Delapan penjudi ditembak di Aceh
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Delapan warga Aceh yang dicambuk melakukan protes karena merasa hukum syariah hanya diberlakukan pada masyarakat biasa
BANDA ACEH, Indonesia – Di panggung berukuran 4 x 3 meter berdiri delapan pria berpenampilan menantang. Hanya satu di antara mereka yang tampak pasrah. Di hadapan mereka, ribuan warga Banda Aceh, termasuk perempuan dan anak-anak, bersorak.
Kedelapan warga tersebut siap menerima hukuman cambuk karena melanggar qanun (peraturan daerah) syariat Islam setelah terbukti melakukan perjudian. Masing-masing dari mereka harus menerima lima pukulan.
Ketiganya mencoba memberontak dan diteriaki penonton yang berkumpul di sekitar panggung yang sengaja dibangun di halaman Masjid Agung Pahlawan, di pinggiran Ibu Kota Banda Aceh, untuk prosesi pencambukan. Sebagai bentuk protes, ketiganya tak mau mengenakan pakaian berwarna putih seperti yang biasa dikenakan terpidana cambuk.
Mata mereka terus menatap tajam ke arah algojo yang menutupi tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan pakaian berwarna hitam. Salah satu dari mereka bahkan ingin menendang algojo sebelum dihentikan polisi.
Meski sempat tertunda beberapa saat akibat aksi protes tersebut, namun kedelapan terpidana tersebut dipukul secara bergantian oleh algojo dengan tongkat sepanjang satu meter. Sekelompok warga terlihat mengabadikan prosesi pencambukan tersebut dengan kamera ponsel.
“Lebih keras,” teriak seorang warga di tengah kerumunan. “Jangan berbelas kasihan. Cambuknya kuat,” kata warga lainnya.
Salah satu orang yang dijatuhi hukuman cambuk terus melakukan protes setelah aksi unjuk rasa. “Mengapa hanya kami orang biasa yang ditembak?” Dia bertanya. “Kenapa pejabat yang juga ditangkap karena asusila tidak pernah dicambuk? Apa karena kita tidak punya uang?” (BACA: Hukuman Berat Bagi Pelanggar Syariat Islam)
‘Tingkatkan Kemanusiaan’
Sebelum eksekusi hukuman cambuk dilakukan, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Banda Aceh Nurhamla membacakan putusan Pengadilan Syariah Kota Banda Aceh.
Disebutkan, ada sembilan orang yang rencananya akan ditelanjangi usai salat Jumat, namun berdasarkan rekomendasi tim dokter, salah satunya batal karena kurang sehat.
Terpidana yang membatalkan hukuman cambuk hari ini sudah menjalani hukuman satu bulan penjara sehingga hukuman cambuknya akan dikurangi satu kali. Menurut Nurhamla, dia akan dieksekusi setelah kesehatannya pulih dalam waktu dekat.
Sementara delapan warga penerima lima kaleng hari ini menjalani hukuman tiga bulan penjara sehingga dikurangi menjadi tiga kaleng.
Jika terbukti melanggar Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian), warga terancam ditelanjangi di depan umum sebanyak enam hingga 12 kali. (BACA: Menelaah Konsep Qanun Jinayat)
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, Ritasari Pujiastuti mengatakan, para narapidana tersebut ditangkap polisi pada Juli tahun lalu saat sedang bermain kartu. Setelah diperiksa polisi, mereka diserahkan ke jaksa dan kemudian diadili di pengadilan syariah.
Prosesi pencambukan ini juga disaksikan Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, beserta pejabat lainnya. Dalam sambutannya, Illiza mengatakan penerapan hukuman cambuk bukanlah sebuah tontonan, melainkan “mereka dihukum untuk menaikkan derajat kemanusiaan.”
Penerapan tongkat pada hari ini merupakan komitmen Pemerintah Kota Banda Aceh terhadap penerapan syariat Islam, ujarnya. “Ini adalah pelaksanaan hukum Tuhan.”
Illiza juga menyatakan komitmennya untuk terus menerapkan syariat Islam dalam upaya menjadikan Banda Aceh sebagai kota sipil. —Rappler.com