• October 6, 2024
Dana Aspirasi DPR, Apakah Bisa Dibatalkan?

Dana Aspirasi DPR, Apakah Bisa Dibatalkan?

JAKARTA, Indonesia —Meski Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui usulan dana aspirasi untuk dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar Rp 20 miliar per anggota per tahun, penentang dana tersebut masih mencari cara agar keputusan tersebut tidak terwujud.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani mengatakan pihaknya akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hanura bersama PDI-Perjuangan dan Partai Nasdem menolak persetujuan dana aspirasi tersebut. (BACA: DPR setujui dana aspirasi di tengah kontroversi)

Sementara tujuh partai lain di DPR menyetujuinya. Mereka adalah Partai Golkar, Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Menurut Miryam, dari segi regulasi, implementasi Usulan Program Pengembangan Daerah Pemilihan (UP2DP atau yang lebih dikenal dengan dana aspirasi secara hukum kurang memadai karena bertentangan dengan undang-undang lain, khususnya terkait Undang-Undang Keuangan Negara.

Selain itu, dana aspirasi tersebut dinilai akan meningkatkan ketimpangan pembangunan infrastruktur antar pulau di Indonesia.

“Kalau diterapkan lebih fokus akselerasi, Java centric. “Kasihan sekali yang ada di Papua, Maluku, dan Sulawesi,” kata Miryam.

Bersama Hanura, Komisi Keadilan Sosial Hak Asasi Manusia Indonesia (IHCS) juga berniat mengajukan uji materi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) ke Mahkamah Konstitusi, sebagai landasan hukum untuk dijadikan landasan hukum. referensi menjadi oleh DPR RI untuk mendukung dana aspirasi.

“Kami akan menggugat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi,” kata Ridwan Darmawan, ketua eksekutif IHCS.

Menurut Ridwan, para penggagas dan pendukung dana aspirasi ini menggunakan sejumlah pasal dalam UU MD3 sebagai landasan langkah mereka untuk menggalakkannya, yakni pasal 78 dan pasal 80 huruf (J).

Pasal 78 menyatakan bahwa anggota dewan wajib memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan pasal 80 huruf (J) UU MD3 menyebutkan anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.

Bagi IHCA, pasal-pasal inilah yang menjadi dasar kontroversi baru-baru ini.

“Kajian hakiki UU MD3 adalah melihat apakah UU ini bertentangan dengan konstitusi atau tidak, apakah ketentuan ayat ini bertentangan dengan sifat sesuai tugas pokok dan fungsi DPR atau tidak,” ujarnya. .

Jokowi tidak setuju tapi menghormati DPR

Wakil Ketua Fraksi Nasdem Johny G. Platte mengatakan partainya akan mendorong pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo membatalkan UP2DP.

“Kami resmi alihkan, untuk memberikan catatan atas keputusan ini, kami mohon kepada Presiden untuk tidak mengakomodir program ini dalam APBN tahun 2016,” kata Johnny.

Sebagai partai utama di pemerintahan, PDI-P juga mendorong Jokowi untuk ttidak menyetujui dana aspirasi tersebut. (MEMBACA: Beragam Pendanaan Aspirasi DPR RI: Pemerataan atau Mengering?)

Anggota Komisi II DPR RI Budiman Sudjatmiko mengatakan, meski disetujui dalam rapat paripurna, banyak masyarakat di daerah yang tidak menyetujui keberadaan dana aspirasi.

Hal inilah yang membuat kami meminta kepada pemerintah, Presiden Jokowi, untuk tidak menyetujui dana aspirasi yang menjadi keinginan masyarakat untuk ditransfer ke pemerintah, kata Budiman, seperti dikutip. CNN Indonesia.

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan Jokowi mengenai dana aspirasi. Namun kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi sebenarnya secara pribadi Jokowi menolak dana aspirasinamun tetap menghormati hak anggota DPR.

“Secara pribadi, kalau dia jadi anggota DPR pasti termasuk yang menolak dana asprat. Tapi karena dia paham DPR juga punya hak anggaran“Kalau DPR memutuskan demikian, maka akan dihormati,” kata Yuddy.

SBY pernah menolaknya

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun angkat bicara soal kontroversi tersebut. Pada 2010, saat menjabat presiden, SBY menolaknya.

Usulan dana aspirasi pertama datang dari Fraksi Partai Golkar dengan nilai maksimal Rp15 miliar, lebih rendah Rp5 miliar dari yang disetujui tahun ini.

Namun, masyarakat mengira ide itu berasal dari SBY. “Tadi pagi saya ‘berdebat’ soal dana aspirasi. “Dia kira itu ide saya, ide presiden,” kata SBY, 10 Juni 2010.

SBY mendapat masukan dari jajarannya dan akhirnya menolak dana aspirasi tersebut. Menurut dia, tugas DPR adalah menjadi pengawas pemerintah, bukan pembuat program.

Pada Selasa 23 Juni malam, SBY kembali berkicau di akun Twitter pribadinya. Ia mengatakan, sikap partainya sama dengan sikap 5 tahun lalu, meski Partai Demokrat resmi menjadi salah satu partai yang menyetujui pengesahan dana aspirasi tersebut.

Politikus Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang pernah memperjuangkan dana aspirasi saat menjabat Wakil Ketua DPR mengatakan, ada perbedaan usulan dana aspirasi dulu dan sekarang.

“Pada masa kepemimpinan kita sebelumnya ada usulan dana aspirasi. Namun karena banyaknya kritik masyarakat, kami pimpinan DPR dan fraksi memutuskan untuk tidak melanjutkan dana aspirasi tersebut, kata Priyo pada 11 Juni 2015 seperti dikutip dari Antara. Detik.com.

Namun kini, menurut Priyo, sudah ada dasar hukum yang melindungi dana aspirasi.

“Sekarang dana aspirasi sudah payung hukumnya di UU MD3. Oleh karena itu, payung hukum menjadi landasan yang bisa digunakan DPR jika ingin menggunakan dana aspirasi, kata Priyo.

Bikin netizen geram

Penegasan dana aspirasi tersebut pun membuat netizen geram. Mereka mengkritik DPR di media sosial.

Apa tanggapan kubu pro dana aspirasi?

Meski dikritik banyak pihak, Wakil Ketua Tim UP2DP Muhammad Misbakhun mengaku tak khawatir.

“Kami (7 fraksi) juga bisa melobi Presiden Jokowi. Hanya mereka saja,” kata Misbakhun, Rabu, merujuk pada PDI-P, Nasdem, dan Hanura. —Rappler.com


Result SGP