Bagi yang merokok dan memakai pakaian minim dilarang memasuki desa ini
- keren989
- 0
Desa Gunung Cariu di Tasikmalaya juga melarang masyarakatnya untuk berada di tengah kerumunan yang mengarah pada maksiat, seperti organisme tunggal dan perjudian gaple.
TASIKMALAYA, Indonesia – Peringatan berpakaian sopan dan tidak merokok terpampang di depan pintu masuk Desa Gunung Cariu, Desa Cibunigeulis, Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.
Pada papan peringatan yang sekaligus menjadi pintu gerbang tersebut juga diinformasikan bahwa desa yang berpenduduk 200 kepala keluarga ini sedang belajar mengamalkan ajaran Islam.
Tak hanya itu, sejumlah poster dengan ukuran berbeda pun terpampang di berbagai dinding rumah. Isinya ajakan untuk menerapkan syariat Islam secara benar. Salah satunya adalah imbauan untuk berhenti merokok.
“Menurut ajaran agama, apa yang disia-siakan sebenarnya adalah ulah setan. Rokok merupakan sesuatu yang dianggap boros. “Kalau dari segi kesehatan juga kurang bagus,” kata Agus Sulaeman, tokoh masyarakat Desa Gunung Cariu, kepada Rappler di lokasi beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu kami ingin menjaga keimanan dari yang terkecil terlebih dahulu.”
Untuk menyosialisasikan dampak buruk rokok, dipasang poster berukuran besar yang memuat tabel perhitungan jumlah uang yang terbuang untuk membeli rokok. Tabel tersebut dilengkapi dengan kutipan ayat Al-Qur’an tentang perbuatan boros.
Agus bahkan membuat rokok lintingan tangan dari uang pecahan 2.000 rupiah dan menantang warganya untuk mencoba rokok buatannya.
“Tapi tidak ada yang berani. Maksud saya, agar masyarakat bisa merasakan bahwa merokok itu seperti membakar uang Rp 2.000 per batang, kata pria berusia 50 tahun itu.
Meski demikian, Agus menegaskan larangan merokok hanya bersifat imbauan, bukan paksaan. Mereka tidak menerapkan sanksi bagi pelanggarnya. Namun dampaknya mulai terasa.
“Banyak warga yang mulai berhenti atau mengurangi kebiasaan merokok. Orang yang merokok itu pemalu. Jarang sekali orang di sini ngobrol sambil merokok. “Tamu yang datang setelah membaca peringatan di depan, langsung mematikan rokoknya saat memasuki desa ini,” jelas Agus.
Agus sendiri mengaku dirinya merupakan pecandu rokok yang mulai mengurangi kebiasaan merokoknya sejak aturan tersebut diterapkan setahun lalu. Dalam sehari biasanya ia mengonsumsi hingga dua bungkus rokok, namun kini ia hanya mengonsumsi beberapa batang rokok.
“Terkadang Anda bisa menjalani suatu hari tanpa merokok,” katanya.
Rela berkorban
Ai Nurul bukanlah seorang perokok, namun ia ikut mensukseskan seruan berhenti merokok dengan tidak menjual rokok di warungnya. Padahal Ai harus rela menurunkan omzet penjualannya karena alasan ini.
“Keuntungannya menurun, tapi saya mendapatkannya melalui lebih banyak makanan untuk anak-anak. “Jadi jual saja yang bermanfaat, rokok banyak ruginya,” kata Ai.
Selain itu, Ai ingin menghilangkan kebiasaan merokok ayahnya. Usahanya tidak sia-sia karena jumlah rokok yang dihisap sang ayah, Uum Haeruman (65 tahun), berkurang drastis.
“Biasanya satu paket, sekarang jadi setengahnya,” kata gadis 20 tahun itu.
Warga lainnya, Yudistira Anshory, harus keluar desa atau tinggal di rumah jika ingin merokok. Jumlah rokok yang dihisap juga menurun. Pemuda berusia 23 tahun itu terpaksa mengurangi hobinya merokok demi menghormati peraturan yang telah disepakati.
“Sejujurnya, saya sebenarnya merasa dibatasi. Ya, bisa dikatakan Anda setuju atau tidak setuju dengan aturan ini. “Kebanyakan masyarakat tidak setuju, tapi pada akhirnya mereka hanya mengapresiasi,” kata Yudistira.
“Masalahnya yang mengusulkan peraturan ini memfasilitasi desa ini, mulai dari pesantren, lapangan futsal, dan sebagainya. Jadi, ini sebagai tanda terima kasih, mengapresiasi masyarakat yang telah berkontribusi terhadap desa ini.”
Orang yang dimaksud Yudistira adalah seorang dermawan yang menyumbangkan hartanya untuk membangun Desa Gunung Cariu. Pria yang enggan diungkap identitasnya ini merupakan seorang anak pribumi yang menjadi pengusaha sukses di Bandung.
“Beliau ingin menciptakan lingkungan yang barokah dan sesuai dengan ajaran Islam,” kata Agus.
Tutupi bagian pribadinya
Selain imbauan untuk tidak merokok, dermawan juga menganjurkan agar warga Desa Gunung Cariu berpakaian sopan dan menutup aurat, shalat awal waktu berjamaah di masjid, menghilangkan kebiasaan buruk dan kerumunan yang berujung pada maksiat, mengharamkan . , seperti judi organ tunggal dan judi gaple.
“Warga akhirnya tergerak untuk mengikuti aturan karena sesuai dengan ajaran agama, apalagi di sini kami 100 persen beragama Islam,” kata Agus.
Untuk mewujudkan desa yang barokah, warga Kampung Gunung Cariu mendapat sejumlah fasilitas, mulai dari bangunan asrama Islam hingga pakaian anak-anak. Agus mengatakan, setiap anak di desanya diberikan tiga pasang pakaian agar bisa tampil sopan saat mengaji.
Uang yang dikeluarkan untuk membuat ratusan set pakaian tersebut mencapai 13 juta rupiah.
“Semua ini diberikan dengan ikhlas. Seperti lapangan futsal ini, ia membuatnya asal membayar dan anak-anak rajin mengaji dan shalat berjamaah. “Tujuannya hanya untuk menegakkan ajaran Islam,” ujarnya. —Rappler.com
BACA JUGA: