Jusuf Kalla dan gelombang perdamaian di Aceh
- keren989
- 0
“Nona Uni, ini Yadi. “Pak mengundang Bu Uni ke Aceh siang tadi.”
Kemarin pagi, Yadi Jentak, asisten pribadi Wakil Presiden Jusuf Kalla, menelepon saya. Wapres rencananya akan memimpin upacara peringatan 10 tahun bencana tsunami di Banda Aceh. Tawaran tiba-tiba. Menarik. Saya terharu Pak JK teringat mengundang saya.
Sayangnya, saya sedang dalam perjalanan menuju bandara untuk menuju ke Semarang. Hari ini saya berjanji akan menyelesaikan pelatihan jurnalisme di Sekolah Jurnalisme Indonesia yang didirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Kegiatan ini sudah berlangsung kurang lebih lima tahun, di puluhan provinsi. Tidak mudah mengatur waktu mengajar puluhan pelatih. Pembatalan mendadak TIDAK profesional.
Luar biasa sekali ingatan Pak JK. Teman saya, Fenty Effendy, penulis buku Ombak Damai: Inisiatif dan Peran JK dalam Rekonsiliasi Aceh, menulis di komentar di akun Facebooknya bagaimana JK mengenang peristiwa 27 Desember 2004.
Dalam buku terbarunya, JK mengenang bencana tsunami
Sehari setelah gempa dan tsunami meluluhlantahkan sebagian wilayah Aceh. Kami sampai di Lambaro, sekitar 20 menit dari Bandara Sultan Iskandar Muda menuju Paviliun Gubernur di pusat kota Banda Aceh. “Saya melihat Menteri Sri Mulyani menangis. Uni Lubis menangis sambil menunjukkan kamera genggamnya, kata JK dalam buku yang diluncurkan hari ini di Pendopo Gubernur Banda Aceh.
Melihat ribuan jenazah berjejer di kiri kanan jalan kawasan Lambaro, JK mengaku nyaris menangis. “Sebenarnya aku juga ingin pingsan saat itu, ya Tuhan, ya Tuhan,” kata JK berkali-kali.
Melihat ribuan jenazah berjejer di kiri kanan jalan kawasan Lambaro, JK mengaku nyaris menangis. “Sebenarnya aku juga ingin pingsan saat itu, ya Tuhan, ya Tuhan,” kata JK berkali-kali. Kutipan dari buku tersebut dikutip dalam laporan berita ini
Pada malam tanggal 26 Desember, tepatnya 10 tahun lalu, saya duduk berhadapan dengan Wakil Presiden JK. Kami sedang makan malam klub editor. Selama 12 tahun sejak 1999, saya menjadi titik kontak bagi teman-teman pemimpin redaksi dan jurnalis senior yang bergabung dengan organisasi tak berbentuk bernama klub editor.
Kami sering membahas topik yang sangat nyata, dengan sumber terkait. Pak JK adalah salah satu narasumber tetap. Sebelum memulai polis, dia biasanya akan menelepon saya untuk meminta bantuan menghubungi teman klub editor untuk percakapan informal.
Saya lupa tema khusus malam itu apa, tapi itu pertemuan pertama dengan Pak JK selaku Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Makan malam tersebut berlangsung di Bimasena Club, Hotel Dharmawangsa, kawasan Jakarta Selatan. Pak JK datang agak terlambat. Meja diatur memanjang. Jadi, jarak saya dan Pak JK hanya sekitar 1,2 meter.
Dia menerima panggilan itu dan kemudian berkata, “Ya Tuhan, Tuhan.” Demikian seruan Pak Sofyan Djalil, Menteri Komunikasi dan Informatika. JK sore itu memberangkatkan Sofyan Djalil, Menteri Aceh, ke Banda Aceh, setelah media mengabarkan gempa berkekuatan 9,3 SR di SR. Sofyan mengecek situasi di lapangan.
Cuplikan ceritanya dapat dibaca di sini:
“Saya akan berangkat ke Banda Aceh besok pagi,” bisik JK. Teman yang duduk agak jauh tidak mendengar, ada pula yang masih makan. Spontan saya bilang, “Saya datang, Pak.” JK mengiyakan dan meminta saya bertemu di Bandara Halim Perdana Kusumah jam 5 pagi.
JK menyiapkan jet pribadinya, Atthirah, diambil dari nama ibu kandungnya, untuk mengangkut rombongan ke Banda Aceh. Bandara di sana rusak, tidak ada pesawat komersial yang berani mendarat.
Kisah ini juga saya ceritakan di artikel tentang Menteri Susi Pudjiastuti di tautan ini dan Wawancara dengan Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani, salah satu menteri yang berada dalam pesawat Atthirah ke Banda Aceh 10 tahun lalu. Ini tautan ke wawancara itu.
Saya senang Fenty Effendy menulis buku ini, yang isi utamanya adalah peran penting JK dalam menangani dampak bencana tsunami di Aceh dan Nias, hingga proses perdamaian antara Indonesia dan gerakan Aceh Merdeka.
