertahanan rendah.

Meski akhirnya kalah 1-2, strategi Atletico bisa ditiru AS Roma. Pelatih Diego Simeone berlari tekanan ketat pada pemain Barca di area pertahanannya. Saat menyerang, pemain Atletico pun menghadirkan banyak opsi. Saat bertahan, mereka meninggalkan Fernando Torres di depan.

Kecepatan transisi antara bertahan dan menyerang menjadi salah satu kunci sukses membendung Barca. Rupanya, Barca baru bisa mencetak gol kemenangan pada menit ke-77.

Torres menunjukkan kunci serangan Barca saat mencetak gol di laga itu. Gelandang Atletico itu memberikan umpan terobosan kepada dua bek tengah Barca, Gerard Pique dan Mascherano, yang mulai melambat. Torres mengajak keduanya bertarung Lari cepat sebelum membobol gawang Marc-Andre ter Stegen.

Selain itu, Simeone juga banyak menumpuk gelandang di lini tengah. Saat Messi masuk, formasi 4-4-2 Atletico berubah menjadi 4-5-1. Dengan banyaknya pemain di lini tengah, Simeone berharap pasukannya bisa meredam serangan Barca dari sayap.

Pelatih asal Argentina itu juga tidak menggunakan strategi garis pertahanan tinggi seperti lawan-lawan Barca untuk berebut penguasaan bola. Pasalnya strategi tersebut justru akan menjadi sasaran empuk bagi trio MSN (Messi-Suarez-Neymar) yang bermain dengan umpan-umpan terobosan cepat.

Pemain sayap Roma sedang dalam masalah

Kekuatan menakutkan Barca adalah serangan trio MSN dari sayap. Oleh karena itu Roma membutuhkannya punggung penuh dan sayap pertahanan yang kuat. Kalau tidak, itu akan menjadi bulan MSN.

Masalahnya, sayap Roma belum terintegrasi ke dalam tim. Mohamed Salah yang direkrut dari Chelsea memang tak bisa diharapkan. Selain kemampuan ofensifnya yang belum terlalu terlihat, ia juga belum teruji dalam bermain bertahan. Apalagi yang dihadapi kali ini adalah tim sekaliber Barca.

Karena itu, pelatih Rudi Garcia tidak menjanjikan banyak hal. Ia pun tak sesumbar timnya bisa mengalahkan Blaugrana. Selain itu, mereka dikalahkan 0-3 saat tampil pada laga pramusim di Juan Gamper Trophy.

“Semua orang tahu bahwa Barcelona adalah mesin yang menakutkan. Mereka hampir pasti dianggap menyapu semua pertandingan grup dengan kemenangan. Namun dalam sepakbola selalu ada keajaiban. Kami menantikannya,” kata Garcia ESPN.

Laga ini akan menjadi reuni bagi Luis Enrique. Sebelum menangani Barca, ia pernah menangani AS Roma, meski akhirnya gagal. Hingga kini, publik Olympico masih sangat menghormatinya.

“Roma ini bukanlah Roma yang sama yang mengalahkan kami di Joan Gamper Trophy. Intensitas pertandingan pramusim dan pertandingan kompetitif seperti ini sangat berbeda. Apalagi banyak pemain baru yang tidak tampil di turnamen Agustus lalu kini memperkuat Roma, kata Enrique seperti dikutip dari situs resmi klub.

Akankah keajaiban datang, atau publik Olympico harus menelan pil pahit dari reuni mereka dengan Enrique?

Susunan prediksi

AS Roma (4-2-3-1)

Szczesny; Florenzi, Rudiger, Manolas, Digne; Nainggolan, Rossi; Gervinho, Falque, Salah; Dzeko.

Pelatih: Rudi Garcia

Barcelona (4-3-3)

gang; Roberto, Pique, Mascherano, Alba; Rakitic, Busquets, Iniesta; Messi, Suarez, Neymar.

Pelatih: Luis Enrique.—Rappler.com

BACA JUGA:

slot demo pragmatic