Bagaimana cara Jokowi menyusun kabinet barunya?
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Tanya Jawab bersama Djayadi Hanan, Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina
Dalam pidatonya usai dilantik pada Senin, 20 Oktober, Presiden Joko Widodo mengajak masyarakat Indonesia untuk “bekerja, bekerja, dan bekerja”.
Jokowi, begitu sapaan akrabnya, juga harus bekerja keras membentuk kabinet menteri yang mampu melaksanakan agenda reformasinya, termasuk memberantas korupsi yang mengakar.
Di bawah ini adalah Q&A dengan Djayadi HananDosen Ilmu Politik Universitas Paramadina sekaligus Direktur Riset TPS Saiful Mujani Research and Consulting.
Seberapa pentingkah pemilihan menteri kabinet bagi reformasi dan demokrasi Indonesia?
Para menteri kabinet akan menentukan sejauh mana presiden baru dapat melaksanakan agenda utamanya. Jokowi mempunyai rencana untuk meningkatkan pembangunan sumber daya manusia; menaikkan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi sekitar 7%; dan untuk lebih memberantas korupsi.
Para menteri kabinet harus merupakan individu yang tidak hanya kompeten secara profesional tetapi juga bersih. Mereka harus memiliki komitmen yang jelas untuk bekerja dan berorientasi pada manusia.
Para menteri akan menentukan apakah birokrasi bisa direformasi dan bisa direformasi. Birokrasi sebagian besar masih merupakan sisa-sisa era otoriter dan penolakannya terhadap reformasi sangat jelas. Para menteri dapat memimpin reformasi lebih lanjut di seluruh aspek kegiatan birokrasi dan memastikan reformasi tersebut dilaksanakan.
Akankah Jokowi bisa menghindari politik transaksional dalam memilih menteri kabinetnya?
Kita akan melihatnya di langkah selanjutnya. Setelah memilih menteri kabinetnya, ia harus membuktikan dirinya dalam 100 hari pertama programnya dan dalam pendekatannya terhadap kerja sama dengan koalisi lawan.
Sebelum pelantikannya, Jokowi bertemu dengan lawannya yang kalah dalam Pilpres, Prabowo Subianto. Jika melihat apa yang dilakukannya dalam sepekan terakhir, kita melihat ia mampu memutus stagnasi komunikasi politik melalui partainya.
Saya kira Jokowi punya kemampuan untuk bertindak sendiri sebagai dirinya sendiri. Ia berhasil meyakinkan para pemimpin koalisi lawan untuk bertemu dan memastikan kondisi pelantikannya menguntungkan. Ia menunjukkan kemampuannya dalam bertindak dan mengambil keputusan dalam hal cara berkomunikasi dengan elit politik penting lainnya dan pemain veto.
Politik transaksional nampaknya tidak bisa dihindari. Ia mengumumkan akan memberikan sekitar 16 jabatan menteri kepada partai politik yang mendukungnya. Itu saja sudah transaksional. Tantangan terbesar ke depan adalah memastikan seluruh menteri, termasuk dari partai politik, bisa bekerja sepenuhnya sesuai instruksinya.
Jokowi sempat mengatakan akan memprioritaskan isu-isu dalam negeri, tapi bagaimana peran Indonesia dalam isu-isu global bisa terbentuk di bawah kepemimpinan Jokowi?
Prioritasnya pada isu-isu dalam negeri otomatis akan melibatkan aktor-aktor internasional, regional dan global. Misalnya, fokusnya pada pembangunan maritim akan menyentuh isu-isu terkait negara tetangga. Misalnya, isu pembangunan perikanan juga akan berkaitan dengan isu bagaimana nelayan dari negara lain dapat menangkap ikan di laut atau wilayah maritim Indonesia.
Ia juga akan fokus pada pembangunan demokrasi di Indonesia. Masalah ini juga akan sangat terkait dengan hubungan internasional. Dia akan bekerja sama untuk kemajuan demokrasi di kawasan Asia Tenggara. Dalam skala yang lebih global, ia dapat berupaya meningkatkan peran Indonesia dalam demokratisasi di negara-negara mayoritas Muslim.
Dengan fokus Jokowi pada isu-isu dalam negeri, kebijakan luar negeri Indonesia akan bergantung pada menteri luar negeri yang kompeten. Apa analisis Anda terhadap nama-nama yang beredar saat ini?
Saya rasa semua nama itu kompeten dari segi konten dan punya koneksi internasional yang baik. Marty Natalegawa mungkin mempunyai beberapa kelebihan karena beliau menjabat sebagai Menteri Luar Negeri saat ini dan mengetahui apa yang harus dilakukan agar Indonesia dapat berperan lebih besar dalam menciptakan kancah internasional yang lebih dinamis namun seimbang (dynamic keseimbangan). Namun pilihan ada di tangan Jokowi, karena itu adalah keputusan politiknya.
Artikel ini awalnya diterbitkan pada Percakapan, sumber berita dan pandangan independen, yang diambil dari komunitas akademis dan peneliti dan disampaikan langsung kepada publik. Membaca artikel asli.