• November 23, 2024
Jokowi: Tempat kita menaruh harapan

Jokowi: Tempat kita menaruh harapan

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Lewat ucapan di media sosial, lewat sorot mata dan senyuman saat berkampanye, lewat tepuk tangan dan teriakan: serasa Tanah Air mendoakannya

Jauh sebelum Joko Widodo terpilih sebagai presiden ketujuh Indonesia, jutaan orang di negeri ini menaruh banyak harapan mereka di pundaknya yang lemah tanpa dukungan dari koloni yang gemuk. Sosoknya yang dikenal sebagai gubernur yang gemar berkunjung untuk meninjau keadaan masyarakat Jakarta dan mendengarkan keluh kesahnya, bisa menjadi kelebihannya.

Ia menyimak, tak peduli harapan itu hanya sekedar harapan seorang ibu agar tidak terkena banjir atau seorang tukang ojek tua yang tak mau khawatir dengan asuransi kesehatan saat berobat ke rumah sakit. Mungkin karena harapan tidak selalu harus segera terwujud, ia hanya harus diucapkan, dengan atau tanpa suara, dan menjadikan masa kini lebih dari sekadar momen yang berlalu begitu saja.

Dan juga yang tidak boleh dilupakan: Melalui jalinan kata-kata di media sosial, melalui binar mata dan senyumnya saat berkampanye, melalui tepuk tangan dan teriakan: serasa Tanah Air mendoakannya.

Harapan itu disapa Jokowi dengan berlari sambil melambaikan tangan dan tersenyum di Gelora Bung Karno pada Juli lalu, saat konser Salam Dua Jari. Sosoknya begitu ringan dan bersahabat, bak teman satu meja yang menawarkan rasa percaya diri. Dan benar saja, beberapa teman saya yang sebelumnya abstain mengaku usai menyaksikan konser Salam Dua Jari dan debat capres-cawapres pertama, mereka memutuskan untuk mencoblos pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dengan mengutarakan: dengan harapan bahwa jumlah dua pasangan akan membawa perubahan yang lebih baik.

Jokowi pernah mengatakan bahwa di negara demokrasi yang mulai mengering dan mengkhawatirkan ini, masyarakat tidak punya pilihan selain berharap. Betapa tidak, ketika para wakilnya di parlemen memilih untuk tidak mendengarkan aspirasinya dan hanya sibuk dengan jadwal perjalanannya, maka rakyat harus berharap: bahwa bangsa yang diraih dengan susah payah oleh para pejuang terdahulu tidak akan sia-sia dalam waktu dekat bukan. Dan sosok Jokowi yang populis adalah hal yang perlu diubah oleh Indonesia saat ini, meskipun ada sinisme dari para pendukung saingannya yang tidak mampu bangkit dari pahitnya kekalahan.

Namun harapan tidak tumbuh tanpa hambatan. Bahkan sebelum Jokowi memulai tugasnya sebagai presiden, ia menghadapi banyak permasalahan yang (mungkin) akan segera membuatnya tidak populer sebagai presiden: kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar, lahirnya beberapa undang-undang yang dapat menghentikan program Nawacita, dilema politik transaksional yang kedepannya koalisinya tidak hancur di parlemen.

Jokowi mungkin akan berkaca pada Presiden AS Barack Obama. Baru-baru ini saya membaca sebuah opini di sebuah surat kabar yang cukup terkenal, bahwa pada masa jabatan pertamanya Obama tidak cukup berhasil memenuhi janji kampanyenya karena suara yang tidak seimbang di parlemen dimana mayoritas suara berada di kubu Partai Republik.

Ada kekhawatiran Jokowi akan mengalami hal serupa. Bahwa pada masa pemerintahannya ia tidak akan mampu memenuhi ekspektasi tinggi masyarakat. Bahwa mungkin selama ini kita terlalu terjebak dalam euforia populernya Jokowi, hingga media kurang obyektif memantau Jokowi sejak masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Tapi mungkin masih terlalu dini untuk membicarakan hal itu.

Filsuf Vaclav Havel dari Republik Ceko pernah berkata bahwa yang ada di jantung harapan bukanlah keyakinan bahwa segala sesuatunya akan berjalan baik, melainkan rasa kepastian bahwa ada sesuatu di dalamnya semua yang bukan sekedar kebohongan bukan, apapun yang terjadi. pada akhirnya.

Yang penting sekarang siapa pun yang jadi pemimpin, rakyat jangan menyerah. Karena harapanlah yang membuat suatu bangsa menjadi hidup.

Dengan dilantiknya Jokowi dan Kalla, muncul harapan baru. Doa dikirim ke surga. Dan saya berharap dengan pelantikan ini harapan kita tidak cepat pudar. Kami berharap dapat memimpin mereka memimpin negara ini selama lima tahun ke depan. Karena seperti yang dikatakan penyair Emily Dickinson dalam puisinya: “harapan adalah sesuatu yang mempunyai sayap… ia bertumpu pada jiwa, tanpa suara, dan tidak pernah berhenti.”

Hal inilah yang patut diharapkan oleh masyarakat Indonesia. —Rappler.com

togel singapore pools