“Bu, tidurlah dulu ya?”
- keren989
- 0
Pesan terakhir dikirimkan Pandu melalui BBM kepada Dewi
YOGYAKARTA, Indonesia – “Ibu Mas, tidurlah dulu,” tulis Lettu Pandu Setiawan kepada istrinya, Dewi Wulandari.
Dewi yang baru dua bulan menikah tak menyangka pesan lewat BBM menjadi percakapan terakhir keduanya. Pandu mengirimkan pesan tersebut kepada Dewi pada pukul 20.30 sebelum berangkat dari Jakarta menuju Medan dengan pesawat Hercules C-130.
Dewi sempat membalas pesan tersebut. Sayangnya, suaminya tidak menjawab.
Saat menerima pesan itu, Dewi tidak menyangka. Bahkan ketika suaminya tidak membalas pesan saat dia bepergian, dia menganggap itu normal. Suaminya biasanya memberi kabar setelah sampai di tempat tujuan melalui BBM atau telepon.
“Biasanya dia datang dan memberi kabar,” kata Dewi pada Selasa 30 Juni 2015 malam di rumahnya di Patukan, Ambarketawang, Gamping, Sleman.
Ia pun melakukan aktivitas seperti biasa. Sore itu dia berbelanja kebutuhan berbuka puasa di pasar.
Sebelum dia selesai berbelanja, dia mendapat telepon dari ayahnya yang memintanya untuk segera pulang. Sesampainya di rumah, suasananya haru. Ia bertanya-tanya dan merasa bingung, hingga akhirnya ayahnya, Haryoto angkat bicara.
Ayah bercerita kalau pesawat Mas Pandu jatuh di Medan, ujarnya.
Awalnya dia tidak percaya. Setelah melihat berita di televisi tentang kecelakaan itu, ia langsung menangis sejadi-jadinya. Keluarga berusaha menenangkannya, namun air mata Dewi tak kuasa dibendung.
“Saya kaget setengah mati, saya baru yakin setelah melihat televisi,” ujarnya dengan wajah memerah.
Cinta sejak SMA
Kabar kecelakaan itu membawa duka mendalam bagi Dewi. Sebab, Pandu, co-pilot pesawat Hercules C-130, baru saja bersumpah pada 26 April 2015 untuk hidup dan mati bersamanya di hadapan Panglima. Beberapa hari setelah pernikahan dilangsungkan, Pandu kembali ke Malang, tempatnya bekerja.
Mertua Pandu mengatakan, sejak menikah, pasangan suami istri tersebut hidup bersama hubungan jarak jauh. Dua minggu sekali Dewi mengunjungi Pandu di Malang pada akhir pekan.
“Kemarin awal bulan puasa Dewi berangkat ke Malang, setelah itu kami tidak melihatnya lagi. Rencananya ke Yogya untuk Idul Fitri, ujarnya.
Dewi dan Pandu pertama kali bertemu saat sama-sama duduk di bangku kelas 1 SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Benih cinta di antara mereka mulai tumbuh sejak saat itu.
“Anak saya menangis terus menerus sejak mendapat kabar tersebut, saya dan keluarga sangat terpukul dengan kabar ini,” ujarnya.
Menungso tinggal mendownload hasil kerajinannya
Di mata keluarga, Pandu adalah seorang pecinta keluarga. Jika ada waktu libur atau waktu senggang, ia selalu memanfaatkannya untuk berkumpul bersama keluarganya. Selain itu, ia juga dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan sopan.
“Dia ceria, dan mengutamakan keluarga, dia sangat mencintai keluarganya,” kata Dewi.
Hal yang paling disukai Dewi adalah sikap Pandu yang selalu optimis dan selalu berpikir positif. Hal itulah yang membuat Dewi jatuh cinta pada Pandu.
Tak hanya di mata keluarga, teman-teman Pandu juga memandang Pandu sebagai sahabat yang setia dan disiplin. Di sekolah, Pandu terkenal rajin dan tak pernah bolos tugas.
“Saya tahu dia rajin, teman-temannya selalu mengingatnya. “Kami sering berkomunikasi lewat BBM,” kata Ari Setiawan, teman SMA Pandu.
Terakhir kali ia bertemu Pandu adalah pada 1 Mei 2015. Ia tak menyangka itu akan menjadi pertemuan terakhir mereka.
“Saya ketemu di rumah Pandu. Saya lupa komunikasi BBM tapi saya ingat dia membuat status BBM-nya. “‘Alhamdulillah menungso mung ngunduh wohing Pakarti’ (hasil amal seseorang akan didapat oleh orang yang berbuat baik pada dirinya sendiri),” kata Ari.
Rencananya jenazah Pandu dan 7 korban lainnya akan diberangkatkan ke Yogyakarta malam ini. Jenazah mereka akan disambut dengan upacara militer di Pangkalan Udara Adisucipto, Yogyakarta. — Rappler.com