Jokowi berikan amnesti kepada 5 tapol Papua
- keren989
- 0
Apakah amnesti akan diberikan kepada tapol lainnya?
JAYAPURA, Indonesia – Presiden Joko “Jokowi” Widodo akan memberikan grasi kepada 5 tapol Papua.
Rencananya, Jokowi akan memberikan grasi tersebut saat mengunjungi Lapas Abepura, tempat lima tapol ditahan, pada Sabtu, 9 Mei 2015.
Mereka adalah Numbungga Telenggen, Linus Hiluka, Apotnaholik Lokobal, Kimanus Wenda dan Mikael Heselo. Numbungga divonis penjara seumur hidup, sedangkan lainnya divonis empat hingga 20 tahun.
Kelimanya dinyatakan bersalah melakukan pembobolan gudang senjata Kodim Wamena yang terjadi pada 3 April 2003.
Pengacara kelima tahanan, Anum Siregar, mengapresiasi pemberian belas kasihan tersebut. “Langkah Presiden sangat baik bagi kelangsungan demokrasi,” ujarnya.
Selama ditahan, mereka seringkali berpindah-pindah tempat tanpa alasan yang jelas, dari Lapas Wamena, Gunung Sari Makasar, ke Lapas Ambon, Jakarta, dan akhirnya kembali ke Papua.
“Mereka adalah narapidana (tahanan politik) yang paling lama mendekam di penjara karena hukumannya sangat berat, mereka keluar masuk penjara kecil ke penjara besar dan banyak sekali kendala yang dialami,” kata Anum.
“Beberapa langkah hukum dilakukan untuk mengeluarkan mereka, hingga akhirnya yang memberikan grasi adalah Jokowi.”
Menurut Anum, langkah Jokowi memberikan amnesti menunjukkan pemerintahannya menjunjung tinggi kehidupan demokrasi dan dapat menjadi contoh bagi dunia kehidupan demokrasi yang menghargai kebebasan berekspresi.
“Tradisi ini sangat bagus, mudah-mudahan tapol lainnya juga mendapat amnesti,” ujarnya.
Meski kebijakan Jokowi diapresiasi Anum, namun aktivis HAM Andreas Harsono menilai hal itu masih belum cukup dan meminta Jokowi mengampuni kelima tahanan politik tersebut.
“(Langkah) ini bagus, tapi belum cukup,” kata Andreas, yang juga peneliti di Human Rights Watch, kepada AFP.
Kronologi penahanan hingga pemberian grasi
Kasus pengampunan tahanan politik saat ini mulai diproses di Pengadilan Negeri Wamena pada tahun 2003. Awalnya ada 7 tersangka, namun kemudian dua di antaranya meninggal.
Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Yafrai Murib, Numbungga Telenggen dan Kanius Murib. Linus Hiluka, Apotnaholik Lokobal, Kimanus Wenda dan Mikael Heselo divonis 20 tahun penjara.
Pada bulan Desember 2004, mereka dipindahkan ke Lapas Gunung Sari, Makassar. Hanya Kanius Murib yang tidak dipindahkan karena usianya yang sudah tua.
Pemindahan paksa ini memunculkan advokasi yang panjang untuk memperjuangkan kepulangan mereka ke Papua. Hukuman Kanius Murib diubah dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
Agustus 2007 Mikael Haselo meninggal dunia di RS Bayangkara Makasar setelah sakit kurang lebih 1 bulan. Jenazah Mikael Haselo dijemput dan dibawa ke kampungnya di Anjelma Kurima Yahokimo oleh Komisi F DPR Papua.
Pada Januari 2008, permohonan pemindahan enam narapidana sisanya dikabulkan oleh Dirjen PAS Kementerian Hukum dan HAM RI, namun tidak kepada Wamena. Linus Hiluka dan Kimanus Wenda dipindahkan ke Penjara Nabire, sedangkan Yafrai Murib, Numbungga Telenggen dan Apotnaholic Lokobal dipindahkan ke Penjara Biak.
Pada 10 Desember 2011, Kanius Murib meninggal dunia setelah pihak Lapas Wamena menyerahkan Kanius kepada keluarganya beberapa bulan sebelumnya untuk dirawat atas permintaan keluarga.
Pada tahun 2012, Kimanus Wenda mengalami tumor kecil dan harus menjalani operasi. Kimanus ditahan sementara di Lapas Abepura. Setelah menjalani operasi dan perawatan di RS Dian Harapan, Kimanus kembali ke Jayapura pada Februari hingga Mei 2012. Dia kemudian dikirim kembali ke Penjara Nabire.
Pada tahun yang sama, Yafrai Murib menderita stroke dan diizinkan berobat dan dipindahkan ke Penjara Abepura. Ia menjalani perawatan rutin dan fisioterapi di RS Dian Harapan setiap minggunya dan kemudian dipindahkan ke RSUD Jayapura. Dia sekarang tinggal di penjara Abepura. —Rappler.com