• September 21, 2024

Kontroversi kepemilikan tanah Kampung Pulo

Warga mengaku memiliki bukti kepemilikan tanah dengan tagihan pajak yang disebut gadai. Sementara BPN membantahnya

JAKARTA, Indonesia—Tokoh masyarakat di Kampung Pulo, Jatinegara, S Sholeh Husein Alaidrus, merupakan salah satu warga pertama yang menghuni bantaran Kampung Pulo, Jatinegara. Ia pernah menikmati masa-masa Jakarta dipimpin Gubernur Ali Sadikin.

Sholeh menceritakan kepada Rappler apa yang diklaimnya sebagai asal muasal kepemilikan tanah di bantaran Sungai Ciliwung.

“Tanah di sini berasal dari vmenyajikan. “Selanjutnya pada tahun 1979, setiap warga mengurus sertifikat tanahnya di kecamatan,” ujarnya saat ditemui di musala kawasan Kampung Pulo, Jumat, 21 Agustus. Saat itu gubernur yang menjabat adalah Tjokropranolo.

Sumpah adalah faktur pajak bumi atau bangunan di masa lampau, yang saat ini disebut dengan Surat Pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).

Untuk mengurus tanah yang dimiliki, warga mendatangi Kampung Kampung Melayu, termasuk Sholeh yang ingin menjual sebagian tanahnya. Di kelurahan itulah Sholeh pertama kali mengaku ditawari konsep hanya dari kota.

KonsepSama saja: keadaan jual beli tanah negara,” ujarnya. Surat itu juga memberikan pernyataan sumpah namun tanpa nomor dan ditandatangani oleh ketua RT, RW, dan camat.

“Masyarakat jaman dulu senang sekali kalau ada tanda tangan lurah, perasaannya tervalidasi,” ujarnya.

Warga gagal mengklaim tanah dari BPN

Namun Sholeh mengatakan di sinilah awalnya warga kehilangan data kepemilikan tanahnya. “Karena pada pertanyaan nomor berapa sumpah-miliknya? Tidak tahu. Karena tidak diberi nomor oleh pihak kelurahan,” ujarnya.

Sholeh mengatakan banyak yang bernasib sama dengannya. Apalagi setelah mereka mendengar Kampung Pulo akan digusur. Tepatnya sejak zaman Sutiyoso.

Menurut dia, beberapa di antaranya kemudian mengurus kelengkapan dokumen ke Badan Pertanahan Negara (BPN) dan berhasil. Namun tidak semua warga senang, ada juga warga yang masih mengurus kepemilikan tanahnya.

Oleh karena itu, saat penggusuran, Sholeh meminta jajaran BPN melalui Lembaga Kemitraan Desa turun dan mengecek nomor sertifikat kepemilikan tanah warga. “Sepertinya ada nomornya,” klaim Sholeh.

Hal senada juga diungkapkan Sandyawan Sumardi, aktivis Ciliwung Merdeka, lembaga swadaya masyarakat yang mendampingi warga Kampung Pulo sejak tahun 2000. Menurut dia, warga Kampung Pulo sedang mengumpulkan seluruh dokumen yang dimilikinya 3 bulan sebelum penggusuran.

“Semua dokumen sudah kami serahkan ke Pemprov, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, hingga Menteri Pertanian dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional feri Mursyidan Baldan,” ujarnya.

Sandy menyimpulkan, tanah tersebut bukan tanah negara. Ia mengaku kecewa pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja “Ahok” Purnama yang mengklaim tanah di Kampung Pulo sebagai milik pemerintah.

Tak hanya soal dokumen, warga juga mengaku sudah mengumpulkan berbagai bukti, hingga membayar jutaan rupiah untuk pengurusan kepemilikan tanah.

“Katanya hati-hati sumpah Gratis, bahkan warga harus membayar tarif hingga Rp 30 juta. “Bayangkan orang miskin harus membayar biaya sebesar itu,” katanya.

BPN membantahnya

Menanggapi hal tersebut, Wakil Wali Kota Husein M yang ditemui saat mengunjungi warga Kampung Pulo enggan berkomentar lebih jauh. “Saya hanya menghubungi saja,” katanya.

Saat ditanya soal kepemilikan tanah warga yang diverifikasi BPN, dia juga enggan menjawab. “Makanya BPN punya kewenangan tersendiri atas tanah. Soal status negara, BPN. “Lembaga yang menyerahkan tanah itu adalah BPN,” ujarnya sambil meninggalkan kerumunan warga.

Terkait hal itu, Kepala BPN Jakarta Timur Gunawan mengatakan pihaknya awalnya melakukan pendataan pada tahun 2014. Hasilnya, 527 daerah diukur dan diperiksa statusnya.

Namun saat dilakukan pengukuran, BPN mengaku tidak ada warga yang menunjukkan sertifikatnya. “Kami tanya ke warga, ada yang punya sertifikat atau tidak? Tidak ada yang perlu dikatakan,” katanya.

Gunawan menambahkan, saat itu memang ada warga yang menyampaikan hal terkait sumpah. Namun sesampainya di kantor BPN, mereka tidak membawanya.

“Bukan sumpah– tetapi hanya akta jual beli di bawah tangan. (Pernyataan diri) Saya membeli tanah sumpah tidak, itu saja, hanya tulisannya saja ya sumpahdia.”

Mereka kemudian diminta memeriksa ke kantor wilayah, namun tidak ada yang datang mengurusnya. —dengan laporan dari Adelia Putri/Rappler.com

BACA JUGA:

demo slot pragmatic