Bripda Taufik masih sama seperti dulu
- keren989
- 0
YOGYAKARTA, Indonesia- Penulis harus menempuh jarak 6 kilometer dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menuju rumah Brigadir Dua (Bripda) Muhammad Taufik Hidayat. Polisi yang baru saja lulus dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Selopamioro bulan lalu itu kini ramai menjadi perbincangan.
Saat lembaga tempatnya bertugas digerebek Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan sebagai tersangka karena dugaan menerima dana tidak wajar, Bripda Taufik bercerita ‘memberikan sudut pandang berbeda dalam menghadapi polisi.
Bersama keluarganya, ia tinggal di bekas kandang sapi. Lokasinya di Jongke Tengah, Sendangadi, Mlati, Sleman. Tepat di lahan peternakan di belakang rumah dokter umum.
Rappler Indonesia berkesempatan mengunjungi rumah Bripda Taufik pada Sabtu pagi (17/1).
Tempatnya sangat sederhana, pintu masuk rumah masih kotor. Bangunan yang selama dua tahun disebut sebagai rumah keluarga Pak Triyanto – ayah dari Pengantin Taufik – itu sebenarnya adalah kandang sapi.
Dulunya, di sinilah Triyanto memberi makan rumput untuk ternaknya. Namun setelah mantan istrinya menjual rumahnya di Jongke Tengah dengan niat membeli rumah baru, kemudian gagal membelinya karena tidak mempunyai cukup uang, ia pindah ke kandang sapi.
Rumah itu hanya berdinding setengah batako dan hanya terbuat dari beton. Akibatnya, dinding tidak menutupi seluruh bagian rumah. Hanya kain yang digunakan untuk menutupi bagian yang belum dibangun. Pintu rumahnya hanya selembar kain. Saat malam tiba, angin tentu membuat dingin para penghuninya. Masalah bertambah ketika hujan turun.
Tidak ada lemari untuk menyimpan pakaian. Seragam polisi Bripda Taufik digantung di tempat tidur dengan bantuan sebatang besi. Sedangkan sepatunya dan sepatu saudara-saudaranya ditata seperti berada di dalam rumah di lantai. Kasur tidurnya juga kotor, bau dan sobek sana-sini. Untuk memasak, terdapat area outdoor yang berfungsi sebagai dapur sementara, bersebelahan dengan sumur yang digunakan untuk mengambil air dan mandi.
Tetangga dengan sapi
Tempat tinggal Triyanto bersama Bripda Taufik dan ketiga adiknya hanya berjarak sekitar 8 meter dari kandang sapi dewasa dan terdekat. Bau sapi menjadi santapan sehari-hari. Apalagi, di tempat itu tak kurang ada empat kandang sapi lainnya.
Bripda Taufik dan ketiga adiknya sebenarnya tinggal bersama ibu mereka, Martinem, yang sudah menikah lagi. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Sebagai anak sulung, ia tentu ingin memenuhi kewajiban berbakti kepada orang tuanya, sehingga ia menemani ayahnya tinggal di bekas kandang sapi. Beberapa waktu kemudian adiknya menyusul.
Sebuah perjalanan untuk mengejar impian Anda menjadi seorang polisi
Menjadi polisi merupakan cita-cita yang diimpikannya sejak Bripda Taufik masih bersekolah. Ia terkesan dengan sikap berani dan berwibawa polisi yang ditemuinya tadi.
Di sisi lain, ia menyadari menjadi seorang polisi tidaklah mudah. Dibutuhkan kerja keras untuk memiliki kecerdasan dan kemampuan fisik yang memadai agar bisa diterima di kepolisian.
Tak hanya itu, ia banyak mendengar kabar dari masyarakat yang mengatakan bahwa dibutuhkan uang dalam jumlah besar untuk bisa diterima di kepolisian. Tekadnya yang kuat itulah yang mengantarkannya menjadi polisi seperti sekarang ini.
Menyadari semua itu, Bripda Taufik menguatkan diri dengan disiplin. Aktif dalam Pramuka semasa belajar di SMK N 1 Seyegan, kemudian bergabung dengan Satuan Kerja Bhayangkara (Saka).
Di organisasi ini ia memperoleh pengalaman luar biasa dalam melatih fisiknya. Suatu ketika dia disuruh berjalan kaki dari Seyegan ke puncak Merapi dan sebaliknya. Berkat latihan yang disiplin, fisiknya memenuhi persyaratan yang ditentukan. Ia kemudian berhasil lolos tes psikologi.
