Belajar sabar dari kasus musala Tolikara
- keren989
- 0
“Kita bisa belajar dari cara Nabi SAW bersabar, ketika awal-awal dakwah terjadi, beliau disakiti, diserang, dihina dan dihina. Kita tahu betapa beliau bersabar, memilih diam dan tersenyum bagi orang-orang yang membencinya. .”
Bagaimana bersikap adil dan tenang ketika tragedi terjadi? Bagaimana Anda tetap berpikir kritis dan bersikap toleran ketika keyakinan yang Anda anut dihina?
Barangkali kita bisa belajar dari cara Nabi SAW bersabar ketika disakiti, diserang, dihina dan dihina di masa-masa awal dakwahnya. Kita tahu betapa dia sabar, memilih diam dan tersenyum pada orang yang membencinya.
Tentu saja, ada kalanya Nabi lebih memilih bersikap tegas, namun kita tahu bahwa kekerasan selalu menjadi pilihan terakhir ketika upaya damai gagal menemukan solusi. Maka alangkah baiknya kita belajar bersabar dan memikirkan kembali jejak-jejak kesabaran yang ditinggalkan Rasulullah melalui cara beliau berdakwah.
Karen Armstrong, seorang sejarawan dan penulis agama-agama dunia monoteistik, pernah membuat heboh karena mengatakan bahwa setelah menaklukkan Mekah, Nabi Muhammad SAW menghancurkan semua berhala di sekitar Ka’bah. Kemudian dia mengganti seluruh kain dan mencucinya. Semua simbol keyakinan non-Islam dihilangkan kecuali gambar Perawan Maria di Ka’bah.
Banyak orang yang tersinggung dan tidak percaya dengan pernyataan Armstrong. Ada pula yang menyebut Karen adalah pembohong yang ingin menghina Islam.
Alasannya sederhana. Tidak ada Tuhan selain Allah, Ka’bah adalah rumah Allah, bagaimana mungkin Nabi Muhammad mengijinkan kehadiran makhluk atau gambar di dalam Ka’bah. Apalagi gambar Perawan Maria yang disucikan oleh umat Katolik?
Saya tidak berpikir Armstrong mencoba menghina Islam. Martin Lings, penulis buku “Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources” juga mengatakan bahwa pada masa penaklukan Mekkah semua gambar dan patung yang berhubungan dengan berhala dihancurkan. Selain gambar Perawan Maria dan bayi Yesus, dan juga gambar yang diyakini merupakan perwujudan Abraham.
Martin Lings merujuk pada sumber ringkasan Al-Waqidi yang berjudul Kitab al-Maghazi dan juga mengandalkan ringkasan Azraqi yang berjudul Akhbar Makkah vol. 1, hal. 107. Azraqi adalah seorang sejarawan awal Ka’bah yang terkemuka. Kitab Azraqi menjadi salah satu referensi beberapa sejarawan yang ingin berbicara tentang Mekkah dan khususnya Ka’bah.
Meskipun beberapa ulama Islam terbaik mengatakan bahwa Al Waqidi adalah orang yang tidak dapat dipercaya dan klaim yang dilontarkannya adalah palsu, setidaknya ada dua penulis dunia yang kredibilitasnya tidak perlu dipertanyakan lagi dalam mengutip kisah ini. Percaya atau tidak, Anda bahkan bisa saja menuduh cerita ini bohong.
Saya tidak ingin mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengijinkan kita menyembah Bunda Maria dan Yesus. Saya ingin menunjukkan, berdasarkan naskah sejarah karya Al Wakqidi dan Al Azraqi (yang diragukan sebagian orang), bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai toleransi yang sangat tinggi, dengan tidak merusak lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus di Ka’bah.
Dalam kisah Sirah Nabawiyah sebagaimana juga diriwayatkan dalam al Jamiu li Ahkam al Quran, Nabi Muhammad SAW memperbolehkan Utusan Kristen Najran untuk berdoa di masjid. Ya, Nabi memperbolehkan umat Kristiani untuk menunaikan ibadah di masjid. Jadi jika toleransi ini ada dan telah terjadi, hak apa yang kita miliki untuk memicu permusuhan?
