• October 7, 2024

Bolak-balik impor beras

Sesuai agenda yang diumumkan Istana, hari ini, Kamis, 7 Mei 2015, Presiden Joko “Jokowi” Widodo akan memulai penanaman padi di Kabupaten Pulau Buru, Maluku. Acara ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan di empat lokasi yang ada di sana.

Dalam waktu dekat, masyarakat akan semakin sering melihat Jokowi dan para menterinya sedang memanen padi, atau menanam padi. Di Hari Kartini, 21 April, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno merayakannya dengan memanen padi bersama para petani di Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Salah satu keluhan yang dilontarkan petani adalah harga beras yang sangat berfluktuasi sehingga tidak menjamin kesejahteraan. Demikian keluhan seorang perempuan petani kepada Menteri Rini. Permasalahan distribusi pupuk dan benih juga masih menjadi kendala kelancaran proses penanaman. Jangan tanya soal infrastruktur irigasi, karena baru akan dibangun setelah lebih dari setengah abad dengan infrastruktur pertanian sisa zaman Belanda.

Penuh dengan politik

Masalah beras, termasuk produk pangan seperti beras, penuh dengan politik. Penguasa bisa menggoyangkan kursinya ketika perut rakyatnya lapar. Petani bukan hanya sekedar kelompok penekan, bukan pula sekedar kelompok kepentingan. Petani merupakan wajah bangsa Indonesia yang selalu bangga menyebut dirinya sebagai negara agraris. Hingga saat ini, kita masih mengimpor berbagai jenis pangan. Termasuk nasi.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mempunyai target ambisius untuk mencapai swasembada pangan. Ada lima bahan pangan utama yang menjadi sasaran, yakni beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Secara khusus, beras harus mencapai swasembada dalam waktu tiga tahun. Jika target swasembada tidak tercapai, Menteri Pertanian Amran Sulaiman akan dicopot.

Untuk mewujudkan swasembada tersebut, Jokowi-JK akan mengeluarkan dana yang cukup besar yakni Rp15 triliun untuk membangun irigasi jutaan hektare. Perbaikan irigasi akan difokuskan di 11 provinsi penghasil pangan.

“Saya menghitungnya. Tiga tahun tidak mandiri, saya ganti menteri. Yang dari Fakultas Pertanian bisa antri. Tapi saya yakin bisa, perhitungannya sudah ada. Tampak. Konsentrasi di 11 provinsi, ada perhitungannya, kata Jokowi.

Jokowi merupakan alumnus Fakultas Kehutanan UGM. Saya menulisnya di sini.

Dalam pertemuan dengan beberapa redaksi media massa, Selasa malam, 5 Mei, Jokowi memberi sinyal adanya peluang membuka keran impor beras. Pernyataan Jokowi saya baca di laman Kompas.com.

“Pedagang melihat kami tidak akan melakukan impor. Kalau perhitungannya sudah selesai, baru kita tentukan apakah akan impor atau tidak. “Jika stok perumahan rakyat Bulog tidak terpenuhi (maka akan dilakukan impor),” kata Jokowi.

Lampu hijau?

Selama tiga hari, surat kabar terbesar di Indonesia ini membahas isu masih tingginya harga beras, meski musim panen sudah dimulai di beberapa daerah. Para pedagang, termasuk pemain baru, membeli gabah yang dihasilkan petani. Hingga akhir April lalu, beras yang diserap Badan Usaha Logistik (Bulog) baru sekitar 450 ribu ton, masih setengah dari penyerapan periode yang sama tahun lalu. Hal yang paling penting adalah, Penyerapan Bulog belum maksimal.

“Serapan pada periode yang sama tahun lalu sekitar 900 ribu ton. Sebab, penyerapan sudah dilakukan sejak Februari. “Tahun ini survei baru dilakukan pada akhir Maret setelah Inpres 5 Tahun 2015 terbit pada 17 Maret,” kata Direktur Pelayanan Publik Bulog Lely Pelitasari di Jakarta, April lalu.

