• October 5, 2024
Kontroversi buku-buku Islam radikal: Siapa yang bertanggung jawab?

Kontroversi buku-buku Islam radikal: Siapa yang bertanggung jawab?

BANDUNG, Indonesia — Peredaran buku yang mengandung unsur “radikal” setidaknya ditemukan di dua provinsi, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Sebelumnya, di Jombang, Jawa Timur, ditemukan kutipan-kutipan yang dianggap mengandung konten “radikal”. Kumpulan Lembar Kerja Siswa (KLKPD) Pendidikan Agama Islam Kelas XI SMA.

Sejumlah sekolah di Bandung juga diduga menerima pembagian buku pendidikan agama Islam dan karakter berkonten “radikal” untuk Kelas XI dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak Agustus 2014.

Tapi apa itu radikal?

Buku Pendidikan agama Islam dan pendidikan karakter ditemukan berisi ajaran Muhammad Abd Wahhab, tokoh konservatif penyebar gerakan Wahhabi. Pada Bab 10: Bangun dan Berdiri Wahai Pejuang Islam, ditampilkan pemikiran-pemikiran para reformis Islam.

Nama Muhammad Abd Wahhab masuk dalam daftar pertama dari 10 tokoh yang diulas. Tokoh asal Arab Saudi ini merupakan pencetus gerakan Wahabiyah yang hidup pada tahun 1703 hingga 1787 Masehi.

Ajarannya dijabarkan di antaranya sebagai berikut: “Hanya Allah SWT yang dapat dan patut disembah dan orang-orang yang menyembah selain Allah SWT menjadi musyrik dan dapat dibunuh.”

Kutipan ini sebelumnya ditemukan dalam buku yang sama di Jombang, seperti dikutip dari sana Laju.

Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia Iwan Hermawan mengungkapkan, buku-buku berkonten radikal banyak ditemukan di beberapa sekolah di Bandung, antara lain SMA Negeri 20, SMK Negeri 2, dan SMA Negeri 9.

“Pendistribusiannya akan dilakukan serentak ke seluruh sekolah setingkat SMA di Jabar,” kata Iwan yang juga menjabat Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 9 Bandung saat ditanya, Senin, 30 Maret. Sebanyak 440 eksemplar buku berkonten radikal itu dipajang di perpustakaan sekolah.

Mantan menteri pendidikan disebutkan bertanggung jawab

Buku-buku di atas yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah dinyatakan lolos seleksi oleh pengawas penerbitan yaitu Pusat Kurikulum Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan di dalam buku tersebut terdapat kata pengantar dari Menteri Pendidikan saat itu, Mohammad Nuh.

Artinya buku tersebut valid, disusun dan direvisi oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh, kata Iwan.

Buku Pendidikan agama dan moral Islam, yang mana Tebal 206 halaman, diperuntukkan bagi siswa SMA dan sederajat pada kurikulum tahun ajaran 2013.

Iwan meminta pemerintah segera mengusut seluruh pihak yang terlibat dalam penerbitan buku tersebut, termasuk Nuh yang tercatat sebagai penanggung jawab.

Penerbitan buku tersebut melibatkan Mustahdi dan Mustakim sebagai kontributor naskah. Sedangkan juri Yusuf A. Hasan, dan Muh. Saerozi.

Nuh: Buku ini mengajarkan toleransi dengan pendekatan baru

Terkait tudingan tersebut, Noah baru-baru ini memberikan klarifikasi. Ia membantah buku yang dirancang pada masanya itu memuat ajaran radikalisme. Padahal, menurutnya, buku tersebut mengajarkan toleransi dengan pendekatan baru.

Namun Nuh tak memungkiri bahwa di dalam buku tersebut terdapat materi tentang ajaran Wahhabi, termasuk pesan-pesan radikal di dalamnya.

“Di halaman 169 Wahhabi menganggap non-Muslim musyrik dan patut dibunuh, tapi ini pendapat Wahhabi dan pendapat ini tidak dirinci.” kata Noah, 29 Maretseperti dikutip dari Republik.

“Sekte lain juga disebutkan,” lanjut Nuh menjelaskan bahwa buku tersebut tidak sekadar menyebarkan ajaran sekte Wahhabi yang ketat.

Sedangkan pada bab toleransi, lanjut Nuh, juga dijelaskan dalam kisah salah satu tokoh Islam Ali bin Abi Thalib yang terlambat shalat karena orang tuanya yang non-Muslim berjalan lambat di depannya.

‘Dipaksa Setengah Panggang’

Pencarian buku berkonten radikal memaksa Menteri Pendidikan saat ini, Anies Baswedan, pun ikut buka suara. “Kurikulum 2013 dan perangkatnya merupakan barang setengah matang yang dipaksakan,” ujarnya dalam siaran pers yang dikirimkan kepada Rappler.

Bahkan Anies menyebut kesalahan tersebut menjadi bukti Kurikulum 2013 disusun dengan segera dan tergesa-gesa. Anies mengatakan partainya melakukannya menarik buku-buku tersebut dari peredaran.

Apakah Kementerian Agama bertanggung jawab?

Setelah peredaran buku tersebut meluas, masyarakat mempertanyakan siapa lagi yang bertanggung jawab atas penerbitan buku tersebut.

Ketimbang memanggil mantan Menteri Pendidikan atau perwakilan Kementerian Pendidikan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membahas materi radikalisme dalam buku tersebut bersama Kementerian Agama.

Pembicaraan keduanya akan digelar dalam sidang dengar pendapat (RFP) dalam waktu dekat.

“Kami akan tanyakan pada RDP berikutnya tentang beredarnya buku radikal ini. Kementerian Agama harus memberikan penjelasan, kata Ketua Komisi VIII yang membidangi agama Saleh Partaonan Daulay seperti dikutip dari Zona Samudera hari ini, Selasa 31 Maret.

Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memerintahkan kementeriannya di seluruh Tanah Air untuk mencabut buku yang bermuatan radikal tersebut. —Rappler.com

Pengeluaran Sidney