Usaha dan kerja keras dibarengi dengan penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap hari dia berdoa. Ia juga berpuasa Senin-Kamis. Belum cukup, Bripda Taufik pun meminta sang ayah untuk berpuasa bersamanya.Tak sia-sia, semua pengorbanan itu terbayar lunas saat ia diterima di SPN.
Tiba-tiba terkenal karena kesederhanaannya
Setelah menjadi polisi, tidak ada harapan di benak orang tuanya bahwa putranya akan menjadi populer karena kesederhanaannya.
“Pertama kali aku tahu, anakku ada di koran teman kerja, ‘na jeo kind indu Koran’ (anakmu ada di koran), aku kaget karena aku takut anakku ada di koran karena ada masalah,” kata Triyanto, ayah Taufik. Surat kabar yang dimaksud adalah Kedaulatan Rakyat Yogyakarta.
Lalu dia menanyakan kabar tersebut kepada Bripda Taufik. Taufik menjawab blak-blakan, “Jangan khawatir Pak, itu berita positif (it’s positif news).” Dia juga berterima kasih.
Usai membaca makalah tersebut, ia mengaku bangga dengan Taufik. “Dari awal rekoso (kerja keras) dan aktif membantu saya dalam berkarya,” ujarnya.
Bantuan dan simpati mengalir deras
Setelah dimuat di berbagai surat kabar, Bripda Taufik dan keluarga mulai mendapat banyak bantuan dan simpati. Salah satunya Bupati Sleman Sri Purnomo dan Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.
“Iya, kami akan mendapat bantuan dari Bupati Sri Purnomo. Namun, saya dan anak-anak masih khawatir untuk tinggal di apartemen, apalagi jika letaknya di lantai paling atas. “Saya dan anak membayangkan gempa Bantul, apalagi yang itu, kami takut rumahnya ada di atas,” ujarnya. Namun dia berterima kasih kepada semua orang yang peduli pada keluarganya.
Meski demikian, Triyanto mengaku tidak akan langsung meninggalkan rumahnya di bekas kandang sapi setelah ia kemudian pindah ke apartemen tersebut. “Saya menghabiskan banyak uang untuk membangun rumah ini dan juga sumur. “Ya, kami akan terus merawatnya dan ingin memelihara sapi lagi,” ujarnya.
Yuni Satia Rahayu, Wakil Bupati Sleman, juga menyatakan akan membantu biaya pendidikan ketiga adik Bripda Taufik. Latifa Nurhayati, adik perempuannya yang masih duduk di bangku kelas satu SMK N 1 Seyegan. Muhammad Hafis Hidayat dan Muhammad Agus Prasetyo, adik laki-lakinya yang masing-masing duduk di kelas 2 dan 1 SD di SD N 1 Penen.
Selain bantuan dari bupati dan wakil bupati, Triyanto juga mengaku terharu mendengar Gubernur Ahok juga memberikan bantuan. “Saya juga minta bantuan Pak Ahok atau apalah lucunya namanya. “Ini Gubernur, Saudara,” katanya sambil tersenyum.
Menurut Triyanto, Ahok langsung menelepon Taufik. “Dia bilang menyesal dan ingin membantu sepeda motornya,” ujarnya.
Taufik sangat membutuhkan sepeda motor karena setiap hari Bripda tersebut berangkat ke tempat tugasnya di Satuan Sabhara Polda DIY, dengan membawa sepeda motor pinjaman dari Polri. Sebelumnya, ia harus berjalan kaki lebih dari enam kilometer dari rumahnya untuk sampai ke Polda DIY.
Saat dia masih berjalan, dia berangkat setelah fajar. Suatu hari dia datang terlambat, seperti saat absensi pada hari Senin, 12 Januari 2014. Aturannya, semua anggota harus datang pada pukul 06.30 namun dia baru datang pada pukul 08.00.
Baru setelah kejadian itu Polda DIY mengetahui keadaan yang dialami Bripda Taufik dan akhirnya memberinya kredit sepeda motor.
Triyanto kemudian mengaku tidak ikut campur dalam pengelolaan bantuan tersebut. Ia tetap fokus bekerja seperti biasa. Meski tak punya pekerjaan tetap, ia kadang disuruh membersihkan rumah tetangga, bahkan membawa pasir dan batu. Sambil menunggu anaknya pulang kerja, anak yang dibanggakannya adalah tulang punggung keluarga –Rappler.com