• October 5, 2024

Indonesia mempunyai potensi besar dalam menghadapi tantangan global

JAKARTA, Indonesia — Dalam kunjungannya ke Indonesia untuk menghadiri pertemuan antara Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Indonesia, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Selasa 1 September 2015.

Pada acara ini, Lagarde menyampaikan visinya untuk menghidupkan kembali pertumbuhan global, yang menurutnya akan memberikan peluang bagi generasi muda dan menjadi lebih inklusif.

Dalam kuliah umum bertema “Siap lepas landas—Membuka potensi ekonomi Indonesia”, Lagarde antara lain menegaskan bahwa Indonesia mempunyai peluang untuk memanfaatkan dinamika perekonomian global saat ini sebagai momentum untuk memperbaharui sumber pertumbuhan ekonomi, sehingga mampu membuat target yang lebih tinggi di masa depan.

Berikut inti pidato Lagarde yang diterima Rappler melalui siaran pers.

Dinamika Global Saat Ini dan Dampaknya terhadap Indonesia

Terkait dengan situasi perekonomian global saat ini, Indonesia, seperti halnya negara berkembang lainnya, perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain menurunnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok, melambatnya pertumbuhan ekonomi global, dan membaiknya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.

“Semua ini akan berdampak pada perekonomian negara lain, termasuk Indonesia, dan Indonesia harus mengantisipasi berbagai proses perubahan tersebut,” kata Lagarde.

Pertama, perekonomian Tiongkok saat ini berada dalam masa transisi. Pemerintah Tiongkok telah melakukan sejumlah penyesuaian dalam perekonomiannya – bergerak menuju perekonomian berbasis pasar. Dan untuk menyesuaikan dengan model pertumbuhan baru ini, laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan akan melambat.

Diperkirakan Tiongkok memiliki instrumen kebijakan dan kekuatan finansial yang memadai untuk mengelola transisi ini. Namun Indonesia sebagai salah satu mitra utama Tiongkok harus siap menghadapi tantangan yang timbul dari proses transisi tersebut.

Kedua, pada saat yang sama harga komoditas di pasar dunia telah mencapai puncaknya dan harga diperkirakan akan tetap pada level saat ini. Kedua hal ini membuat permintaan eksternal terhadap Indonesia akan terus melemah.

Ketiga, Indonesia harus mengantisipasi pemulihan ekonomi Amerika Serikat. Pemulihan ini akan menyebabkan The Fed selaku bank sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunganya dan hal ini dapat menyebabkan gejolak atau volatilitas keuangan global terus berlanjut.

“Saat ini laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang mengalami penurunan, hingga di bawah 5%. Namun hal ini tidak akan bertahan selamanya selama Indonesia membangun sumber pertumbuhan ekonomi baru berdasarkan potensi yang ada dengan pengelolaan kebijakan yang tepat, kata Lagarde.

Apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan Indonesia

Lagarde meyakini salah satu potensi terbesar Indonesia adalah sumber daya manusia (SDM) muda yang tersedia dalam jumlah besar.

Berbeda dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN yang mengalami penurunan, jumlah penduduk usia kerja di Indonesia akan terus meningkat. Diperkirakan pada tahun 2030, 70% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 180 juta jiwa akan berada dalam usia kerja.

“Ini adalah momentum Indonesia untuk mempercepat laju reformasi ekonomi dengan membangun sumber pertumbuhan baru dan menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda,” kata Lagarde.

Ada 3 langkah penting yang harus dilakukan untuk mewujudkan potensi tersebut.

Pertama, pembangunan infrastruktur yang modern dan efisien, terutama ketenagalistrikan dan transportasi. Kurangnya infrastruktur yang memadai membuat sektor lain tidak efisien. Misalnya, biaya logistik diperkirakan sebesar 24% dari produk domestik bruto (PDB), dibandingkan dengan 13% di Malaysia. Dan akses masyarakat terhadap listrik di Indonesia baru 80% dibandingkan hampir 100% di negara lain yang sejenis.