Aceh bangkit dengan damai
Setelah keduanya menjadi korban bencana tsunami, mereka yang terlibat konflik selama puluhan tahun di Serambi Mekkah menyadari pentingnya membangun kembali Aceh, dan hal ini hanya dapat dilakukan dalam suasana damai.
Pak JK memimpin seluruh proses ini hari demi hari, jam demi jam, dengan segala keterampilan seorang politisi dan pengusaha. Memikirkan segala aspek potensial membuka ruang solusi.
Buku Gelombang Damai misalnya, membahas tentang kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor Wakil Presiden JK, pada 10 Januari 2005. SBY datang mendengarkan memorandum yang disampaikan Wakil Presidennya yang mengusulkan solusi perdamaian pasca-bencana. . menyetujui gagasan JK. Sisanya adalah sejarah.
Setelah buku ini diterbitkan, semoga tidak ada lagi kontroversi antara pendukung JK dan pendukung SBY mengenai siapa yang paling berperan dalam memimpin penanggulangan bencana di Aceh. SBY adalah presiden yang menyetujui pengambilan keputusan. JK adalah dalang dari semua kegiatan tersebut.
Pak Jakob Oetama, pendiri dan pimpinan kelompok penerbitan Kompas, menyebut JK sebagai sosok yang “menyelesaikan semuanya“. Dapat menemukan solusi dan mengimplementasikan solusi tersebut. Tidak semua pemimpin mempunyai kualitas tersebut.
JK adalah sosok yang teliti. Hal ini selalu saya contohkan dalam setiap pelatihan jurnalistik, khususnya dalam peliputan konflik. Hal penting yang harus diperhatikan jurnalis adalah mencari akarnya
masalah. Penelitian, penelitian, penelitian.
Sehingga ketika turun ke lapangan, Anda mempunyai gambaran mengenai situasi yang terjadi. Saat memimpin perundingan perdamaian di Aceh, JK banyak membaca buku sejarah Aceh.
Ia mengetahui bahwa masyarakat Aceh telah lama menjalin hubungan baik dengan suku Bugis yang datang ke Aceh untuk berdagang. Orang Bugis mendapat rasa hormat dari masyarakat Aceh. Hal inilah yang membuat JK memilih Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin yang berasal dari Bugis sebagai negosiator asal Indonesia. Bukan Sofyan Djalil dari Aceh.
Saat itu, Menteri Awaluddin diminta JK membaca banyak buku tentang Aceh, untuk persiapan meja perundingan.
Menghadapi bencana tsunami di Aceh dan mencapai perdamaian akan selalu ada prestasi JK. Sayangnya, dia tidak dapat memperoleh manfaat politik apa pun dari peran ini. Perolehan suara JK pada Pilpres 2009 jauh di bawah SBY.
Itu juga merupakan misteri bagiku. Tapi mungkin juga tidak, karena sebagai calon saat ini, SBY memiliki segala infrastruktur yang membuat posisinya diuntungkan pada pemilu 2009. Termasuk di Aceh.
JK kembali menduduki kursi wakil presiden, sebagai pendamping Presiden Jokowi. Ini juga merupakan preseden politik. Pemilihan JK tentu berdasarkan pengalaman dan jaringannya. JK membantu SBY memenangkan suara di Indonesia Timur pada tahun 2004. Saya kira hal ini juga yang diharapkan oleh partai pendukung Jokowi-JK pada Pilpres 2014.
Pembangunan kembali Aceh bukannya tanpa kelebihan. Kita baca pemberitaan di media, sejumlah elite politik berebut sumber daya alam di sana. Kerusakan lingkungan terjadi dan sulit ditangani karena melibatkan pemerintah daerah.
Pembangunan kembali Aceh bukannya tanpa kelebihan. Kita baca pemberitaan di media, sejumlah elite politik berebut sumber daya alam di sana. Kerusakan lingkungan terjadi dan sulit ditangani karena melibatkan pemerintah daerah.
Tokoh-tokoh yang sebelumnya tergabung dalam GAM (Gerakan Aceh Merdeka) kini terpecah menjadi dua partai politik dan berebut kekuasaan. Akan menarik untuk mengikuti ke mana arah semua ini.
Hari ini JK berkumpul bersama masyarakat Aceh dan orang-orang peduli di Banda Aceh untuk memperingati 10 tahun Tsunami dan menyaksikan perubahan kehidupan Aceh. Aceh membangun kembali seluruh aspek kehidupan warganya dengan lebih baik.
Presiden Jokowi tidak memimpin HUT kali ini karena suatu hal dan membatalkan kunjungannya ke Aceh hari ini.
Ini juga bagus menurut saya. Sehingga tokoh-tokoh di atas panggung fokus pada mereka yang benar-benar berkarya untuk masyarakat Aceh. Salah satunya yang paling penting perannya adalah JK.– Rappler.com
Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.