• October 6, 2024

Indonesia mempunyai darurat kejahatan seksual terhadap anak

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat angka kekerasan terhadap anak meningkat sebesar 40 persen pada kuartal I tahun 2014 dibandingkan tahun 2010. Sebanyak 26 persen merupakan kejahatan seksual terhadap anak.

“Setiap saya menerima laporan kasus kekerasan terhadap anak, saya sangat sedih. Kepalaku rasanya mau meledak. Mengapa tren kekerasan terhadap anak masih meningkat? Rasanya seperti kami terus-menerus menjangkau dan melakukan penjangkauan. Namun jumlahnya terus meningkat.”

Pernyataan prihatin tersebut disampaikan Wakomel Elfiana, Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Nangroe Aceh Darussalam. Saya bertemu AKP Elfi pada Selasa (25/11) malam di rumah sederhananya di kawasan Blang Oi, Meuraxa, Banda Aceh. Rumah AKP Elfi terletak di kawasan yang tersapu bencana tsunami di Aceh pada Desember 2004 lalu. Elfiana kehilangan sejumlah anggota keluarga dekatnya, termasuk ibu, suami, dan anak satu-satunya yang saat itu berusia 10 tahun.

Catatan Lembaga Bantuan Hukum Anak Banda Aceh menunjukkan, dalam lima tahun terakhir terdapat 149 kasus kekerasan yang melibatkan anak sebagai korban atau pelaku. Pada tahun 2014, terdapat 35 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan.

Elfiana tidak ingat persis jumlah unit PPA yang dipimpinnya. Namun haru yang tergambar di wajahnya saat berbicara tentang meningkatnya kejahatan terhadap anak menjadi bukti bahwa kejahatan terhadap anak di provinsi berjuluk Serambi Mekkah itu sudah memasuki “situasi darurat”.

Situasi yang sama juga terjadi di tingkat nasional. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat angka kekerasan terhadap anak meningkat sebesar 40 persen pada kuartal I tahun 2014 dibandingkan tahun 2010. Sebanyak 26 persen merupakan kejahatan seksual terhadap anak. Kasus yang banyak diberitakan media massa adalah yang terjadi di Jakarta International School.

Pada bulan Juni 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi Presiden no. 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan Terhadap Anak. Sejumlah instansi pemerintah di pusat dan daerah terlibat dalam memastikan kekerasan terhadap anak dapat dicegah dan jika terjadi maka pelakunya harus dihukum berat. Ancamannya maksimal 18 tahun penjara sebagaimana diatur dalam UU No. 23/2002 dinilai perlu diperkuat untuk memberikan efek jera.

Instruksi presiden tersebut juga mewajibkan lembaga terkait termasuk media dan regulator seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk berperan dalam memastikan konten aman bagi anak-anak. Beredarnya video porno dan mudahnya orang dewasa dan anak-anak mengakses konten pornografi melalui warung internet diduga menjadi salah satu pemicu kejahatan seksual.

“Setiap saya tanyakan, pelaku mengaku keinginan melakukan kejahatan seksual itu muncul setelah menonton video porno,” kata Elfiana. Bersama sejumlah lembaga, termasuk unit konseling remaja dan keluarga di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), polisi gencar melakukan sosialisasi.

Ironisnya, di Banda Aceh terjadi kasus kejahatan seksual yang melibatkan petugas polisi yang menyodomi dua anak sekolah dasar. Pada pertengahan November, pengadilan memvonis pelaku delapan tahun penjara dan denda Rp60 juta. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang hanya 10 tahun penjara. Salah satu anggota majelis hakim tidak setuju pelaku terbukti bersalah dan mengalah perbedaan pendapat.

Meningkatnya kejahatan terhadap anak patut menjadi perhatian serius bagi pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise berjanji akan menganalisis laporan terkait dan mengusulkan amandemen UU No. 23/2002 mencakup peningkatan hukuman maksimal bagi pelanggar. Yohana, perempuan Papua pertama yang menyandang gelar guru besar, merupakan aktivis gender dan pemberdayaan perempuan sekaligus mengajar di Universitas Cendrawasih, Papua.

Tantangan pertama bagi Yohana adalah kasus dugaan kejahatan seksual yang dilakukan Raja Solo, Pakubuwono XIII terhadap AT, siswi SMK berusia 15 tahun. Kasus ini ditangani polisi. AT yang mengandung janin perbuatan asusila mengalami tekanan mental yang luar biasa. Kasus tersebut diproses oleh KPAI dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Presiden Jokowi sebelumnya menjabat Wali Kota Solo. Saya berharap Presiden peduli dengan penderitaan para korban, meski kasus ini melibatkan elite Solo. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


SDy Hari Ini