Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia
- keren989
- 0
Pemerintah Indonesia melihat pemotongan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh Bank Dunia sebagai sebuah tantangan
JAKARTA, Indonesia — Bank Dunia kembali menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,2% menjadi 4,7%. Penurunan ini merupakan yang kedua kalinya dari proyeksi awal sebesar 5,6%.
Perkiraan Bank Dunia juga lebih rendah dibandingkan target Bank Indonesia sebesar 5,1%. Jika pertumbuhan akhir memang sebesar 4,7%, maka ini merupakan pertama kalinya perekonomian kita tumbuh di bawah 5% sejak krisis ekonomi terakhir.
Meski pertumbuhan ekonomi diprediksi menurun, pemerintah telah menyiapkan strategi baru untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
(BACA: Bank Dunia: Peluang Reformasi Fiskal Asia Timur)
Bukan prediksi umum yang bagus
Secara keseluruhan, Bank Dunia menyatakan perekonomian kelompok negara berkembang menghadapi situasi sulit dan diperkirakan hanya tumbuh sebesar 4,4% pada tahun ini.
“Sejak krisis keuangan, negara-negara berkembang telah menjadi mesin pertumbuhan dunia. Namun kini mereka menghadapi kondisi ekonomi yang lebih sulit,” kata Jim Yong Kim, presiden Grup Bank Dunia, dalam siaran pers yang diperoleh Rappler.
Bagi Indonesia, koreksi yang dilakukan Bank Dunia didukung oleh proyeksi berbagai lembaga keuangan global.
Goldman Sachs, JPMorgan Chase, Credit Suisse dan Nomura Holdings masing-masing memperkirakan bahwa Indonesia hanya akan melihat pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 4,9% pada akhir tahun 2015; 4,4%; 4,8% dan 4,8%.
Mengapa pertumbuhan melambat?
Apa yang terjadi pada perekonomian negara-negara berkembang? Mengutip laporan Global Economic Prospects yang baru-baru ini diterbitkan, perekonomian negara-negara berkembang sedang tertekan akibat penguatan dolar AS.
Di Negeri Paman Sam, dolar menguat di tengah ekspektasi pasar akan hengkangnya Bank Sentral Amerika Serikat Tidak ada kebijakan suku bunga (ZIRP) yang setia mereka terapkan sejak tahun 2008.
Langkah ini harus diambil untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di pasar AS dan mengendalikan laju inflasi. Inflasi di Amerika memang meningkat akibat pertumbuhan lapangan kerja di sana, yang merupakan dampak dari proses pemulihan ekonomi pasca krisis tahun 2008.
Pemerintah sedang ditantang
Menanggapi proyeksi pertumbuhan terkini Bank Dunia, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku hal tersebut sebenarnya patut dilihat sebagai sebuah tantangan.
“Itu hak mereka (menurunkan proyeksi pertumbuhan), jadi anggap saja itu tantangan,” kata Bambang di Jakarta, Kamis (11 Juni).
Tak hanya tertantang, pemerintah tampaknya juga telah menyiapkan langkah-langkah strategis agar target pertumbuhan tetap dapat tercapai. Salah satunya adalah penghapusan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk sejumlah barang.
Menurut Bambang, dari sisi konsumsi, hal ini diharapkan dapat mendongkrak konsumsi masyarakat. Sementara dari sisi produksi akan menjadi insentif bagi dunia usaha untuk berinvestasi dan berekspansi.
(BACA: Pengamat: Penghapusan pajak barang mewah untuk mendorong konsumsi)
Pengembalian pajak lebih rendah?
Terkait potensi berkurangnya penerimaan pajak pemerintah di tengah tingginya target yang diberlakukan, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito punya jawabannya.
“Kita memang akan rugi sekitar Rp1 triliun, tapi ada potensi peningkatan pendapatan dari pertumbuhan ekonomi,” kata Sigit di Jakarta, Kamis.
Menambah pernyataan Sigit, Bambang juga mengatakan meski di satu sisi ada potensi berkurangnya penerimaan dari sektor pajak, pemerintah terus melakukan upaya ekspansi untuk memperluas objek pajak.
Salah satu praktik augmentasi pajak adalah perluasan properti yang menjadi tujuan PPnBM.
Jika sebelumnya Kasubdit Humas Direktorat Jenderal Pajak Ani Natalia mengatakan kebijakan ini masih dalam pembahasan, Bambang menyebut aturan ini akan ditetapkan dalam waktu dekat.
(BACA: Wajarkah Apartemen Dikenakan Pajak Barang Mewah?) — Rappler.com