Tanggapi provokasi dengan kebaikan
Indonesia ramai karena tempat ibadah milik umat Islam di Papua dibakar. Banyak orang bergegas menyerukan jihad dan menyebarkan kebencian. Banyak masyarakat yang belum pernah tinggal di Papua juga berkomentar, mengobarkan api kebencian dan memperburuk situasi.
Tapi bisakah kita belajar untuk menekan amarah kita dan belajar sedikit mengendalikan diri? Apa yang terjadi di Tolikara memang perlu diusut tuntas, namun jangan sampai kebencian dan amarah mengambil alih kewarasan kita.
Jauh di sana, di Amerika, seorang pria melakukan serangan terhadap pangkalan militer Amerika. Empat tentara tewas, pelaku Mohammod Youssuf Abdulazeez adalah seorang Muslim.
Perilaku ini kemudian memicu kebencian. Islam, sekali lagi menjadi korban kebencian orang-orang jahil. Mereka yang belum mengenal Islam dan belum mempelajari Islam, kemudian mengutuk agama ini dan menganjurkan agar seluruh umat Islam di Amerika diusir dan dideportasi.
Sebagai umat Islam, kami tahu bagaimana rasanya dituduh melakukan tindakan yang tidak kami ketahui sama sekali. Jadi sekarang, sebagai orang yang sudah dewasa, alangkah baiknya kita bersikap sebagai manusia yang bermartabat.
Apa yang terjadi di Tolikara memang tidak bisa ditoleransi, namun menyalahkan seluruh umat Kristiani tentu tidak bijaksana. Selain itu, muncul generalisasi di media sosial yang seolah-olah pelakunya semuanya beragama Kristen. Jika Anda tidak bisa membedakan antara Katolik dan Protestan, bagaimana Anda bisa bersikap adil?
Kita bisa belajar tentang keadilan dan kedewasaan dari kelompok Muslim di Amerika. Baru-baru ini di Amerika Tengah terjadi kebakaran gereja yang dilakukan oleh orang-orang bodoh. Tapi apa yang dilakukan umat Islam di sana? Apakah merayakannya terasa membara? TIDAK.
Tiga lembaga Islam di Amerika telah meluncurkan inisiatif penggalangan dana. Tujuannya agar gereja-gereja yang terbakar bisa dibangun kembali dan dimanfaatkan oleh jemaahnya.
Umat Islam yang memulai program ini menyadari bahwa tidak pantas jika keyakinan seseorang disalahkan secara mutlak atas perilaku sebagian individu. Mereka, umat Islam yang menggalang dana untuk membangun gereja, menunjukkan kepada kita bahwa toleransi bisa berakhir manis.
Bahwa perbedaan tidak menjadikan seseorang lebih jahat, lebih tercela, atau lebih buruk dari orang lain. Toleransi ini membuat mereka dapat diterima oleh sebagian masyarakat yang sebelumnya mengkritik Islam.
Saya pikir itu adalah sebuah pilihan. Ketika ada tantangan provokasi dan konflik, kita sebagai manusia mempunyai pilihan untuk menyikapinya dengan kekerasan atau menyikapinya dengan kebaikan.
Menyikapi dengan baik bukan berarti kita hanya memaafkan pelaku pembakaran, ia harus dihukum, namun lebih dari itu menunjukkan bahwa kita adalah bangsa yang besar dan dewasa. Entah kapan harus menahan diri dan tidak terpancing.
Nabi Muhammad SAW menunjukkan sikap toleran yang begitu besar terhadap orang lain. Jadi pilihan ada di tangan Anda, apakah ingin marah atau menahan diri. — Rappler.com
Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Penulisannya bergaya satir penuh sarkasme. Saat ini ia aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Ikuti Twitter-nya, @Arman_Dhani.