Bali Democracy Forum dan relevansinya saat ini
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Kami mengundang Anda untuk berbagi pemikiran Anda tentang Bali Democracy Forum 2014
JAKARTA, Indonesia — Bali Democracy Forum yang memasuki tahun ketujuh akan digelar pekan ini pada Jumat dan Sabtu (10-11/10). Acara yang pertama kali digelar pada 2008 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini akan menjadi acara terakhir SBY sebelum ia lengser dari jabatannya pada 20 Oktober mendatang.
Peristiwa ini mendapat kecaman di tengah antipati masyarakat yang mengkritisi pemerintahan SBY karena mengesahkan UU Pilkada (26/9) yang mengembalikan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masing-masing.
Sejumlah organisasi yang diundang menghadiri Bali Democracy Forum mengundurkan diri sebagai bentuk protes atas perkembangan situasi politik belakangan ini yang menurut mereka tidak demokratis. Beberapa lembaga swadaya masyarakat tersebut antara lain Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Forum Indonesia untuk Transparansi Fiskal (Fitra), Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Migrant Care, dan Komisi Orang Hilang dan Korban Kejahatan Kekerasan (Contras), Transparency International Indonesia (TII), dan Persatuan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Misalnya, Needem mengungkapkan kekecewaannya terhadap SBY dan Partai Demokrat yang tidak bisa menjaga iklim demokrasi di Indonesia. “Di tengah terpuruknya perjalanan demokrasi kita, apakah masih relevan membicarakan lembaga demokrasi dalam konteks pemerintahan demokratis? Pelajaran apa yang ingin kami berikan kepada dunia?” tulis Tulisdem dalam rangkaian cuitannya pada Selasa (7/10).
Bersamaan dengan itu, Needem dan LSM di atas menolak menghadiri forum tersebut. “Kami menganggap pertemuan di Bali Democracy Forum hanya ilusi dan hanya medium elit. “Bicara demokrasi di tengah perilaku tidak demokratis,” lanjut Deludem.
Pegawai Kementerian Luar Negeri bernama Elvitria Intan Novita pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap situasi saat ini. “Kami di Kementerian Luar Negeri RI sedang mempersiapkan Bali Democracy Forum VII pada 10-11 Oktober, dan kami malu kenapa SBY mengadakan acara seperti ini,” tulisnya. Elvitria di Twitterpada tanggal 28 September.
Kami mengundang Anda untuk berbagi pemikiran Anda mengenai Bali Democracy Forum 2014:
– Apakah Anda yakin UU Pilkada merupakan langkah mundur dalam perjalanan demokrasi Indonesia?
– Menurut Anda, mampukah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mengembalikan semangat demokrasi Indonesia?
– Apakah hashtag di media sosial khususnya Twitter mampu menyelamatkan demokrasi Indonesia? Atau perlukah langkah konkrit lain untuk mewujudkan gerakan perubahan di Indonesia?
Anda bisa membalasnya melalui kolom komentar di bawah, atau melalui media sosial di Twitter @RapplerID Dan Facebook.com/RapplerID. —Rappler.com