• September 7, 2024

Itu maritim, ini maritim

Presiden Joko “Jokowi” Widodo dijadwalkan kembali dari Korea Selatan hari ini, Jumat (12/12). Presiden Jokowi berkunjung ke Negeri Ginseng itu untuk menghadirinya KTT Peringatan ASEAN-Republik Korea 2014.

Jokowi dan Ibu Negara Iriana didampingi beberapa menteri, termasuk Menko Perekonomian Sofyan Djalil, berangkat ke Korea Selatan dengan menggunakan pesawat kepresidenan Boeing Business Jet 2. Setidaknya ada keuntungan yang dimiliki Jokowi dengan menerbangkan pesawat kepresidenan, jadi tidak ada salahnya. perlu mengganggu jadwal maskapai komersil Garuda Indonesia.

Kita tahu, Megawati Sukarnoputri dan partainya pernah mengecam keras pembelian pesawat kepresidenan yang dilakukan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bahkan ada usulan penjualan pesawat tersebut. baca di sini.

Selain menghadiri KTT Perayaan Hubungan ASEAN-Korea Selatan yang memasuki tahun ke-25, Jokowi juga mengunjungi perusahaan galangan kapal “Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering” (DSME) di Busan. Melihat pemberitaan media, Jokowi nampaknya terkesan dengan kualitas produk DSME yang memproduksi berbagai macam kapal, termasuk kapal selam.

DSME bekerja sama dengan PT PAL sedang mengerjakan tiga kapal selam pesanan pemerintah Indonesia dengan total nilai kurang lebih 250 juta dollar AS. “Pengerjaan akan dilakukan pada dua kapal di sini dan satu lagi nanti di Indonesia,” kata Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman di lokasi, seperti dikutip Antara.

Kapal selam kelas Changbogo rencananya akan dikirim ke Indonesia pada tahun 2017 dan 2018. Tambahan tiga kapal tersebut akan menambah armada kapal selam Indonesia menjadi lima. Saat ini terdapat dua kapal selam yang diproduksi di Jerman pada tahun 1981. “Kita membutuhkan keseimbangan militer,” kata Marciano.

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan pemerintahan Jokowi ingin memperkuat kerja sama bilateral dengan Korea Selatan, khususnya di bidang infrastruktur, maritim, kehutanan, dan kehutanan. e-pemerintahan.

Menurut saya, dalam visinya di bidang maritim, Jokowi berusaha konsisten. Setidaknya jajaran menteri kabinet kerja memasukkan unsur ini dalam program kerjanya. Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, misalnya, menjadikan pelatihan maritim sebagai fokus dalam kebangkitan pusat pelatihan kerja, serta wawancara saya di sini.

Menteri Perumahan dan Pekerjaan Umum mempunyai tugas berat untuk membangun jalan tol laut yang notabene merupakan jalur reguler kapal-kapal pengangkut barang dan orang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya sebagai bentuk konektivitas. Kapan pembangunannya akan dimulai, kami belum tahu. Persoalannya, Presiden Jokowi sibuk berjualan kepada calon investor infrastruktur, termasuk saat berkunjung ke Korea Selatan.

Kalau diterapkan oleh kementerian yang dipimpin Menteri Susi Pudjiastuti, saya tak perlu ceritakan lebih lanjut. Tiada hari tanpa pemberitaan gebrakan Menteri Susi di media.

Visi maritim Indonesia dipromosikan di Peru

Semangat memperjuangkan persoalan maritim juga terasa di arena Conference of Parties (COP) 20 yang berlangsung di Lima, Peru. Delegasi Indonesia pada KTT perubahan iklim di sana fokus memperjuangkan lima sektor utama terkait penanggulangan perubahan iklim. Kelima sektor tersebut adalah adaptasi, mitigasi, transfer teknologi, pengembangan kapasitas dan pendanaan dengan memasukkan perspektif maritim. (MEMBACA: Indonesia membawa perspektif maritim pada konferensi iklim COP 20)

Rachmat Witoelar, Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim sekaligus Ketua Delegasi Republik Indonesia, mengatakan sektor-sektor tersebut menjadi fokus pembahasan yang akan dimasukkan dalam perjanjian iklim 2015 di Paris.

