Dibalik penerbitan surat edaran untuk jurnalis asing
- keren989
- 0
Meski presiden telah mengumumkan peliputan akan lebih mudah bagi jurnalis asing, para menteri dan jajarannya masih mengadakan pertemuan untuk mengeluarkan surat edaran yang bertentangan dengan pernyataan istana.
JAKARTA, Indonesia – Surat Edaran Menteri Dalam Negeri yang mengatur tata cara kunjungan jurnalis asing ke Indonesia dibatalkan pada Kamis, 27 Agustus.
Setelah diterbitkan pada 11 Agustus, surat ini baru berumur 16 hari. Menurut seorang juru bicara Menteri Dalam Negeri Dodi Riyaadmaji, pembatalan itu dilakukan karena ada instruksi langsung. “Perintah Presiden,” katanya kepada Rappler, Jumat pagi, 28 Agustus.
Jika dilihat secara kronologis, Presiden Joko “Jokowi” Widodo secara resmi mengumumkan bahwa Papua terbuka untuk jurnalis asing pada 10 Mei. Seperti halnya Jokowi berkunjung ke Merauke, Papua.
Pengumuman tersebut disaksikan Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Jokowi menegaskan, “Keputusan ini harus dilaksanakan. “Oke, jangan tanya pertanyaan negatif lagi tentang itu.”
Pada bulan yang sama, Dodi mengaku lembaganya mengadakan pertemuan dengan Kementerian Luar Negeri, Badan Intelijen Negara, dan Badan Intelijen Strategis untuk membahas aturan bagi jurnalis asing.
“Kami adakan rapat koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan BIN,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, mereka menekankan pengaturan administrasi kunjungan jurnalis asing ke daerah. Pertemuan tersebut antara lain mendapat masukan dari biro media dan sosial Kementerian Luar Negeri yang biasa melayani jurnalis asing.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta agar lembaga kesatuan nasional dan politik daerah ikut berperan. Antara lain, wartawan diminta melapor ke Kesbangpol mengenai detail kegiatannya, dan di sisi lain, Kesbangpol diminta cepat tanggap.
Sama sekali tidak ada upaya yang menyulitkan jurnalis asing, kata Dodi membela Tjahjo. Intinya sebenarnya untuk mendisiplinkan mereka secara administratif, kata Dodi lagi.
Batasi kebebasan pers
Akhirnya aturan tersebut terbit pada 11 Agustus dan langsung mendapat protes dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia dan The Jakarta Foreign Correspondents Club (JFCC).
Menurut Ketua Advokasi AJI Iman D Nugroho, surat edaran tersebut mencerminkan pemerintah yang tidak memahami prinsip kebebasan pers. Surat ini bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kebebasan pers.
“Saya tanya apa dasar Mendagri mengeluarkan pembatasan aktivitas jurnalis? kata Iman.
Sementara itu, Ketua Umum AJI Suwarjono menyatakan, surat edaran Menteri Dalam Negeri ini juga membuat kebebasan pers Indonesia kurang kondusif karena jurnalis asing tidak leluasa melakukan pekerjaannya. Padahal, pada tahun 2017 ini Indonesia akan menjadi tuan rumah perayaan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia, kata Jono.
Jurnalis asing yang dibatasi aktivitasnya akan membawa berita buruk tentang kebebasan pers di Indonesia ke dunia internasional. Alih-alih mendapatkan pemberitaan bagus tentang Indonesia, tindakan birokrasi terhadap jurnalis asing justru akan menghasilkan pemberitaan negatif.
Jelas, surat edaran pembatasan akses jurnalis asing ini kontraproduktif terhadap upaya Presiden Jokowi mendorong investasi asing untuk membangun Indonesia, kata Jono.
JFCC pun mengaku kecewa dan prihatin dengan surat edaran tersebut.
“Kebijakan negara yang membatasi kunjungan jurnalis mengingatkan kita pada rezim otoriter Suharto dan mencoreng proses transisi Indonesia menuju negara demokratis, serta klaim pemerintah yang mendukung kebebasan pers dan hak asasi manusia,” ujarnya dalam siaran persnya.
Tjahjo meminta maaf
Tjahjo meminta maaf sesaat setelah instruksi Presiden dan reaksi komunitas jurnalis di dalam dan luar negeri. “Niat kita baik, sebagai Menteri Dalam Negeri saya siap melakukan kesalahan dan meminta maaf kepada presiden dan saya siap melakukan kesalahan. “Hari ini kami sedang menyiapkan surat pencabutan surat edaran tersebut,” dia berkata.
Terkait sikap Menteri Tjahjo, jurnalis senior asal Australia yang sudah lama memberitakan di Indonesia, khususnya di Papua, mengatakan sang menteri justru menunjukkan dirinya bertentangan dengan presiden dengan mengeluarkan surat tersebut.
Ia kemudian menyarankan agar akses jurnalis asing untuk meliput di wilayah tersebut harus dijamin. “Memberikan akses kepada jurnalis asing ke Papua (khususnya) akan sangat baik bagi Indonesia,” ujarnya.
Sekaligus bagi dirinya pribadi, membantu mengungkap fakta kehidupan di provinsi termiskin di Indonesia tersebut. Inikah yang ditakutkan pemerintah terhadap jurnalis asing?—Rappler.com
BACA JUGA: