Kabinet Kerja Jokowi masih mempelajarinya
- keren989
- 0
Duta Besar Jepang setengah menggertak, “Jika dibatalkan, akan ada konsekuensi ekonomi dan politik.” Namun saya harus bertindak untuk dan atas nama bangsa Indonesia, dan secara de facto, di saat seperti ini Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS harus sadar bahwa ia harus menjalankan tugas diplomasi.
Kalimat di atas merupakan status di wall Facebook Andrinof Chaniago yang dikenal dengan akun media sosial Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago. Diunggah pada 12 Januari 2014, pukul 18.43. Pagi harinya, pukul 06.15, akun Menteri Andrinof memuat status sebagai berikut:
“Setelah dua setengah bulan menjalankan tugas, salah satu yang saya rasakan adalah betapa agresifnya negara-negara lain mencari proyek untuk wirausahanya di Indonesia. Salah satu yang paling agresif adalah Jepang. Tugas Bappenas adalah memastikan bahwa investasi mereka masuk ke dalam agenda pertumbuhan yang berkualitas.”
Harian berbahasa Inggris, The Jakarta Post, menerbitkan berita berjudul, Menteri mengaku diancam oleh duta besar Jepang. Bahannya dari status Facebook Andrinof. The Jakarta Post menyimpulkan bahwa status Facebook Andrinof mengindikasikan ancaman dari duta besar Jepang untuk Indonesia, bahwa akan ada reaksi ekonomi dan politik jika Indonesia membatalkan proyek terkait investasi Jepang. Jepang adalah investor terbesar di Indonesia, dan baru saja berkomitmen untuk membiayai proyek konstruksi moda Raya terpadu (MRT) bernilai sekitar 2 miliar dolar AS.
Beberapa pembaca status Facebook, termasuk saya, menilai Menteri Andrinof sebagai pejabat tinggi, juga seorang menteri, tidak boleh memposting status yang dapat menimbulkan masalah diplomasi. Mengatakan bahwa duta besar asing mengancam, sebagaimana istilah yang digunakan The Jakarta Post, adalah sesuatu yang serius. Sekali lagi, diplomatis.
Duta Besar Jepang, Tanizaki Yasuaki, adalah diplomat senior dan berkualitas. Beliau lulus dari Fakultas Hukum Universitas Tokyo, setelah bertugas di Australia, Filipina, Rusia, Jerman dan Vietnam. Ia menjadi pegawai Kementerian Luar Negeri Jepang sejak tahun 1975. Sebelum bertugas di Indonesia, Yasuaki adalah direktur jenderal Lembaga Pelatihan Dinas Luar Negeri Jepang.
Usai menunjukkan kepahlawanan nasionalis di status Facebooknya, sehari setelah pemberitaan Jakarta Post, Andrinof mengklarifikasi kabar tersebut. Dalam berita bertajuk Menteri menjelaskan masalahnya dengan duta besar Jepang, Andrinof mengaku tidak merasa terancam oleh Dubes Yazuaki. “Tidak ada ancaman sama sekali. Peternakan Facebook saya berarti duta besar (Jepang) menyatakan bahwa akan ada konsekuensi ekonomi dan politik jika proyek tersebut dibatalkan.”
The Jakarta Post sepertinya membuat berita hanya berdasarkan status Facebook. Kesimpulan menteri “merasa terancam” berdasarkan penggunaan frasa “gigit setengah gertakan” yang notabene dikutip dari status menteri. Kesimpulan The Jakarta Post tidaklah salah. Menteri Andrinof sepertinya baru menyadari adanya konsekuensi diplomatis dari status di media sosial.
Pelajaran penting dalam memanfaatkan media sosial setelah menjadi pejabat publik, dimana setiap kalimat tidak bisa lepas dari status baru Anda. Sebagai mantan pengamat, Andrinof tentu lebih leluasa menyampaikan apa pun, termasuk curhat di media sosial. Tidak ada konsekuensi terhadap status media sosialnya. Sebagai pejabat publik, ada konsekuensinya. Terutama berbicara tentang diplomat asing.
Sejumlah anggota kabinet Presiden Joko “Jokowi” Widodo berasal dari kalangan pengamat atau politisi. Masuki birokrasi yang penuh aturan dan etika. Termasuk etika komunikasi. Jokowi meneriakkan jargon Revolusi Mental, termasuk tekad membenahi birokrasi. Ide bagus. Implementasinya sulit dan memerlukan konsistensi.
Jokowi pun memerintahkan banyak menterinya turun ke lapangan. Blusukan. Bekerja cepat. Kerja kerja kerja.
Saya melihat menteri Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Ja’far dan Hanif Dhakiri rajin melaporkan kegiatan melalui akun Twitter mereka. Menteri Kota, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Ja’far berselisih dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait penempatan Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa. Jokowi menugaskan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menjadi penengah, guna menentukan di kementerian mana dirjen tersebut akan ditempatkan.
Ada pula yang mendapat catatan positif dari masyarakat, seperti yang diterima Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Meski kebijakan tersebut kontroversial.
Kebijakan menteri tersebut kontroversial
Ada pula yang menimbulkan kontroversi dan cemoohan masyarakat, seperti yang terjadi pada Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Yuddy buru-buru mematuhi aturan belanja dan menyatakan akan mengurangi jam kerja pegawai negeri sipil perempuan. Sebagai pengingat, saya menulisnya di sini.
Jonan, sempat menuai kontroversi dalam kebijakannya menangani masalah izin jalur penerbangan. Yang paling kontroversial adalah kebijakan penghapusan tiket promosi karena alasan keamanan penerbangan. Jonan pun menanggapi surat terbuka dengan pilot melalui staf khususnya. Juga mempertanyakan pemberitaan media yang mengatakan dia marah. Klarifikasi demi klarifikasi dilakukan, menjelaskan kebijakan yang dimaksud, menunjukkan ada yang salah dengan pola komunikasi publik.
