• October 6, 2024
Berkas Bambang Widjojanto masuk ke penuntutan

Berkas Bambang Widjojanto masuk ke penuntutan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Bambang Widjojanto: Pimpinan KPK rawan kriminalisasi

JAKARTA, Indonesia – Berkas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung hari ini, Senin, 25 Mei. Kasus Bambang kemudian akan ditingkatkan ke penuntutan.

Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik ​​selanjutnya akan menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum, kata Tony Spontana, juru bicara Kejaksaan Agung, kepada Rappler.

Kapan serah terimanya? “Tentu penyidik ​​lebih tahu,” ujarnya.

Kasus yang melibatkan Bambang Widjojanto

Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny Sompie, Bambang dilaporkan pada 15 Januari 2015 oleh Sugianto Sabran, anggota DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan.

Bambang diduga menghasut saksi untuk memberikan keterangan palsu terkait sengketa Pilkada Kotawaringin Barat 2010.

Saat itu, Sugianto Sabran dan Eko Soemarno merupakan beberapa calon bupati dan wakil bupati pada Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah tahun 2010.

Komisi Pemilihan Umum (GEC) menyatakan pasangan tersebut sebagai pemenang, mengalahkan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto yang saat ini memimpin Kotawaringin Barat.

Pasangan Ujang-Bambang mengajukan gugatan melalui pengacara Bambang Widjojanto yang saat itu masih berprofesi sebagai pengacara dan dimenangkan Mahkamah Konstitusi.

Atas dugaan penghasutan tersebut, Bambang dijerat Pasal 242 Juncto Pasal 55 KUHAP karena diduga menyuruhnya memberikan keterangan palsu di pengadilan. Dia menghadapi hukuman pidana tujuh tahun.

Bambang: Pimpinan KPK rentan terhadap kriminalisasi

Kasus yang melibatkan dirinya dan Ketua KPK nonaktif Abraham Samad membuat mantan pimpinan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu menggugatnya. Peninjauan kembali pasal 32 ayat 2 UU No. 30 Tahun 2002 ke Mahkamah Konstitusi.

Pasal ini menyebutkan, apabila seorang pimpinan KPK menjadi tersangka tindak pidana, maka ia harus diberhentikan sementara dari jabatannya. Kata sementara kerap dijadikan senjata oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh KPK.

Oleh karena itu dia dan pengacaranya menyarankan agar ada kondisi konstitusional dalam artikel ini. “Tindak pidana harus dilakukan pada saat dia menjabat, bukan sebelum dia menjabat,” kata Bambang di Mahkamah Konstitusi hari ini.

Kedua, harus ada mekanismenya, jangan asal dipecat presiden. Sebab, UU KPK tidak mengatur mekanisme tersebut.

Ketiga, yang dimaksud dengan tindak pidana harus diperjelas. Paling tidak, kuasa hukum meminta agar frasa tersangka pidana dimaknai penerapannya hanya sebatas pada kasus tindak pidana korupsi, terorisme, makar, atau tindak pidana terhadap keamanan negara, perdagangan manusia, dan tindak pidana yang berkaitan dengan kewenangan. .

Ketiga unsur ini penting, kata Bambang, “agar pimpinan KPK selanjutnya tidak dikriminalisasi (lagi)”. —Rappler.com


slot demo pragmatic