
Istana turun tangan dalam kasus Novel Baswedan
keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia— Untuk mencegah konflik berkepanjangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia semakin meningkat, pihak istana turun tangan dalam penangkapan penyidik KPK Novel Baswedan pada Jumat dini hari, 1 Mei.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku telah memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Badrodin Haiti untuk merilis novel tersebut.
Tadi saya perintahkan agar Kapolri tidak ditahan, kata Jokowi kepada wartawan usai salat Jumat di Masjid Kottabarat, Solo, Jawa Tengah, seperti dikutip dari Antara. Detik.com.
Ia juga memerintahkan agar proses hukum dilakukan secara transparan dan adil.
(BACA: Penyidik KPK Novel Baswedan dijemput paksa polisi)
“Ketiga, saya juga perintahkan Wakapolri untuk tidak membuat kontroversi lagi. Mereka harus bekerja sama; “Polri, KPK, kejaksaan, semuanya terlibat dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla juga mengunjungi Markas Besar (Mabes) Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat sore. Ia tiba sekitar pukul 13.30 dan ditemui Budi Gunawan, Wakil Kapolri.
Dalam jumpa persnya, Wapres JK menyampaikan pendapatnya terhadap Presiden Jokowi.
“Ini adalah kasus yang normal. Jangan sampai salah dengan tidak memeriksa ke polisi, itu salah. Jangan lihat, polisilah yang harus disalahkan. “Ini yang akan dilakukan Polri,” kata JK.
JK juga menilai tidak ada upaya kriminalisasi dalam kasus penangkapan Novel. Menurut JK, kriminalisasi adalah tindakan menuduh seseorang atas suatu perkara, namun kenyataannya tidak ada. Sementara tindak pidana ini terjadi pada kasus Novel.
“Kalau ada kasusnya lalu diusut, itu bukan kriminalisasi,” tegas JK.
Terkait pernyataan Presiden Jokowi, JK mengatakan polisi akan mempertimbangkannya. Tapi sTentu saja sesuai aturan harus sesuai dengan proses hukum. “Tidak bisa di luar hukum,” ujarnya.
Klarifikasi Pimpinan KPK
Sebelumnya, pada Jumat pagi, pimpinan KPK langsung merapat saat mengetahui anak buahnya ditangkap polisi.
Johan Budi, Plt Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, menjelaskan tudingan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Menurut dia, tidak ada alasan penangkapan Novel.
“Benar Novel pernah dipanggil untuk diperiksa Bareskrim. Yang bersangkutan mengaku ingin hadir, namun karena ada perintah pimpinan KPK, maka pemeriksaan ditunda. “Sudah ada penjelasan resmi dari pimpinan KPK kepada pimpinan Polri,” kata Johan.
“Saat itu adalah Tuan. (Pj Ketua KPK Taufiequrachman) Ruki yang mr. Badrodin menghubungi Haiti saat masih menjabat Wakapolri untuk menjelaskan bahwa Novel tidak bisa (tidak bisa) melaksanakan somasinya karena ada tugas dari pimpinan KPK, dan hal itu diakomodir. Jadi kalau Novel dipanggil saat ini karena mangkir, bukan mangkir, karena ada penjelasannya, jelas Johan.
Pimpinan KPK pun menyerahkan surat penangguhan penahanan terhadap Novel.
Saya masih yakin Kabareskrim (Brigjen Budi Waseso) akan melihat kepentingan yang lebih besar, kata Johan.
“Seperti yang disampaikan kemarin, situasi KPK-Polri secara kelembagaan dan kelembagaan dalam situasi baik. “Saya harap itu Pak. Penyidik Kaberskrim dan Polri akan memberikan ruang kepada pimpinan KPK untuk bertindak sebagai sponsor bagi Mr. Novel untuk bertindak agar tidak ditahan,” lanjut Johan.
Kalaupun permohonannya ditolak, berarti mencerminkan sikap pimpinan Polri.
“Kalau pimpinan KPK memang meminta penundaan dan menjamin dirinya sebagai wakil pribadi atau lembaga, saya kira (permintaan) tidak dihiraukan, terserah pimpinan masing-masing,” ujarnya.
Jika KPK tidak didengarkan, kata Johan, maka tidak ada gunanya lagi posisi Pimpinan KPK.
“Kami menghormati kewenangan mereka, namun ada hal-hal yang lebih penting dan perlu dikoordinasikan terlebih dahulu untuk menjaga harmonisasi antara KPK dan Polri. “Kalau Pimpinan KPK diabaikan, tidak ada gunanya menjadi Pimpinan KPK,” kata Johan.
Pihak-pihak di sana harus saling menghormati karena ada kepentingan yang lebih besar antara KPK dan Polri tanpa mengurangi kehormatan daerah masing-masing, termasuk yang perlu didalami Bareskrim, lanjutnya.
Taruhannya memimpin lembaga ini. Kalau tidak bisa (dibekukan), maka pilihan untuk menyerahkan amanah minimal melalui keputusan presiden (pengangkatan pimpinan), tegasnya.
Berdasarkan surat perintah penangkapan, Novel diduga kuat melakukan tindak pidana penganiayaan. Kasus yang menjerat Novel bermula pada tahun 2004 saat ia menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu Kota.
Dia didakwa melakukan penyerangan terhadap pencuri sarang burung walet. Tempat kejadian pada 18 Februari di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu.
Petisi pembebasan Roman
Sementara itu, istri Novel, Rina Emilda, mengajukan petisi kepada Jokowi, Kapolri Badrodin Haiti, dan Pj Ketua KPK Taufiequrachman Ruki di Ubah.org untuk segera membebaskan Roman dari semua tuduhan.
“Suami saya dijemput paksa karena ternyata tidak memenuhi panggilan Bareskrim sebelumnya. Padahal ia tak hadir karena dilarang pimpinan yakni Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. “Dia dituduh terlibat kasus pada tahun 2004 yang menurut banyak pihak merupakan kasus rekayasa,” kata Rina dalam permohonannya.
Hingga pukul 15:15 WIB, petisi ini telah ditandatangani 8.677 orang. —Rappler.com