Kontroversi kebijakan Jonan terasa di media sosial. Namanya menjadi Topik populer di Twitter. akun @pangeransiahaan, seorang penulis dan pembawa acara acara olahraga, pada 6 Januari 2015, Twitter, “Lubang Tifatul di lemari ini diisi oleh Jonan.” Yang ia maksud adalah Tifatul Sembiring, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika pada kabinet sebelumnya yang kerap menjadi bahan kontroversi dan ejekan di media sosial.
Usai kemeriahan, Jonan mengutarakan sejumlah janji dan langkah penting. Perpindahan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Darat. Berjanji untuk membangun sistem perizinan rute elektronik yang transparan. Fokus pada keselamatan konsumen. Hasilnya adalah membayar lebih banyak. Padahal, tanpa kebijakan baru, harga tiket pesawat akan naik sejak kenaikan bahan bakar. Angka tersebut belum turun meski harga bahan bakar penerbangan dunia telah turun.
Semoga tragedi jatuhnya AirAsia QZ8501 menyadarkan Jonan yang dinilai cukup sukses memimpin PT Kereta Api Indonesia selama enam tahun itu menyadari bahwa tugasnya kini jauh lebih berat. Menolak. Dan sebagian besar belum dikuasai. Tidak seperti manajemen PT KAI yang mana cakupanitu nasional. Pemangku kepentingan yang lebih luas. Membual kesuksesan di KAI saja tidak cukup.
Cara menteri berkomunikasi pun kini mendapat kritik. Suatu saat, gaya marah-marah menjadi tren. Liputan media. Namun ada saatnya, ketika gaya tersebut diterapkan, reaksi masyarakat negatif. Apalagi jika waktunya tidak tepat. Terkesan mencari panggung.
Kabinet dalam pelatihan. Mungkin ini istilah yang tepat untuk menggambarkan apa yang dialami para menteri. Apalagi bagi mereka yang baru masuk jajaran pemerintahan.
Perlu waktu untuk mempelajari peraturan yang ada, mendengarkan berbagai masukan, memilah apa yang ada kepentingan diri sendiri dan tolong hanya bos dengan laporan yang bagus, apapun itu benar. Blusukan menurut saya dimaksudkan untuk mendengar lebih banyak. Mendengar. Mendengarkan sebagai bahan merumuskan keputusan. Untuk perubahan. Bukan untuk menunjukkan kemarahannya lalu mempublikasikannya di media.
Media dan media sosial mengikuti gerak-gerik dan ucapan sang menteri. Hal itu bahkan diingatkan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet yang membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-1019 pada pekan lalu (7/1). Meski media tidak selalu mewakili kinerja pemerintah, saya ingin mengingatkan bahwa media mempengaruhi citra dan persepsi pemerintah, kata Jokowi. Ia mengaku telah menugaskan tim intelijen media untuk memantau 343 media.
Apakah karena itu menteri bersemangat turun ke lapangan dan membuat berita? Yang jelas Panglima TNI Jenderal Moeldoko sedang memantau pencarian black box AirAsia QZ8501. Ia pun berpose dengan kotak tersebut saat ditemukan. Yang menemukannya adalah penyelam TNI.
Bukan hanya menteri, bahkan Jokowi pun
Pelatihan kerja Hal itu pun dialami Presiden Jokowi meski didampingi Wakil Presiden berpengalaman sebelumnya, Jusuf Kalla. Misalnya saja saat ia membatalkan pengangkatannya sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Udara Agus Supriyatna. Soalnya yang bersangkutan masih punya dua bintang. Lalu ia buru-buru dipromosikan menjadi Wakil Marsekal, dengan jabatan Kepala Staf Umum Mabes TNI. Dua bintang. Keesokan harinya, Ade Supriatna dilantik menjadi KSAU. Dua hari hingga dua hari. Mengapa tidak? Jika Panglima menghendaki. Namun rencana pelantikan yang diberitakan media, bersamaan dengan pelantikan Kepala Staf Angkatan Laut, ditunda. Masalah administrasi.
Dan saat ini, Presiden Jokowi sedang menjalani ujian kepemimpinan dalam pencalonannya sebagai Kapolri. Kemarin, Rabu (14/1), Rapat Komisi III DPR RI tanpa kehadiran Fraksi Demokrat dengan suara bulat menyetujui pencalonan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Keputusan diambil setelahnya pengujian yang sesuai dan tepat yang dilakukan pada Rabu, menyusul surat Presiden Jokowi yang mengusulkan Budi Gunawan sebagai satu-satunya calon pengganti Kapolri Jenderal Sutarman.
Keputusan Komisi III itu belum bisa dipastikan melalui rapat paripurna DPR. Namun hal ini menempatkan Jokowi pada posisi yang salah. Pada Selasa (13/1), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Keputusan rapat Komisi III pada Rabu kemarin membuat bola kembali berada di tangan Jokowi. Akankah tetap menunjuk Budi Gunawan yang berstatus tersangka KPK? Atau memperpanjang masa jabatan Kapolri Sutarman sambil mencari penggantinya karena berisiko bermasalah dengan DPR dan parpol pengusungnya?
Sebuah ujian terhadap kemampuan Jokowi sebagai politisi. Sebagai presiden. Sebagai seorang pemimpin.
Mungkin sebaiknya Jokowi membaca hasil analisis tim intelijen medianya. Itu jika mereka melaporkannya dengan benar. —Rappler.com
Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com