• October 8, 2024
ICW: Hukuman koruptor semakin ringan

ICW: Hukuman koruptor semakin ringan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

ICW menyerukan adanya pedoman hukuman di pengadilan dan pencabutan hak politik bagi koruptor.

Jakarta, Indonesia— Hukuman bagi koruptor yang dijatuhkan pengadilan sejak awal hingga pertengahan tahun 2015 semakin ringan. Tren ini tidak hanya dipengaruhi oleh hakim saja, namun karena tuntutan jaksa juga semakin ringan.

“Rata-rata hukuman penjara bagi koruptor pada semester I tahun 2015 adalah 2 tahun 1 bulan penjara. Rata-rata ini mengalami penurunan dibandingkan semester I tahun 2014 yang mencapai 2 tahun 9 bulan dan semester I tahun 2013 yang mencapai 2 tahun 6 bulan, kata peneliti ICW Lalola Easter Kaban, Selasa 18 Agustus.

Angka rata-rata tersebut diperoleh dari pantauan ICW terhadap 193 kasus korupsi yang melibatkan 230 terdakwa, mulai dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kasasi ke Mahkamah Agung, hingga kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

Dari 230 terdakwa, 163 orang divonis 1-4 tahun atau ringan, 12 terdakwa divonis 4-10 tahun atau sedang, dan sisanya divonis hakim KPK lebih dari 10 tahun atau berat.

Mengapa koruptor bisa mendapat hukuman ringan?

“Jaksa penuntut umum sejak awal menuntut hukuman yang ringan, dibuktikan dengan penggunaan pasal 3 UU Tipikor sebagai penuntutannya,” kata Peneliti ICW, Aradila Caesar.

Ancaman hukuman bagi koruptor sebagaimana tertulis dalam pasal tersebut adalah penjara seumur hidup, atau pidana penjara antara satu hingga 20 tahun.

Dengan pasal tersebut, “Rata-rata tuntutan yang diajukan jaksa sebagai jaksa penuntut umum adalah 3 tahun 6 bulan atau 42 bulan,” kata Aradila.

Tak hanya dakwaannya ringan, yang mengejutkan hakim juga mengabaikan dakwaan tersebut. Misalnya, dalam kasus korupsi perolehan sarana dan prasarana pada Dinas Kesehatan Kabupaten Madiuntuntutan jaksa Dwi Enggo Tjahjono dengan hukuman 8 tahun penjara, namun hukumannya hanya 2 tahun.

Kalimat yang berat jarang terjadi

Menurut Peneliti ICW Emerson Yuntho, dari 230 terdakwa, hanya 4 koruptor yang mendapat hukuman berat. Diantaranya adalah mantan Bupati Klungkung-Denpasar I Wayan Candra yang tersangkut kasus korupsi dana pembangunan dermaga. Dia divonis 12 tahun penjara.

Hukuman berat kembali dijatuhkan kepada Direktur Utama PT Sanjico Abadi, Asep Aaan Priandi, yang terlibat kasus korupsi dana pengadaan alat kesehatan. Dia divonis 12 tahun penjara. Direktur PT MAPNA Indonesia Mohammad Bahalwan dalam kasus korupsi Perusahaan Listrik Negara divonis 11 tahun penjara.

Keempat adalah Anas Urbaningrum, politikus Partai Demokrat. Ia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan Nasional dan Sekolah Olahraga Hambalang. Pengadilan memvonisnya 14 tahun penjara.

Harus ada pedoman hukuman dan penghapusan hak politik

Berdasarkan temuan tersebut, ICW berharap ada pedoman pemidanaan di lingkungan negara. Jadi tidak ada ketimpangan dalam pengambilan keputusan. Apalagi, putusan ringan ini ditemukan pada beberapa kasus yang menimbulkan kerugian negara besar.

Pegawai Negeri Sipil Isman Idul Fitriansyah, dalam kasus korupsi dana pelabuhan PT PAL, hanya divonis 4 tahun penjara. Menurut ICW, nilai kerugian negara sekitar Rp15 juta. Sementara bagi pejabat Kabupaten Nias Selatan yang terlibat kasus korupsi pembangunan sentra benih utama yang merugikan negara Rp9 miliar, hakim juga memvonisnya 4 tahun penjara.

Disparitas muncul pada denda yang berbeda-beda padahal kerugian negara yang ditimbulkan hampir sama, kata Emerson.

Emerson juga menyarankan agar hak politik narapidana korupsi yang tidak berstatus dicabut rekan keadilan.

Merangkum data yang ada, Emerson mengatakan, “Hampir mayoritas hakim berpendapat bahwa korupsi bukan lagi kejahatan luar biasa.” —Rappler.com

BACA JUGA:

game slot online