Kedua, perbaikan iklim investasi yang kondusif bagi penyerapan teknologi baru, dan kemampuan bersaing dalam produksi banyak barang dan jasa seperti yang dilakukan negara lain seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang. Lagarde menyampaikan apresiasi atas langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi, seperti penyelesaian permasalahan lahan untuk infrastruktur dan pelayanan terpadu satu pintu.

ketiga, Lagarde menekankan bahwa semua itu harus dibarengi dengan kebijakan perdagangan internasional yang mendukung proses integrasi ekonomi Indonesia dengan dunia. Potensi yang terbuka bagi Indonesia tidak hanya pasar dalam negeri yang besar, namun pasar global yang terdiri dari 1,5 miliar konsumen.

Dengan kerangka kebijakan yang baik, keterbukaan terhadap investasi dan perdagangan, serta infrastruktur pendukung, Indonesia mampu membangun daya saing dan memperoleh manfaat dari integrasi perekonomian Indonesia dengan perekonomian global, termasuk melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC).

Pertumbuhan inklusif

Lagarde juga menekankan pentingnya pendekatan kebijakan ekonomi inklusif. Menurutnya, tidak ada yang bisa mempertahankan laju pertumbuhan berkelanjutan jika hanya dinikmati segelintir orang saja.

“Pada dasarnya, negara mana pun, termasuk Indonesia, memerlukan kebijakan inklusif untuk memastikan bahwa semua orang menikmati hasil pertumbuhan tersebut, bukan hanya segelintir orang,” kata Lagarde.

Indonesia tidak boleh terjebak dalam pandangan yang hanya memandang generasi muda sebagai potensi pasar dalam negeri yang sangat besar, namun harus melihat mereka sebagai sumber daya ekonomi yang berpotensi memanfaatkan setiap peluang yang ada di pasar global.

Indonesia harus mendorong generasi muda ini untuk memperluas sumber pertumbuhan dan mendiversifikasi sektor andalan mereka dari sektor komoditas berbasis sumber daya alam menjadi produk yang bernilai tambah tinggi.

Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah dari segi sumber daya manusia.

Pertama, satu dari setiap 5 pemuda Indonesia saat ini kurang mendapatkan pendidikan atau pelatihan yang memadai.

Kedua, tingkat partisipasi perempuan di Indonesia masih rendah.

Dengan jumlah penduduk sebesar 50% dari total penduduk, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan hanya dua pertiga dari angkatan kerja laki-laki. Dan hampir 40% perempuan muda (15-24 tahun) memiliki pendidikan rendah atau tidak memiliki pekerjaan.

“Jika Indonesia dapat meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan yang saat ini hanya 50% menjadi 64% pada tahun 2030, maka akan ada tambahan 20 juta pekerja terampil untuk Indonesia,” kata Lagarde.

Ada beberapa alasan mengapa angka pengangguran masih tinggi, antara lain kebijakan ketenagakerjaan yang kurang mendukung dibandingkan negara lain. Selain mempengaruhi daya saing Indonesia, hal ini juga mengurangi peluang bagi 60% pekerja yang saat ini bekerja di sektor informal dengan tingkat keterampilan dan pendapatan rendah.

Potensi teknologi dan inovasi juga diperlukan untuk meningkatkan kegiatan yang bernilai tambah tinggi bagi generasi muda dan menjadi bagian dari sumber pertumbuhan baru, lebih inklusif dan berpotensi bernilai tambah tinggi.

Lagarde mencontohkan Go-Jek bagaimana generasi muda Indonesia berhasil melahirkan ide-ide kreatif dan menciptakan wadah bagi para tukang ojek untuk bertemu pelanggan. Potensi kewirausahaan juga memerlukan kebijakan inklusif di sektor keuangan.

Lagarde menutup kuliah umum dengan menekankan bahwa IMF adalah mitra Indonesia dalam mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi, inklusif dan terintegrasi dengan perekonomian global, serta mengajak semua pihak, terutama generasi muda, untuk memimpin perubahan yang perlu dilakukan Indonesia dan dibawa Indonesia ke dunia. . pasar. —Rappler.com

BACA JUGA:

judi bola terpercaya