• November 24, 2024
Jokowi mendukung AIIB, mendayung di antara dua batu

Jokowi mendukung AIIB, mendayung di antara dua batu

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Jokowi menilai kehadiran Bank Dunia, IMF, dan ADB tidak cukup dan diperlukan alternatif baru. Apakah ini indikasi Indonesia mendukung lahirnya AIIB?

JAKARTA, Indonesia – Dalam pidato pembukaan Konferensi Asia-Afrika 2015 di Jakarta, Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Rabu, 22 April menyatakan mendesaknya reformasi sistem perekonomian global.

Inklusivitas adalah kuncinya

Pandangan bahwa permasalahan perekonomian dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Pembangunan Asia (ADB) merupakan pandangan ketinggalan jaman yang harus ditolak, kata Jokowi.

“Saya berpendapat pengelolaan perekonomian dunia tidak bisa diserahkan hanya kepada tiga lembaga keuangan internasional.

“Kita harus membangun tatanan ekonomi baru yang terbuka terhadap kekuatan ekonomi baru. “Kami menyerukan reformasi arsitektur keuangan global untuk menghilangkan dominasi kelompok negara tertentu terhadap kelompok negara lain,” lanjutnya.

(BLOG LANGSUNG: Konferensi Asia Afrika 2015)

Jika Jokowi berpendapat bahwa kehadiran Bank Dunia, IMF, dan ADB saja tidak cukup dan diperlukan alternatif baru, apakah hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mendukung lahirnya Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang akhir-akhir ini tampak memainkan peran tersebut?

AIIB, kuda hitam dari timur

Bagi yang belum pernah mendengarnya, AIIB adalah bank pembangunan baru di kawasan Asia.

AIIB kurang lebih akan mempunyai fungsi yang sama dengan Bank Dunia, IMF dan ADB, yaitu menyediakan sumber pendanaan bagi proses pembangunan negara-negara yang berada di bawah naungannya. Sesuai dengan namanya, pembangunan infrastruktur menjadi fokus utama AIIB.

Didorong oleh Tiongkok, AIIB diresmikan pada 24 Oktober 2014. Saat itu tercatat 21 negara sebagai negara pendiri.

Kehadiran AIIB memang relevan. Publikasi World Economic Forum (WEF) menyatakan bahwa hingga tahun 2020 masih terdapat kekurangan sebesar 8 triliun dolar AS untuk membiayai kebutuhan pembangunan infrastruktur di Asia.

Relevansi ini baru-baru ini meluncurkan sejumlah kekuatan ekonomi global berlabuh ke AIIB. Ada nama Rusia, Korea Selatan, dan Inggris di antaranya.

Anehnya, di antara negara-negara yang berlabuh juga terdapat negara-negara yang secara tradisional merupakan sekutu Amerika Serikat.

Negeri Paman Sam, sejak awal muncul ide pendirian AIIB, menjadi lawan utamanya. Amerika Serikat khawatir bahwa AIIB akan memberi Tiongkok lebih banyak kebebasan untuk menggoyahkan dominasi global mereka.

Mendayung di antara dua karang

Indonesia menyatakan dedikasi untuk berperan aktif di AIIB. Seiring dengan pernyataan Jokowi, apakah ini berarti Indonesia berpihak pada AIIB dan China, bukan Amerika Serikat?

Berly Martawardaya, Ekonom Universitas Indonesia, menilai penilaian tersebut berlebihan. “Apa yang dilakukan Jokowi adalah mendayung di antara dua batu, sejalan dengan narasi politik dan ekonomi Indonesia yang sudah lama ada,” kata Berly.

Lebih lanjut Berly menjelaskan, Indonesia terus berkontribusi kepada Bank Dunia, IMF, dan ADB. Dengan bergabung pula dalam AIIB, Indonesia dapat tampil sebagai kekuatan penyeimbang ketegangan global yang meningkat akibat terbentuknya AIIB.

Dari sisi internal, menurut Berly, bergabungnya Indonesia ke AIIB juga relevan dengan komitmen pemerintah baru untuk menggenjot pelaksanaan berbagai proyek pembangunan infrastruktur. Diperlukan sumber pendanaan baru yang sangat besar untuk melakukan hal ini sehingga AIIB dapat menjadi alternatifnya. — Rappler.com

daftar sbobet