• September 24, 2024

Generasi muda harus melek finansial

Tingkat literasi keuangan di Indonesia masih rendah, sekitar 21%. Segala upaya telah dilakukan. Perlu ada lebih banyak fokus dalam upaya literasi di kalangan generasi muda.

Seseorang, misalkan Pak X, perlu meminjam uang tunai senilai Rp 2 juta untuk biaya pengobatannya. Setiap minggunya ia harus mencicil Rp 200 ribu.

Tn. Alhasil, jumlah pinjaman Tuan X terus membengkak dan mencekik lehernya. Belum lagi biaya administrasi yang dibebankan kepada peminjam. Kondisi ini berlanjut hingga bertahun-tahun hingga total utang Tuan X mencapai Rp72 juta. Lembaga keuangan memaksa Tuan X menjual rumahnya untuk melunasi utangnya.

Hal ini diungkapkan Rimawan Pradiptyo, dosen dan peneliti Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, dalam seminar internasional literasi keuangan yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 9-10 Juni 2015, di Nusa Dua, Bali .

Mr X adalah potret seorang warga negara yang minim pengetahuan soal keuangan. Ia meminjam pada lembaga keuangan yang kurang bonafid, cenderung bertindak seperti rentenir. Mereka yang terjebak dalam skema utang seperti ini bukan hanya masyarakat kelas bawah dengan tingkat pendidikan rendah. Bahkan mereka yang berpendidikan tinggi pun bisa terjebak. Misalnya saja dalam kasus skema Ponzi atau penggunaan sistem multi level marketing.

Salah satu kasus skema Ponzi yang mencuat adalah terkait pengusaha yang menyelenggarakannya skema ponzi untuk pembiayaan bisnis penerbangan

“Kasus-kasus yang terungkap menunjukkan rendahnya tingkat literasi keuangan di Indonesia,” kata Rimawan. Menurut data yang disampaikan Rimawan, sebanyak 78,16% penduduk Indonesia memiliki tingkat melek huruf yang rendah. Terendah di kawasan Asia Tenggara. Hal ini pula yang membuat tingkat literasi keuangan menjadi rendah.

Muliaman D. Hadad, Ketua Komisioner OJK, menyampaikan hasilnya Survei Nasional Literasi Keuangan diselenggarakan pada tahun 2013 oleh OJK di 20 provinsi dengan jumlah responden delapan ribu orang, secara umum menunjukkan tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 21,8% dengan tingkat inklusi sebesar 59,7%. Indeks melek huruf masyarakat pada kelompok C, D dan E (masyarakat berpendapatan rendah/berpenghasilan rendah) sebesar 18,71%.

Literasi harus menyasar generasi muda

Sejumlah pembicara dalam seminar OJK menekankan perlunya perhatian lebih besar terhadap literasi keuangan bagi generasi muda. Yang dimaksud di sini adalah usia sekolah dasar (SD). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa generasi muda yang memahami seluk beluk keuangan akan meningkatkan tabungannya, termasuk asuransi. Jika tingkat tabungan dan penggunaan asuransi meningkat, maka kondisi keuangan suatu negara juga akan menguat.

Data Bank Dunia menunjukkan bahwa terdapat 2 miliar orang di dunia yang masih belum memiliki akses terhadap lembaga keuangan (tidak memiliki rekening bank). “Mereka adalah sasaran literasi keuangan. Mayoritas adalah kaum muda,” kata ekonom Bank Dunia Bilal Husnain Zia.

Selama ini literasi keuangan yang dilakukan oleh lembaga keuangan cenderung dilakukan secara serampangan, tidak fokus dan terlalu umum. Literasi keuangan yang menyasar generasi muda sekitar 27%, usaha kecil dan menengah 12%, dan perempuan 13,6%. “Perlu terobosan pendekatan literasi keuangan agar lebih fokus dan terkoordinasi,” kata Muhammad Syarif Surbakti dari Bank Tabungan Pensiun Syariah Nasional.

Literasi keuangan pada generasi muda juga mempunyai kendala. Tidak ada slot waktu yang cukup untuk melakukan hal ini di sekolah/universitas. Idealnya, hal ini harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah, seperti di Selandia Baru, Republik Ceko, dan Afrika Selatan. Menurut data Organization for Development Cooperation for Developing Countries (OECD), negara-negara tersebut tergolong memiliki literasi keuangan yang baik. “Kementerian pendidikan di negara-negara ini berada di garis depan dalam literasi keuangan bagi generasi muda,” kata Adele Atkinson, dari unit pendidikan keuangan dan perlindungan konsumen OECD.

Kendala lainnya adalah rendahnya kemampuan guru dalam melakukan literasi keuangan. Di sini peran lembaga seperti OJK menjadi penting, dalam memberikan semacam pelatihan bagi para pelatih (pelatihan untuk pelatih). “Pelatihan literasi kepada siswa juga perlu format yang menarik dan kreatif. “Mereka mudah bosan,” kata Adele.

Saya teringat pengalaman saya menjadi juri Kompetisi Inklusi Keuangan (KOINKU) yang diadakan OJK tahun lalu. Pemenang kategori perguruan tinggi merupakan mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Inti dari kompetisi ini adalah menggali ide-ide kreatif dan inovatif untuk literasi keuangan, guna mendukung inklusi keuangan. Pemaparan Dyah Savitri Pritadrajati, mahasiswa UGM, berhasil mencuri perhatian juri. Dia memperkenalkan permainan yang disebut “Econophonia”.

Ide Econofonia muncul dari pengalaman Prita, sapaan akrab Dyah Savitri, saat mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Manyaifun, Waigeo Barat, Papua Barat. Salah satu program yang dilaksanakan adalah meningkatkan kemampuan berhitung anak dan remaja melalui permainan papan sederhana.

Menurut Prita, anak-anak dan remaja di sana sangat antusias dengan permainan yang disediakan. Menggunakan konsep bermain membuat anak-anak dan remaja senang belajar dan lebih mudah memahami materi yang diajarkan.

“Hal inilah yang menginspirasi saya untuk mengembangkan konsep taman bermain literasi keuangan bagi anak-anak dan remaja,” ujar Prita yang kini duduk di bangku semester akhir Fakultas Ekonomi UGM. Kisah ide Econofonia bisa baca di sini.

Jika generasi muda membutuhkan perhatian khusus untuk memahami seluk beluk keuangan, maka menggunakan ide-ide dari sesama anak muda, menurut saya, berpotensi membuat literasi menjadi menarik.

Fakta bahwa generasi muda sangat terikat dengan teknologi informasi telah menjadi kenyataan asli digital, juga harus diperhitungkan. Sejak usia sekolah dasar, anak-anak masa kini sudah terbiasa mengakses informasi melalui tablet atau ponsel.

“Literasi keuangan melalui mode digital menggunakan perangkat seluler juga lebih murah. “Hal ini dapat mengatasi hambatan geografis bagi negara kepulauan seperti Indonesia,” kata Bilal dari Bank Dunia. —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Ikuti Twitter-nya@unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


SGP hari Ini