• October 7, 2024

Hati-hati, daya tarik mematikan dari tabungan bank sedang mengintai Anda

Beberapa waktu lalu saya membaca laporan dari Deposit Insurance Corporation (LDC) tentang penyaluran simpanan di bank. Tabungan yang saya maksud adalah tabungan, giro dan deposito, bukan tabungan yang berkonotasi negatif lho.

Total dana pihak ketiga (DPK, atau biasa disebut dana masyarakat) di perbankan nasional pada akhir tahun 2014 sebesar Rp 4,168 triliun dengan jumlah rekening sebanyak 160 juta rekening.

Dari dana perbankan sebesar Rp4.168 triliun, 44% di antaranya disumbang oleh 78 ribu rekening dari 160 juta rekening atau hanya 0,05%. Kelompok ini mempunyai tabungan lebih dari Rp 5 miliar. Pemilik akun tentunya bisa perusahaan, perseorangan atau akun dengan KTP palsu.

Di antara kelompok rekening di atas Rp5 miliar, terdapat kelompok rekening yang nilainya antara Rp2 miliar hingga Rp5 miliar. Terdapat 139 ribu rekening atau 0,09% dari total rekening yang dipantau LPS. Nilai tabungannya mencapai Rp434 triliun atau sekitar 10% dari total tabungan nasional.

Jadi 2 kelompok pemilik simpanan teratas menguasai sekitar 55% dari total uang di perbankan nasional, yaitu sebesar 0,014%. 217 ribu akun dari 160 juta.

Kelompok di bawah ini adalah mereka yang memiliki tabungan antara Rp1 sampai dengan paling banyak Rp2 miliar, sebanyak 240 ribu rekening (0,15% dari total rekening nasional), dengan nilai Rp338 triliun atau sekitar 8% dari total dana masyarakat.

Lalu kelompok Rp500 juta – Rp1 miliar. Totalnya ada 471 ribu rekening dengan nilai simpanan Rp 346 triliun.

Kelompok berikutnya memiliki nilai tabungan Rp200 juta – Rp500 juta. Jumlahnya 1,104 juta rekening dengan total nilai simpanan Rp 355 triliun.

Pada kelompok ini terdapat kelompok rekening dengan saldo Rp 100 juta – Rp 200 juta dengan total nilai simpanan Rp 230 triliun, total 1,647 juta rekening.

Terakhir, ada kelompok rekening yang saldonya di bawah Rp 100 juta. Totalnya ada 157 juta rekening dengan nominal Rp 617 triliun.

Dimana posisimu? Di bagian paling bawah? Jangan sedih, temannya banyak hehehe.

Menghemat harga akan membuat Anda ngiler

Apa yang menarik dari angka-angka tersebut? Ini bukanlah masalah kesenjangan kaya dan miskin yang tercermin dalam isi laporan tersebut. Saya lebih tertarik dengan pola bank menghimpun tabungan di Indonesia. Program yang dilakukan adalah tabungan berhadiah pengundian.

Ada iklan pengundian hadiah di bank untuk menggalang dana murah. Masyarakat dirayu. Adakah pembaca yang tertarik untuk memindahkan dana tabungannya yang isinya seadanya ke bank lain yang memberikan hadiah?

Lihat kembali angka penabung besar di atas Rp5 miliar dan tabungan dengan isi antara Rp2 miliar hingga Rp5 miliar. Merekalah yang sebenarnya memiliki peluang tertinggi untuk memenangkan tabungan dari pengundian hadiah.

Kini beberapa bank menerapkan program imbalan langsung berupa tabungan dan bonus bunga. Mungkin program penghematan harga secara bertahap menjadi lebih mahal dan kurang efektif.

Godaan menabung dengan harga mungkin merupakan salah satu godaan industri keuangan yang tidak berdampak signifikan mengikis bahkan kehilangan uang kita. Sangat aman. Paling-paling kita harus berusaha memindahkan uang ke rekening bank terkait. Hanya itu.

