• November 24, 2024

Daftar panjang upaya pelemahan KPK

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Peristiwa yang menimpa Samad, Bambang, Adnan, dan Zulkarnain menambah daftar panjang persidangan yang menimpa KPK sejak lembaga tersebut berdiri pada 2002.

Status tersangka Komjen Budi Gunawan oleh lembaga anti gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rupanya memiliki dampak jangka panjang.

Jumat (23/1) pagi, linimasa Twitter saya dipenuhi pemberitaan tentang ditangkapnya Wakil KPK Bambang Widjojanto saat sedang mengantar anaknya ke sekolah oleh petugas Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Bambang dituding terlibat memberikan informasi palsu kepada Mahkamah Konstitusi dalam sidang perselisihan pilkada di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010.

Bambang pun ditetapkan sebagai tersangka. Penangkapannya pun terkesan sangat tergesa-gesa di tengah ramainya pemberitaan antara Plt Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto dengan Ketua KPK Abraham Samad.

Ia dilaporkan ke Bareskrim pada 19 Januari oleh politikus PDI-Perjuangan Sugianto Sabran. Rupanya, Sugianto merupakan calon kepala daerah yang kemenangannya didiskualifikasi MK. Saat itu, Bambang masih berstatus pengacara yang kerap bertugas di Mahkamah Konstitusi dan terlibat dalam penanganan perkara tersebut.

Peristiwa yang menimpa Bambang menambah panjang daftar persidangan yang menerpa KPK sejak lembaga antirasuah itu berdiri pada 2002.

Belum lagi, Sabtu (24/1) pagi ini kita kembali dihebohkan dengan kabar pimpinan KPK lainnya, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain, juga dilaporkan ke Bareskrim karena dua kasus berbeda. Adnan dilaporkan atas dugaan pengambilalihan sebuah perusahaan di Berau, Kalimantan Timur pada 2006. Sedangkan Zulkarnain tersangkut karena keterlibatannya saat menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 2008.

(BACA: 2 Pimpinan KPK Dilaporkan ke Bareskrim)

Hal ini juga menunjukkan masih adanya upaya eksternal untuk melemahkan KPK yang nyatanya telah banyak berkontribusi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di negeri ini.

Misalnya saja Cicak vs. Kasus buaya yang melibatkan mantan Kabareskrim Mabes Polri Jenderal (Purn) Susno Duadji. Jenderal yang teleponnya disadap KPK untuk keperluan penyidikan itu berujung pada penangkapan dua penyidik ​​KPK, Chandra Hamzah dan Bibit Riyanto. Mereka didakwa melakukan pemerasan dan penyuapan.

Belum lagi mengingat kasus pembunuhan Nazaruddin yang menjebloskan mantan Ketua KPK Antasari Azhar ke balik jeruji besi. Antasari berkali-kali menyatakan dirinya tidak bersalah dalam beberapa wawancara di penjara. Dan entah kenapa saya yakin dia tidak bersalah melainkan korban konspirasi tingkat tinggi yang tidak ingin kekuasaan KPK bergerak menyentuh orang-orang tertentu selama Antasari bertugas.

Abraham Samad, Ketua KPK, juga menjadi korban “pembunuhan karakter” bulan ini. Awal mula beredarnya editan foto mesra Abraham bersama Puteri Indonesia 2014 Elvira Devinamira yang hanya layak dipajang di tabloid murahan. Hal ini disusul dengan serangan politik dari PDI-Perjuangan yang dilancarkan oleh Hasto Kristiyanto yang memberikan kesan kepada media bahwa Abraham adalah penyidik ​​​​ambisius dan haus kekuasaan yang ingin menduduki jabatan Wakil Presiden Indonesia.

“Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai kekuasaan yang sangat besar dan wajar jika ditakuti oleh birokrat yang tidak bersih. “Tidak mengherankan jika ada pihak tertentu yang menyerang lembaga ini.”

Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai kekuasaan yang sangat besar dan wajar jika ditakuti oleh oknum birokrat. Tak heran jika ada pihak tertentu yang menyerang lembaga ini.

Namun, saya berharap KPK tidak mundur dalam menjalankan tugasnya dengan semua persidangan tersebut. Mudah-mudahan, penyidik ​​KPK lainnya tidak terganggu dan justru semakin terpacu untuk mengusut tuntas dugaan rekening bank Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi.

Menyebut Budi Gunawan, sebagaimana disebut media, mungkin tidak berlebihan, bahwa biang keladi semua perseteruan ini adalah penunjukan Presiden Joko “Jokowi” Widodo sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada awal Januari lalu. dulu.

Dalam kasus Bibit-Chandra, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Delapan untuk mengusut dugaan penangkapan Bibit-Chandra. Hasil? Tim Delapan berhasil menyelamatkan Bibit dan Chandra, disusul dengan beberapa keputusan strategis lainnya, salah satunya adalah mundurnya Susno Duadji.

Hal serupa mungkin juga akan dilakukan oleh Jokowi. Namun, dia adalah presiden suatu negara yang sedang menyaksikan perselisihan antara dua lembaga penegak hukum yang sangat penting. Terlepas dari semua tudingan tersebut, saya berharap kebenaran akan menang, tidak ada lagi drama yang melemahkan KPK (walaupun sepertinya mustahil). —Rappler.com

Karolyn Sohaga adalah seorang aktivis sosial yang memiliki ketertarikan pada sastra, isu perempuan dan hak asasi manusia.

Data SDY