“Di era pemerintahan baru, sektor maritim perlu mendapat perhatian khusus karena erat kaitannya dengan perubahan iklim. “Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Rachmat seperti dikutip Rappler, dari siaran pers DNPI, Rabu (10/12).

COP 20 akan berakhir pada hari ini, Jumat, 12 Desember 2014.

Menurut Rachmat, sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat bergantung pada kondisi maritim yang dipengaruhi oleh iklim. Oleh karena itu, diperlukan tindakan adaptasi dan mitigasi dalam pengembangan sektor maritim. Informasi lengkap mengenai posisi Indonesia di COP 20 dapat diikuti di sini.

Sumber dana?

Yang belum jelas dari program maritim Presiden Jokowi adalah sumber dananya. Hal ini terlepas dari adanya realokasi subsidi minyak akibat kenaikan harga minyak (yang diikuti dengan penurunan penerimaan pajak migas akibat anjloknya harga minyak dalam dua bulan terakhir).

Bandingkan saja dengan visi maritim dan ekonomi pemerintah Tiongkok, hal ini terlihat dari perkembangan pemberitaan mengenai dua program ambisius Presiden Xi Jinping.

Kantor berita resmi Tiongkok, Xinhua, bulan lalu mengumumkan peninjauan peta Jalur Sutra yang diluncurkan oleh pemerintahan Presiden Xi Jinping pada tahun 2013. Peta yang direvisi menampilkan beberapa perhentian baru, yang ditambahkan pada paruh kedua tahun 2014, termasuk Moskow, Rusia; Dushanbe, Tajikistan; Jakarta, Indonesia; dan Kolombo, Sri Lanka.

Beijing terus menambah mitra jalan maritimnya. Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, dalam kunjungannya baru-baru ini ke Tiongkok, menyatakan minatnya untuk menjadi bagian dari peta Jalur Sutra Tiongkok.

Pada tahun 2013, Presiden Xi Jinping meluncurkan semacam “Rencana Marsekal”, dua program perdagangan dan infrastruktur besar-besaran, sebagai jaringan yang menghubungkan Asia Timur dengan Jalur Sutra Baru, yang juga dikenal sebagai Jalur Sutra Ekonomi dan Jalur Sutra Maritim.

Kedua program ambisius ini mulai terbentuk tahun ini, karena komitmen kuat Beijing untuk menginvestasikan dana.

Bloomberg melaporkan bahwa pemerintah Tiongkok berencana menyediakan dana sebesar US$16,3 miliar untuk membangun dan memperluas jalur kereta api, jalan raya, dan jaringan pipa energi di provinsi-provinsi yang merupakan bagian dari Sabuk Ekonomi Jalur Sutra. Upaya ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di provinsi dan daerah yang masih miskin di Negeri Tirai Bambu.

Beijing juga mempromosikan kebijakan yang mendorong bank-bank di Tiongkok untuk memberikan pinjaman kepada negara-negara lain yang merupakan bagian dari jalur Jalur Sutra ekonomi dan maritimnya. Pemerintahan Xi Jinping telah berjanji untuk membayar US$1,4 miliar untuk membangun pelabuhan di Sri Lanka, menghabiskan US$50 miliar untuk membangun infrastruktur dan investasi energi di Asia Tengah, dan menyalurkan bantuan senilai US$327 miliar ke Afghanistan untuk membangun kereta api, jalan raya, konservasi. dan pembangkit listrik.

Berdirinya Asian Infrastructure Development Bank (AIIB) yang diprakarsai Tiongkok diharapkan dapat meningkatkan kapasitas penyaluran dana pembangunan infrastruktur di kawasan ini. Diperkirakan nilai total jalur ekonomi samping jalan tersebut mencapai US$21,1 triliun.

Indonesia dan Tiongkok menandatangani kesempatan mengikuti penyetoran modal di AIIB yang telah dilakukan pada akhir November lalu antara Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Liu JianChao.

Seperti yang dikatakan Jokowi di Korea Selatan: “Saya baru dua bulan menjadi presiden.”

Posisi dan kekuatan ekonomi Tiongkok dan Indonesia tidak sebanding. Namun proses dan persiapan yang dilakukan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua dan akan menjadi yang pertama ini bisa dijadikan acuan.

Ada pepatah bijak yang kita ingat, “Belajar menjangkau Tiongkok”. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


Result SGP