• November 22, 2024

Bagaimana Nasib Calon Kapolri Badrodin?

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menghadiri rapat konsultasi dengan anggota Majelis Nasional (DPR) siang tadi. Ada dua agenda utama, yakni kekosongan jabatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.

Ada pula rencana membahas peraturan pemerintahan pengganti untuk menjerat pengikut Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Pertemuan ini digelar di tengah kontroversi Peraturan Presiden (Perpres) no. 39 Tahun 2015 tentang Tunjangan Angsuran Kendaraan PNS. Website Sekretariat Negara mempublikasikan kronologis lahirnya Keputusan Presiden tersebut itu.

Perpres ini menuai kritik karena dianggap boros dan bertentangan dengan semangat efisiensi yang ditunjukkan pemerintah, termasuk misalnya kebijakan pelarangan pertemuan pemerintah di hotel. “Tidak semua hal itu saya ketahui 100 persen. Artinya, hal-hal seperti itu harus ada di kementerian. Kementerianpertunjukan apakah berdampak baik atau buruk bagi negara ini,” kata Jokowi, Minggu, 5 April.

“Haruskah aku memeriksanya satu per satu? Artinya, tidak perlu ada pengurus lagi jika presiden masih ada memeriksa satu per satu,” ujarnya, seperti dikutip Kompas.com.

Jokowi membantah melewatkan kebijakan yang memicu kontroversi kali ini. Dia hanya menjelaskan, setiap kebijakan yang melibatkan uang pemerintah dalam jumlah besar harus dibahas dalam rapat terbatas atau rapat kabinet.

“Jangan dipermainkan seperti itu,” katanya.

(BACA: Jokowi Tak Tahu Isi Keputusan Presiden Kenaikan Tarif Mobil Pejabat)

Ketika saya membaca pernyataan ini, saya teringat saat saya sedang mengerjakan skripsi di Institut Pertanian Bogor (IPB) 31 tahun lalu. Salah satu pembimbing saya dalam skripsinya yang berkaitan dengan koperasi di daerah perhutanan sosial di hutan di Jawa Tengah adalah dr. Bungaran Saragih, saat itu dosen top IPB. Karena sibuk dan sibuk, sering kali dosen pembimbing kami harus mengejarnya untuk mendapatkan persetujuan draft skripsi ke berbagai tempat, termasuk ke tempat parkir, ketika Pak Bungaran ingin pergi ke tempat pertemuan lain. Kalau begitu, Pak Bungaran (yang kemudian menjadi Menteri Pertanian di era Presiden Megawati Sukarnoputri) akan mengomentari isinya saat penandatanganan draf tersebut. Dia membaca draf yang disajikan sebelumnya.

Inikah kondisi yang dialami pejabat yang meminta tanda tangan Presiden? Didorong? Saya sulit mempercayai hal ini. Siapa yang berani memaksa presiden untuk menandatangani?

Jokowi dengan tegas membantah ketinggalan. Dia menyalahkan anak buahnya. Belum jelas apakah yang digerebek itu Kementerian Keuangan atau Kementerian Sekretariat Negara.

Siapa yang berani memaksa presiden untuk menandatangani? Jokowi membantah ketinggalan. Dia menyalahkan anak buahnya.

Logika sederhananya, jika Kementerian Teknis dalam hal ini Menteri Keuangan memberikan pertimbangan seperti yang diminta dalam surat Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto pada 28 Januari 2015, dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro membalas pada 18 Februari 2015, maka jawabannya adalah kembali dibahas oleh para pejabat di Istana, dalam hal ini setidaknya Sekretaris Kabinet dan Sekretaris Negara, sebelum ditandatangani oleh Presiden.

Pertimbangan yang diberikan Kementerian Keuangan tentu saja berdasarkan pos anggaran yang tersedia dan efisiensi alokasi. Tak heran, besaran yang diajukan Ketua DPR Setyanto Novanto, sesuai suratnya tertanggal 5 Januari 2015, adalah Rp 250 juta per kendaraan. Dalam Perpres dikurangi menjadi Rp 210.890.000.

