Devaluasi yuan, waspadai serbuan barang impor dari China
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Melemahnya nilai tukar yuan pasca devaluasi PBOC akan membuat harga barang impor asal negeri tirai bambu semakin kompetitif
JAKARTA, Indonesia — Devaluasi yang dilakukan People’s Bank of China (POBC) terhadap yuan rupanya tidak hanya berdampak makro berupa tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Dari sisi mikro, para pelaku usaha di tanah air harus mewaspadai potensi membanjirnya barang impor asal Tiongkok ke pasar Indonesia.
“Ekspor Tiongkok akan semakin kompetitif,” kata Berly Martawardaya, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), pada Rabu 12 Agustus 2015.
Menurut Berly, pemerintah dan pelaku usaha dalam negeri harus mengantisipasi hal tersebut dengan menyiapkan dua strategi, yaitu menjajaki peluang sinergi dan kerja sama dalam jangka pendek, serta memperkuat daya saing dalam jangka menengah dan panjang.
“Untuk jangka pendek, ayo gabung dulu, jangan bersaing head-to-head. Jika kami bisa, kami akan melakukannya pemasokitu mereka (China), jadi menunggangi ombak,” kata Berly.
“Nanti nanti labaKami menggunakannya untuk memperkuat dan memperdalam struktur industri. Tujuannya adalah untuk daya saing meningkat,” ujarnya lagi.
Di Tiongkok, PBOC ikut serta pengumuman resmi pada Senin 10 Agustus 2015 menyatakan bahwa mulai 11 Agustus keesokan harinya, mereka akan menetapkan metode baru untuk menentukan nilai tukar dasar yuan terhadap dolar Amerika Serikat (USD). PBOC akan mematok nilai tukar yuan/USD pada angka tertentu sebelum diperdagangkan di pasar dengan deviasi maksimal plus minus 2% – di luar batas 2% maka PBOC akan melakukan intervensi pasar.
Nilai tukar dasar umumnya ditentukan oleh PBOC dengan mengikuti pergerakan USD. Kini mekanisme pasar menjadi pertimbangan utama. Dengan melihat penawaran dan permintaan di pasar pada hari sebelumnya, PBOC akan menentukan nilai tukar dasar yuan terhadap USD setiap hari.
Mulailah beradaptasi dengan mekanisme pasar, lanjut Yuan terdepresiasi terhadap USD melemah 3,5% dan mencapai level terendah sejak Agustus 2011.
sumber: perdaganganekonomi.com
Sebenarnya mengapa China mengambil kebijakan tersebut?
Perekonomian Tiongkok telah tumbuh sebagai kekuatan ekonomi global baru dalam satu dekade terakhir dan belakangan ini mulai melambat. Salah satu indikasi penting, pada Juli 2015, nilai ekspor mereka turun sebesar 8,3% atau terendah dalam empat bulan terakhir sejak April lalu.
Pada bulan April saja, nilai ekspor Tiongkok dilaporkan menyusut sebesar 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Devaluasi yuan dipandang sebagai solusi karena akan menurunkan harga barang impor dari Tiongkok dan membuatnya lebih kompetitif di pasar luar negeri.
Sementara itu, devaluasi yuan di Indonesia menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap USD melemah mengalami depresi. Pelaku pasar menilai apa yang terjadi di China merupakan sinyal negatif terhadap kondisi perekonomian negara tirai bambu tersebut. — Rappler.com