Lely mengatakan kepada Metrotvnews.com, Bulog akan mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan serapan beras Bulog oleh petani. “Kami akan melihat daerah-daerah yang belum ada pengadaannya, seperti di Lampung. “Ada area yang belum terjamah karena jauh dari gudang kami,” ujarnya.

Selain itu, Bulog akan berupaya menjalin kerja sama dengan pabrik yang belum menjadi mitra Bulog. Kemudian Bulog juga membuat gudang terpencil sehingga beras yang diserap tidak harus langsung dibawa ke gudang induk Bulog dan bisa disimpan di gudang pabrik.

Jangan buka keran input?

Saat memberikan kuliah umum di Balai Senat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 9 Desember 2014, Jokowi mengutarakan tujuannya mencapai swasembada beras, jagung, kedelai, dan gula. Tekad Jokowi ini juga diamini oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel yang bersikeras tidak membuka keran impor, meski harga beras dalam negeri sudah naik sekitar 30 persen sejak Februari 2015.

Bagaimana dengan gula? “Kami terus mengimpor. “Tidak ada niat serius dari pemerintah untuk mengurangi impor, termasuk memaksa pabrik yang mengimpor gula rafinasi untuk segera mendirikan perkebunan tebu,” kata Ismed Hasan Putro, Direktur Utama Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).

RNI merupakan badan usaha milik negara yang juga mengoperasikan sejumlah pabrik gula. Beberapa waktu lalu, Ismed mengeluhkan membanjirnya gula rafinasi di pasar konsumen. Harganya lebih murah dibandingkan gula tebu produksi lokal.

Kemarin, Rabu, 6 Mei, Ismed dicopot dari jabatannya sebagai direktur utama. Menurut Menteri BUMN Rini, kinerja Ismed memimpin RNI kurang baik, apalagi pada tahun 2014. Ismed diangkat menjadi Direktur Utama RNI tiga tahun lalu oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Tentang nasi? Selama ini nuansanya bolak-balik impor. Jokowi pernah menolak impor, namun kini membuka peluang. Tentu saja dengan sejumlah catatan. Termasuk jika harga beras tidak turun pasca operasi pasar dan panen padi. Apalagi kita memasuki bulan Ramadhan di pertengahan bulan Juni. Ini adalah periode sensitif, ketika harga pangan biasanya naik. Pasokan harus terjamin.

Padahal, diakui pimpinan Bulog, Bulog kali ini tidak melakukan penyerapan beras secara maksimal. Pembahasan mengenai peran Bulog dalam stabilisasi harga sudah dilakukan ratusan kali. Kesimpulan yang selalu mengemuka adalah rendahnya kualitas data pertanian dan pangan sehingga identifikasi permasalahan sering kali terlewatkan.

Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Darat, mengatakan ketahanan pangan merupakan pertahanan terpenting suatu bangsa. Kerawanan pangan merupakan bagian dari perang proksiyang diinginkan oleh pihak-pihak yang tidak ingin Indonesia berada dalam keadaan stabil, atau ingin memanfaatkan situasi tersebut.

“Saat harga beras naik, persediaan langka, pedagang main petak umpet, dengan satu tujuan. Impor. Mereka untung besar,” kata Gatot kepada saya saat diwawancarai di kantornya bulan lalu. Sebagian wawancara dapat dibaca di sini.

Jajaran TNI Angkatan Darat diperintahkan Presiden untuk mengawal program pencapaian swasembada beras dalam waktu tiga tahun. KSAD Gatot mengaku sudah berjanji kepada presiden, “Jika swasembada pangan tidak tercapai dalam waktu tiga tahun, saya tidak layak lagi menduduki jabatan KSAD.”

Banyak pekerjaan rumah (PR) untuk swasembada pangan. Namun masih ada waktu tiga tahun untuk mencapainya. Yang ada di depan mata kita adalah kenaikan harga beras yang enggan turun. Dan sepertinya Bulog akan meleset dari target akuisisi pada tahun 2015. Hingga saat ini, target tersebut baru terpenuhi sebesar 20 persen.

Selain rajin panen, Jokowi dan Menteri Rini juga harus lebih serius membenahi Bulog. —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Ikuti Twitter-nya@unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


pragmatic play