Kantor Presiden, setelah menerima pertimbangan teknis tersebut, harus mempertimbangkan pertimbangan politik. Diterimanya usulan Ketua DPR yang dinilai mewakili aspirasi lembaga legislatif itu merupakan pertimbangan politik. Presiden Jokowi berada dalam posisi yang membutuhkan dukungan penuh dari Senayan, kantor perwakilan rakyat. Selanjutnya pertimbangan politik adalah soal citra presiden di mata masyarakat. Jokowi dinilai mengeluarkan kebijakan yang bernuansa pemborosan. Tidak peka terhadap kondisi sebagian masyarakat yang menghadapi kendala akibat kenaikan harga mulai dari BBM hingga gas elpiji.

Kontroversi muncul karena respons Jokowi yang cenderung menyalahkan bawahan. Wajar jika ada yang mempertanyakan, jika Perpres itu ditandatangani tanpa membaca apalagi memahami isinya, bagaimana dengan dokumen lainnya? Data terpidana yang divonis hukuman mati? Apakah Jokowi sudah membaca jelas informasi mengenai dua terpidana mati asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang keduanya divonis karena ketahuan membawa heroin dari Bali ke Australia, dan bukan sebaliknya?

Duo Bali Nine memang bersalah membawa heroin. Tapi tidak untuk dipasarkan di Indonesia, lalu apakah layak mendapat hukuman mati?

Apakah Jokowi juga sudah mempelajari berkas terkait hukuman mati Mary-Jane Veloso asal Filipina? Siapa yang sejak awal ujian tidak diberi hak untuk mendapatkan penerjemah dalam bahasa yang dikuasainya sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang? Bahkan dalam persidangan, pengadilan menyediakan penerjemah bagi mahasiswa yang belum memiliki izin penerjemah resmi dari Ikatan Penerjemah Indonesia. Apakah Jokowi punya informasi lengkap tentang siapa Mary-Jane Veloso?

Apakah Jokowi juga membaca dengan cermat surat usulan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kapolri yang kemudian menuai kontroversi selama dua bulan? Ya, kita dapat mengajukan banyak pertanyaan tentang hal ini.

Bagusnya, Presiden masih mau mengoreksinya. Pagi ini, anggota DPR PDI-P Pramono Anung mencuit lewat akun Twitternya:

Pramono dipercaya Megawati Sukarnoputri sebagai pengurus partai yang menjadi penghubung Koalisi Merah Putih pimpinan Prabowo Subianto dan juga dengan Presiden Jokowi yang dicalonkan Koalisi Indonesia Raya pimpinan Megawati. Hal itu saya konfirmasi ke Pramono Anung.

Jika Perpres 39/2015 direvisi, bahkan dicabut, bagaimana reaksi DPR? Apa dampaknya terhadap usulan Jokowi mencalonkan Badrodin Haiti sebagai Kapolri? Ini agenda yang kita tunggu. Salah satu pimpinan DPR yang saya hubungi tadi pagi mengatakan, DPR yang mengajukan pencalonan Badrodin Haiti ke Komisi III akan menanyakan tanggapan pemerintah terhadap surat DPR sebelumnya tentang pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

(BACA: Catatan Calon Kapolri Baru Badrodin Haiti)

Dari kubu Teuku Umar, kediaman Megawati Sukarnoputri, tersebar informasi bahwa jalan tengah yang akan dipilih adalah menerima Badrodin sebagai Kapolri dengan syarat Budi Gunawan diangkat menjadi Wakil Kapolri. Lagipula, Badrodin tinggal kurang dari setahun lagi untuk pensiun, kata sumber itu.

Saat saya tanya ke Ketua Munas Bali, Ade Komaruddin, soal penjelasan Fraksi Partai Golkar, dia menjawab: “Setahu saya, Komisi III yang sebenarnya melibatkan semua fraksi, akan ditanya dulu bagaimana tanggapan Presiden terhadap keputusan paripurna DPR. menyetujui pencalonan Budi Gunawan.. Ini juga sikap fraksi.”

Pasca kisruh Perpres Uang Muka Mobil Dinas yang menunjukkan buruknya komunikasi para petinggi negara, pertanyaan Kapolri kembali menjadi ujian. Sikap politik Presiden Jokowi terkait kisruh yang terjadi sejak pertengahan Januari tahun ini akan menjadi bukti kenegarawanan mantan Wali Kota Solo tersebut. Popularitasnya masih tinggi, namun setiap hari tergerus oleh sikapnya sendiri. —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


Data Pengeluaran SDY