Banyak sekali godaan mematikan yang menanti masyarakat untuk lengah dan tidak ada peran negara untuk mengaturnya, apalagi memberikan hukuman yang berat. Rasanya aku sudah sering mengalaminya permainan uang, skema Ponzi, dan sejenisnya. Cara rayuan mematikan untuk mencuri uang orang berkali-kali terjadi dengan cara menjual: Investasi menguntungkan, terjamin.

Anda tidak perlu berpura-pura berinvestasi banyak. Fokus saja membeli rumah untuk ditinggali karena itu sudah menjadi investasi.

Beberapa contohnya terjadi pada sektor perkebunan, perdagangan emas, keanggotaan koperasi, dan lain sebagainya. Pendekatannya dilakukan melalui periklanan, lobi, bahkan eksploitasi sentimen keagamaan. Rayuan investasi yang tidak jelas ini lebih mematikan daripada harapan palsu (PHP) yang memikat korbannya.

Biasanya bunga yang dijanjikan luar biasa: bisa 5% bahkan 10% per bulan. Bahkan deposito bank tidak akan mendapat 10% setahun kecuali Anda sudah menabung cukup uang untuk mendapatkannya tarif khusus. Pendapatan yang tidak masuk akal ini ditelan oleh orang-orang yang buta huruf dan menjadi santapan empuk bagi para penjahat.

Percayalah, tidak ada cara instan untuk menjadi kaya. Kecuali jika anda berberkah seperti sobat @suwandiahmad yang beruntung mempunyai mertua kaya atau @paringwaluyo yang mewarisi perkebunan jati yang luas dari kakeknya.

Apa yang harus kita lakukan

Lalu apa yang harus kita lakukan dengan penghasilan yang kita miliki? Investasi apa yang harus dilakukan pekerja? Mulailah dengan sesuatu yang sederhana, jangan berlebihan. Misalnya ambil 10% gaji untuk tabungan, belanja makan dan minum 40%, transportasi 15%, rumah (sewa, tabungan uang muka atau cicilan rumah) 30%, sisanya untuk dana cadangan 5%. %.

Anda tidak perlu berpura-pura berinvestasi banyak. Jika investasi Anda tergiur kematian, uang Anda hilang. Fokus saja membeli rumah untuk ditinggali karena menurut saya itu termasuk investasi.

Jika Anda tiba-tiba mendapat rejeki dalam jumlah besar dari warisan, hal ini tidak perlu dilakukan tertekan alias bullish pada investasi ini dan itu. Bayar saja rumahnya. Tenang dulu. Pilih saja deposito di bank besar agar aman. Jika Anda ingin belajar membeli obligasi, saham, asuransi dan sejenisnya, tidak masalah.

Mulailah dari hal kecil dan disiplin. Ada banyak tokoh yang bisa dijadikan mentor untuk mengelola keuangan di level pegawai.

Itu hanyalah godaan investasi yang mematikan. Ada juga banyak godaan mematikan yang akan sangat menghancurkan nilai uang yang diperoleh dengan susah payah. Misalnya saja godaan mematikan mobil, motor, barang elektronik, baju, sepatu, tas bahkan makanan. Kemudian pembayarannya dilakukan secara kredit menggunakan kartu kredit atau KTA. Semua produk tersebut mengalami penurunan nilai yang signifikan seiring berjalannya waktu.

Dalam kondisi saat ini dimana narsisme tidak bisa ditoleransi, konsumsi nampaknya merajalela. Individu bersaing untuk tampil beda dan tentu saja tidak murah. Biayanya ditutupi oleh hutang. Investasi dilakukan secara membabi buta dan sembarangan dengan semangat ingin cepat kaya. Semuanya dilakukan hanya untuk menjadi budak konsumerisme. Semuanya dilakukan tanpa tujuan yang konkrit. Semoga masyarakat kelas menengah Indonesia dijauhkan dari kondisi seperti ini. —Rappler.com

Kokok Herdhianto Dirgantoro adalah mantan jurnalis, mantan pegawai bank. Kini beliau menjalankan kantor konsultasi di bidang komunikasi strategis. Namun Kokok sangat tertarik mempelajari masalah ekonomi. Gaya tulisannya lucu, namun penuh analisis. Ikuti Twitter-nya @kokokdirgantoro.


Togel Singapura